SURAU.CO-Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari dalam Al-Hikam mengatakan:
“Kadang kala, adab menuntun mereka untuk meninggalkan permintaan (berdoa) karena bergantung pada pembagian dari Allah Swt. Mereka sibuk berzikir kepada-Nya dan mengabaikan permintaan kepada-Nya.”
Syekh Ibnu ‘Athaillah menje;askan bahwa terkadang, adab kepada Allah Swt. menuntun orang-orang arif dan bijaksana untuk tidak mementingkan permintaan kepada-Nya. Mereka takut jikalau hal ini masuk dalam kategori tidak beradab terhadap-Nya. Padahal, Allah Swt. telah menentukan rezeki para hamba-Nya semenjak zaman azali. Semua itu semata-mata karunia-Nya, bukan karena ada intervensi atau usaha dari pihak lain.
Meminta yang Syekh Ibnu ‘Athaillah maksudkan di sini adalah berdoa sekadar untuk mendapatkan sesuatu. Sedangkan jikalau berdoa untuk menunjukkan ubudiyah dan menjalankan hak rububiyah, merupakan salah satu bentuk kesempurnaan dalam diri seorang hamba.
Orang Arif Lebih Sibuk dengan Berzikir
Menurut Syekh Ibnu ‘Athaillah orang-orang arif, biasanya, lebih sibuk dengan berzikir mengingat Allah Swt., baik dengan lisan maupun hati, daripada meminta dan menuntut-Nya. Saat mereka sibuk mengingat-Nya, maka Allah Swt. memberikan sesuatu yang lebih baik dari sesuatu yang Dia berikan kepada orang-orang yang meminta.
Ketika kita menyebut nama-Nya, bukankah hal itu menunjukkan bahwa kita membutuhkan-Nya dan fakir di hadapan-Nya?
Syekh Ibnu ‘Athaillah meminta kita perhatikan di jalanan tentang seorang pengemis yang selalu memanggil-manggil orang kaya yang dilihatnya berjalan di hadapannya. Ia tidak dapat mengatakan secara terang-terangan untuk meminta uang, tetapi hanya menyeru. Namun, seruannya itu sudah menunjukkan bahwa ia membutuhkan bantuan dan pemberian dari orang lain. Itu hanyalah sekadar contoh. Dan, Allah Swt. Maha Mulia dari contoh yang rendah dan hina seperti ini.
Siapa yang Perlu Diingatkan dan Ditegur?
Syekh Ibnu ‘Athaillah menuturkan:
“Hanya orang yang lalai yang harus diberikan peringatan, dan hanya orang yang teledor yang harus diberi teguran.”
Orang yang layak mendapat peringatan adalah orang yang lalai dalam berdoa. Inilah tabiat asli manusia, selalu lupa dan lalai. Jikalau ia memegang hak orang lain, kemudian tidak diingatkan, maka bisa jadi ia akan lupa dan memakannya, atau memberikannya kepada keluarganya. Padahal, barang itu bukan haknya. Sifat seperti ini tidak berlaku bagi Allah Swt., yang bersih dari segala sifat kekurangan.
Apa hak kita yang berada di tangan-Nya sehingga kita berkeinginan untuk mengingatkan-Nya? Bukankah segala sesuatu adalah milik-Nya? Termasuk milik-Nya adalah segala sesuatu yang kita pegang dan miliki selama ini. Kepemilikan kita hanyalah bersifat semu, sedangkan pemilik yang sebenarnya adalah Allah Swt. Jadi, Allah Swt. tidak perlu kita ingatkan karena Dia tidak pernah lalai sekejap pun.
Sementara itu, Syekh Ibnu ‘Athaillah mengatakan bahwa orang yang layak ditegur adalah orang yang lalai memberikan hak kepada orang lain. Jikalau kita menitipkan sesuatu kepada orang lain, kemudian ia lupa mengembalikannya, maka silakan kita menegurnya, karena itu adalah hak kita. Sifat ini juga tidak berlaku bagi Allah Swt. karena Dia selalu akan memberikan hak setiap hamba-Nya, tanpa perlu ditegur.
Intinya, Syekh Ibnu ‘Athaillah menegaskan jikalau kita berdoa hanya sekadar untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan, maka ini adalah sebuah kesalahan besar. Seolah-olah kita menuduh-Nya tidak akan memberikan bagian kita. Jikalau kita berdoa, maka yakinilah dan kerjakanlah sebagai bentuk ubudiyah kita kepada-Nya.(St.Diyar)
Referensi : Atha’illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam (penerjemah : D.A. Pakih Sati)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
