SURAU.CO – Dalam perjalanan panjang kehidupan manusia, Allah menghamparkan pertemuan dengan banyak orang: yang sekadar singgah, yang menjadi pengajar, yang menjadi ujian, dan yang menjadi peneduh. Tetapi ada pula sosok-sosok khusus yang kehadirannya memantulkan nilai warisan keluarga, akhlak yang terjaga, dan wibawa yang lahir bukan dari kedudukan dunia, melainkan dari budi pekerti yang Allah pelihara di dalam hatinya. Salah satu nama yang membawa nuansa itu adalah Tengku Hardika Sari binti Tengku Sulaiman bin Tengku Nuh.
Nama ini bukan sekadar deretan huruf. Ia membawa garis keturunan, nilai keluarga, serta jejak adab yang diwariskan turun-temurun. “Tengku” yang mendahului namanya adalah tanda kehormatan, namun kehormatan sejati bukan terletak pada gelar, melainkan pada cara seseorang menjaga akhlak dan marwah keluarganya. Dan itulah yang tampak dalam diri Tengku Hardika Sari — keturunan yang menjaga kehormatan dengan akhlak, bukan dengan kesombongan.
Nama yang Mengandung Martabat
Sebuah nama kadang hanya menjadi identitas, tetapi ada nama yang memikul tanggung jawab. Dalam struktur sosial Melayu, gelar “Tengku” bukan simbol kemewahan, tetapi amanah: amanah untuk berperilaku lebih halus, lebih terhormat, lebih sabar, dan lebih beradab. Gelar itu tidak boleh berubah menjadi kesombongan, karena ia sejatinya adalah pengingat bahwa seseorang lahir dari garis yang harus ia jaga kehormatannya.
Di sinilah keindahan pribadi Tengku Hardika Sari. Ia memahami sepenuhnya bahwa nama besar bukan alasan untuk membesarkan diri. Ia sadar bahwa nilai tertinggi bukan apa yang diwariskan, tetapi bagaimana seseorang menjaga warisan itu dengan akhlaknya.
Ia tidak hidup untuk meninggikan keturunan, tetapi untuk menunjukkan bahwa kemuliaan keluarga semakin terangkat ketika seorang perempuan menjaga lisannya, kelembutannya, adabnya, dan kesabarannya.
Kelembutan yang Tidak Mengurangi Wibawa
Ada perempuan yang lembut tetapi lemah, dan ada yang lembut tetapi kuat. Tengku Hardika Sari adalah contoh dari kelembutan yang membawa wibawa, bukan kelemahan.
Kelembutannya bukan sekadar pada tutur kata, tetapi pada pembawaan dirinya. Cara ia berbicara membuat orang merasa dihormati. Dan Cara ia mendengarkan membuat orang merasa dihargai. Cara ia menanggapi membuat orang merasa aman. Ia lembut, namun tegas. Ramah, namun tetap menjaga batas. Rendah hati, namun tidak merendahkan diri.
Inilah ciri perempuan yang dibimbing oleh akhlak. Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Sesungguhnya Allah mencintai kelembutan, dan memberikan pada kelembutan apa yang tidak Ia berikan pada kekerasan.”
Pada dirinya, kelembutan itu tidak memudar meskipun ia menjalani kehidupan yang penuh dinamika. Justru kelembutan itu adalah kekuatan yang membuat dirinya dihormati.
Warisan Adab dari Keluarga
Nama ayahnya, Tengku Sulaiman, dan nama kakeknya, Tengku Nuh, bukan nama kecil dalam tradisi keluarga bangsawan Melayu. Nama-nama ini membawa jejak pengabdian, tanggung jawab moral, dan nilai-nilai keluarga yang telah diwariskan sejak lama. Kehadiran nama mereka dalam nasabnya bukan sekadar penghias, tetapi fondasi pembentukan karakter.
Tengku Hardika Sari adalah perempuan yang tumbuh dalam lingkungan yang memuliakan adab. Dari kecil ia diajarkan untuk menghormati orang tua, menjaga tutur kata, memuliakan tamu, bersikap santun kepada sesama, dan merendah dalam keberlimpahan. Adab inilah yang terlihat kuat dalam kepribadiannya.
Garis keturunan tidak berarti apa-apa jika tidak disertai akhlak. Namun, ketika garis keturunan bersatu dengan akhlak yang terjaga, maka lahirlah pribadi yang bercahaya — pribadi yang tenang tetapi berwibawa, sederhana tetapi terhormat, lembut tetapi kuat.
Keteguhan dalam Menghadapi Ujian
Tidak ada manusia yang hidup tanpa ujian. Namun, cara seseorang menghadapi ujian menentukan kualitas dirinya. Tengku Hardika Sari merupakan perempuan yang ketika diuji, ia tidak melawan dengan kemarahan. Ia melawannya dengan kesabaran.
Keteguhan itu tampak ketika ia menghadapi kesulitan. Ia bukan tipe yang menumpahkan kesedihan ke mana-mana. Ia bukan yang mengumbar keluhan. Ia memilih diam, memilih bermuhasabah, memilih meminta kekuatan kepada Allah. Ketika hatinya lelah, ia memperbaikinya dengan doa. Ketika pikirannya sesak, ia melapangkannya dengan tawakal.
Ia memahami bahwa hidup tidak selalu berjalan mulus. Tetapi ia juga memahami bahwa setiap beban yang Allah letakkan di bahu seorang hamba akan selalu turut disertai kekuatan untuk memikulnya.
Ini adalah bentuk kecerdasan spiritual — kecerdasan yang tidak hanya memikirkan dunia, tetapi memandang setiap musibah sebagai jalan menuju kedewasaan.
Kesetiaan kepada Nilai Kebaikan
Salah satu keindahan dalam diri Tengku Hardika Sari adalah kesetiaannya pada nilai-nilai kebaikan. Banyak orang baik ketika hidupnya lapang, namun berubah ketika diuji. Banyak pula yang kuat di luar tetapi rapuh di dalam. Namun ia tetap mempertahankan nilai-nilai itu dalam berbagai keadaan.
Ia setia pada kesederhanaan.
>Setia pada adab.
Setia pada tutur kata yang terjaga.
>Setia pada sikap yang menenangkan.
Setia pada prinsip “berbuat baik tanpa harus dilihat”.
Perempuan seperti ini jarang ditemukan. Karena banyak yang ingin terlihat baik, tetapi sedikit yang ingin benar-benar menjadi baik.
Kesetiaan pada kebaikan bukan tugas kecil, tetapi ia melakukannya dengan cara yang sangat natural seolah itu bagian dari nafasnya sehari-hari.
Kehadiran yang Membawa Ketentraman
Ada orang yang membuat sebuah ruangan menjadi penuh tekanan ketika ia hadir. Ada orang yang membuat orang lain berhati-hati dalam berbicara. Namun ada pula orang yang kehadirannya justru membuat tempat itu terasa lebih damai. Tengku Hardika Sari adalah sosok yang membawa ketenangan.
Ia tidak berisik, tetapi tidak pula menyendiri.
Ia tidak mencampuri, tetapi juga tidak menjauhkan diri.
Ia ada di tengah-tengah, sebagai penyeimbang.
Perempuan seperti ini menjadi tempat bersandar banyak orang, bukan karena ia selalu punya solusi, tetapi karena ketenangan yang ia pancarkan membuat orang merasa aman. Orang seperti ini jarang berbicara panjang, namun setiap ucapannya memiliki makna.
Doa-Doa yang Mengiringi Setiap Langkahnya
Tidak ada yang lebih indah dari seorang perempuan yang menjaga hubungannya dengan Allah. Doa-doanya menjadi penjaga langkah. Istighfarnya menjadi penjaga hati. Kesadarannya akan akhirat menjadi penuntun keputusan-keputusannya.
Doa seorang perempuan yang lembut dan bersih dari penyakit hati lebih kuat dari suara keras orang bermusuh. Dan doa-doa itu ada dalam diri Tengku Hardika Sari — doa untuk orang tua, untuk keluarganya, untuk masa depannya, dan untuk ketentraman hatinya.
Ketika seseorang memiliki hubungan yang kuat dengan Allah, maka Allah pun menenangkan hatinya dan memuliakannya di hadapan makhluk.
Penutup: Nama yang Dihormati, Pribadi yang Dicintai
Pada akhirnya, berbicara tentang Tengku Hardika Sari binti Tengku Sulaiman bin Tengku Nuh bukan hanya berbicara tentang garis keturunan bangsawan. Ini tentang akhlak. Tentang adab. Tentang kelembutan yang menyembuhkan. Dan Tentang kesabaran yang meneguhkan. Tentang perempuan yang menjaga kehormatan dirinya dan keluarganya dengan perilaku mulia.
Perempuan yang lembut tetapi kuat.
Yang santun tetapi berwibawa.
Yang sabar tetapi tegas.
>Yang tenang tetapi berdampak.
Semoga Allah menjaga dirinya dalam kebaikan, melapangkan rezekinya, menguatkan imannya, melindungi marwah keturunannya, serta menempatkannya sebagai wanita yang dimuliakan dunia dan akhirat. (Tengku Iskandar, M. Pd – Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
