Sosok
Beranda » Berita » Biografi Syekh Salim: Penulis Kitab Safinatun Najah

Biografi Syekh Salim: Penulis Kitab Safinatun Najah

Biografi Sayyid Ahmad al-Marzuki
Ilustrasi

SURAU.CO – Syekh Salim dilahirkan di Desa Dziasbuh, Hadramaut—wilayah yang dikenal sebagai pusat lahirnya para ulama terkemuka. Lingkungan ini membentuk pondasi awal keilmuannya. Sejak kecil ia belajar Al-Qur’an langsung di bawah bimbingan ayahnya, Syekh Abdullah bin Sa’ad bin Sumair, seorang ulama besar dan pendidik yang dihormati.

Dengan kecerdasan dan kedisiplinannya, Syekh Salim menyelesaikan hafalan dan kajian Al-Qur’an dalam waktu singkat. Setelah itu, ia mempelajari berbagai disiplin ilmu seperti bahasa Arab, fikih, ushul fikih, tafsir, tasawuf, bahkan taktik militer Islam. Ia belajar kepada para ulama terkenal abad ke-13 H di Hadramaut, di antaranya: Syekh Abdullah bin Sa’ad bin Sumair dan Syekh Abdullah bin Ahmad Basudan. Dengan kekuatan ilmu dan akhlak, ia tampil sebagai salah satu figur paling berpengaruh di masanya.

Setelah menuntut ilmu secara mendalam, Syekh Salim memulai dakwah sebagai Syekh Al-Qur’an di desanya. Setiap pagi dan sore ia mengajar tanpa lelah. Keikhlasan dan kesabarannya membuat banyak murid datang dari berbagai daerah. Jumlah santri terus bertambah sehingga ia memperluas materi pengajaran, mencakup ilmu fikih, ushul, tafsir, tasawuf, bahasa, dan strategi militer Islam.

Majelisnya berkembang pesat dan melahirkan banyak ahli Al-Qur’an dan ulama berkompeten. Dari sinilah pengaruh intelektualnya semakin membentang.

Peran Politik dan Karier Militer

Kecerdasan strategis Syekh Salim menjadikannya sosok kepercayaan Kerajaan Kasiriyyah di Yaman. Suatu ketika, kerajaan menugaskannya membeli perlengkapan perang modern. Ia pergi ke Singapura dan India untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Cara Ampuh Mengobati Iri dan Dengki Menurut Imam Nawawi: Panduan Membersihkan Hati

Tugas itu berhasil gemilang sehingga kerajaan mengangkatnya sebagai staf ahli militer. Walau berada dalam lingkaran kekuasaan, ia tidak terpengaruh budaya zalim. Ia tetap memberi kritik dan nasihat tajam demi kemaslahatan rakyat.

Pengabdiannya membuat Sultan Abdullah bin Muhsin menghormatinya. Namun hubungan ini retak ketika sang sultan mulai mengabaikan nasihatnya. Karena tidak ingin berkompromi dengan kezaliman, Syekh Salim meninggalkan kerajaan dan berhijrah dari Yaman menuju India, kemudian melanjutkan perjalanan ke Batavia (Jakarta).

Kedatangannya ke Batavia segera menjadi perhatian luas. Para penuntut ilmu berdatangan untuk belajar dan meminta doa. Melihat antusiasme masyarakat, ia mendirikan berbagai majelis ilmu dan dakwah. Hampir setiap hari ia mengajar dan membimbing masyarakat, sehingga semakin kokoh kedudukannya sebagai ulama besar di Batavia.

Syekh Salim dikenal tegas dalam kebenaran dan sangat alergi terhadap sikap ulama yang bersandar pada pejabat. Ia sering menegur keras para kiai yang dekat dengan pemerintah kolonial Belanda.

Martin van Bruinessen, dalam analisisnya tentang kitab kuning, pernah mencatat polemik terkenal antara Syekh Salim dan Sayyid Usman bin Yahya, Mufti Batavia yang diangkat pemerintah kolonial.

Mbah Mangli: Ulama Kharismatik dari Lereng Andong Magelang

Syekh Salim menolak keras sikap Sayyid Usman yang tampak loyal kepada Belanda. Sementara itu, Sayyid Usman tengah berupaya menjembatani hubungan antara Habaib dan pemerintah kolonial. Sikap politik Sayyid Usman yang pragmatis memicu polemik panjang antara keduanya.

Namun setelah berdialog langsung dan mendengar penjelasan mendalam tentang strategi dakwah Sayyid Usman, Syekh Salim menerima dan memahami alasan di balik siasat tersebut. Meski demikian, sikap anti-kezaliman tetap menjadi karakter kuat dirinya.

Ahlullah: Sosok Ahli Al-Qur’an dan Dzikir

Di tengah kesibukannya sebagai pendidik, politisi, dan penasihat kerajaan, Syekh Salim tetap dikenal sebagai ahli ibadah. Seorang sahabatnya dari Makkah, Syekh Ahmad al-Hadhrawi, pernah menuturkan:

“Aku melihat Syekh Salim mengkhatamkan Al-Qur’an hanya dalam thawaf di Ka’bah.”

Ungkapan ini menggambarkan betapa tingginya kedekatan spiritual beliau kepada Allah.

Menangkal Hoaks dengan Bab “Menjaga Lisan”: Perspektif Imam Nawawi untuk Era Digital

Syekh Salim wafat di Batavia pada tahun 1271 H (1855 M). Walaupun telah tiada, beliau meninggalkan karya-karya bernilai tinggi, di antaranya:

  1. Kitab Safinatun Najah – kitab fikih ringkas yang sangat populer di dunia pesantren.
  2. Al-Fawaid al-Jaliyyah – karya yang mengkritik sistem perbankan konvensional dari sudut pandang syariat.

Kitab-kitab tersebut menjadi bukti keilmuan dan kepedulian beliau terhadap umat, terutama dalam memudahkan pemahaman fikih dasar bagi masyarakat luas.

Syekh Salim bin Sumair bukan hanya penulis Safinatun Najah. Ia adalah ulama yang mengintegrasikan ilmu, dakwah, politik, keberanian moral, dan kesucian spiritual. Perjalanan hidupnya menunjukkan bahwa ulama sejati tidak hanya mengajar, tetapi juga menegakkan kebenaran, menolak kezaliman, dan selalu menjaga kedekatan kepada Allah.

Warisan intelektual dan keteladanan beliau terus hidup hingga kini, terutama melalui kitab Safinatun Najah yang tetap menjadi pegangan ribuan santri di seluruh Nusantara.

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement