SURAU.CO-Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari dalam Al-Hikam mengatakan:
“Allah Swt. mengetahui bahwa seluruh hamba ingin mengetahui rahasia pertolongan-Nya, sehingga Allah berfirman, ‘Dia mengkhususkan dengan rahmat-Nya kepada siapa pun yang Dia inginkan.’ Dia juga mengetahui bahwa jikalau mereka dibiarkan, tentu mereka tidak akan beramal karena berpegang kepada sesuatu yang sudah ditetapkan pada zaman Azali.’ Allah Swt. juga berfirman, ‘Rahmat Allah Swt. dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.'”
Allah Swt. Maha Tahu mengenai segala yang tersirat di dalam hati kita; sebagaimana Dia mengetahui semua detail perbuatan lahiriah yang kita lakukan. Dia mengetahui bahwa kita ingin mengetahui rahasia para hamba; kenapa orang ini mendapatkan keistimewaan seperti ini, dan orang itu mendapatkan keistimewaan seperti itu? Untuk menuntaskan keingintahuan kita ini, maka Dia menegaskan di dalam Al-Qur’an al-Karim:
“… Dan, Allah menentukan siapa yang Dia kehendaki (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian),—dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 105).
Ayat ini menegaskan bahwa Allah Swt. berhak memberikan keistimewaan tertentu kepada siapa pun yang Dia inginkan. Dan, ini tidak ada kaitannya dengan pola pikir yang menyatakan bahwa kalau usaha seperti ini maka akan mendapatkan hasil seperti ini, sebagaimana hal ini dipegang oleh sebagian besar masyarakat kita. Akan tetapi, pemberian tersebut berkaitan erat dengan hibah-Nya.
Selama ini, pemikiran yang berkembang di kalangan masyarakat menyatakan bahwa jikalau seseorang ingin mendapatkan kelebihan tertentu, misalnya tahan besi, atau tidak mempan peluru, dan lain sebagainya, maka ia harus mengamalkan ibadah-ibadah tertentu. Ini sama sekali tidak benar, dan tidak ada dalil yang menjelaskannya. Bahkan, hal tersebut bisa masuk dalam kategori syirik karena beribadah untuk mengharapkan sesuatu kepada selain-Nya. Semua yang seseorang dapatkan adalah karunia-Nya semata.
Allah Menentukan Hamba-Nya yang Mendapatkan Hidayah-Nya
Selain itu, Allah Swt. pulalah yang menentukan siapakah di antara para hamba-Nya yang masuk ke dalam kategori orang-orang yang mendapatkan hidayah-Nya dan berbahagia di akhirat kelak, serta siapa pula yang masuk ke dalam kategori orang-orang yang sengsara dan akan mendiami neraka-Nya di akhirat kelak. Semua itu sudah ada dalam catatan-Nya.
Jikalau mereka diberitahukan tentang rahasia para hamba, maka mereka akan meninggalkan amal kebajikan, karena bergantung pada sesuatu yang sudah ditetapkan di Lauh Mahfuzh. Padahal, amalan-amalan yang mereka kerjakan selama di dunia ini adalah jalan dan sarana menggapai sesuatu yang mereka harapkan. Mereka akan menyangka bahwa orang-orang yang sudah ditakdirkan bahagia maka ia akan tetap bahagia, walaupun tidak beramal sama sekali. Dan, orang-orang yang sudah ditakdirkan sengsara, maka ia akan sengsara, walaupun melakukan banyak amalan.
Untuk menghilangkan prasangka buruk ini, maka Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an al-Karim:
“… Sesungguhnya, rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A’raaf [7]: 56).
Artinya, rahmat Allah Swt. senantiasa menyertai orang-orang yang berbuat ihsan, yaitu orang-orang yang rajin mengerjakan amal saleh. Sebaliknya, rahmat-Nya senantiasa menjauh dari orang-orang yang gemar mengerjakan amal-amal kejahatan. Ketentuan-Nya memang sudah ada semenjak zaman azali. Namun, perlu kita ingat bahwa Allah Swt. menjadikan alamat dan tanda-tanda yang menunjukkan masing-masing kelompok. Jikalau seseorang rajin mengerjakan amal-amal kebajikan, tentu ia termasuk kelompok ihsan. Jikalau sebaliknya, tentu ia akan jauh dari sifat ihsan. Dan, Dia tidak akan pernah menyia-nyiakan amalan para hamba-Nya. Tidak selayaknya seorang muslim meninggalkan amal kebajikan, ketaatan, dan ibadah karena bergantung pada ketetapan azali. Sama sekali tidak pantas.
Kehendak Allah sebagai Tempat Bergantung
Syekh Ibnu ‘Athaillah menjelaskan:
“Kehendak Allah Swt. adalah tempat bersandar segala sesuatu, dan keinginan-Nya tidak bersandar kepada apa pun.”
Segala sesuatu yang ada di dunia ini bergantung pada kehendak Allah Swt. Jikalau kita melihat matahari yang memancarkan cahaya dengan sangat terang, maka ketahuilah bahwa itu adalah atas kehendak-Nya. Andaikan saja Dia berkehendak lain, maka bisa jadi matahari itu redup dan tidak akan memancarkan sinar lagi untuk selama-lamanya.
Kita bisa bernapas dan berjalan pada hari ini, semua itu adalah karena keinginan-Nya. Andaikan Dia menginginkan kita meninggal pada detik ini juga, maka kita tidak akan pernah bisa menyelamatkan diri, walaupun kita memiliki kecepatan yang luar biasa. Dan, masih banyak lagi contoh lainnya yang menunjukkan kehendak-Nya sebagai penopang segala sesuatu.
Sedangkan kehendak-Nya tidak bergantung pada apa pun. Allah Swt. menciptakan ini dan itu adalah berdasarkan pilihan-Nya. Tidak ada seorang pun atau apa pun yang dapat mengintervensi kehendak dan pilihan-Nya. Jangan pernah kita sangka bahwa sesuatu yang kita dapatkan adalah berkat usaha kita sendiri, atau doa kita. Tidak, sama sekali tidak. Itu adalah keinginan-Nya, yang sudah ditakdirkan menjadi bagian kita.(St.Diyar)
Referensi : Atha’illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam (penerjemah : D.A. Pakih Sati)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
