Khazanah
Beranda » Berita » Ketika Donatur Boleh Ngatur, Mengapa Kita Malah Enggan Diatur oleh Allah?

Ketika Donatur Boleh Ngatur, Mengapa Kita Malah Enggan Diatur oleh Allah?

Ketika Donatur Boleh Ngatur, Mengapa Kita Malah Enggan Diatur oleh Allah?
Ketika Donatur Boleh Ngatur, Mengapa Kita Malah Enggan Diatur oleh Allah?

 

SURAU.CO – Di tengah kehidupan sosial, kita sering melihat fenomena bahwa manusia mudah tunduk kepada manusia lainnya ketika ada kepentingan duniawi: harta, jabatan, pangkat, atau bantuan materi. Seseorang bisa begitu hormat dan patuh kepada seorang donatur hanya karena merasa memiliki “hutang budi”, atau karena takut kehilangan bantuan yang diberikan.

Namun pada saat yang sama, ketika Allah – Sang Pemberi rezeki yang hakiki – memberi aturan-Nya melalui wahyu, banyak manusia yang justru menolak untuk tunduk.

Inilah ironi besar dalam hidup: kita mau diatur oleh sesama makhluk, tapi enggan diatur oleh Sang Pencipta.

Ketundukan yang Salah Arah

Tersebut menampilkan kutipan bahwa sebagian manusia tunduk kepada manusia lain karena harta atau jabatan. Ini adalah kenyataan yang sering terjadi. Padahal kedudukan sejati hanya milik Allah. Hanya ketaatan kepada Allah yang mendatangkan kemuliaan, ketenangan, dan keberkahan.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Ketika seseorang memuliakan manusia lebih daripada memuliakan Allah, maka hatinya mulai rusak. Ia mengorbankan prinsip demi pujian manusia. Ia menukar ketaatan kepada Allah demi dunia yang fana.

Allah-lah “Donatur” Tertinggi

Setiap rezeki yang datang melalui manusia sejatinya hanya perantara. Pemberi hakiki adalah Allah. Maka aneh ketika seorang hamba begitu taat kepada pemberi bantuan, tetapi tidak taat kepada Allah yang memberi nikmat tak terhitung setiap detik:

udara yang kita hirup,
kesehatan yang kita rasakan,

rezeki yang terus mengalir,

keselamatan yang Allah jaga,
hati yang Allah tenangkan.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Jika manusia yang hanya memberi “setetes” kebaikan saja kita hormati, bagaimana mungkin kita tidak tunduk kepada Allah yang memberi “lautan” nikmat tanpa henti?

Ketundukan yang Mengangkat Derajat

Dalam kutipan Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah disebut:

“Tidak ada kemuliaan bagi hati kecuali dengan tunduk kepada Rabb-nya.”

Ketundukan kepada Allah bukanlah kerendahan, melainkan sumber kemuliaan. Orang yang tunduk kepada Allah akan:

kuat menghadapi tekanan manusia,
tidak mudah tergoyahkan oleh dunia,

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

jiwanya lapang,

Allah menyinari hatinya (dengan petunjuk), dan Allah memberkahi hidupnya.

Hanya kepada Allah seorang Mukmin merendahkan diri, dan hanya dengan itu pula ia terangkat derajatnya.

Dunia Menuntut, Allah Membimbing

Donatur dunia biasanya memberi dengan syarat:
“Kalau ingin bantuan, lakukan ini.”
“Kalau ingin terus didukung, jangan lakukan hal itu.”

Namun Allah tidak memberi aturan untuk mengekang, melainkan untuk menyelamatkan. Setiap perintah-Nya adalah rahmat. Dan Setiap larangan-Nya adalah penjagaan. Setiap ketentuan-Nya adalah petunjuk menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

Jangan Mau Diatur oleh Nafsu

Sering kali masalah sebenarnya bukan takut kepada manusia, tetapi terlalu mengikuti hawa nafsu. Karena itu, meski tahu Allah-lah pemberi nikmat, manusia tetap enggan untuk diatur.

Allah perintahkan shalat, tapi nafsu bilang “nanti saja”.
>Allah perintahkan menutup aurat, tapi nafsu bilang “belum siap”.

Allah larang riba, tapi nafsu bilang “untuk modal dulu”.
>Allah larang zina, nafsu bilang “cuma coba-coba”.

Padahal nafsu tidak pernah memberi apa pun kecuali penyesalan.

Penutup: Hidup Adalah Pilihan Kepada Allah

Hidup ini adalah pilihan ketundukan.
Kita bisa tunduk kepada manusia dan dunia, atau tunduk kepada Allah dan meraih kemuliaan.

Jika donatur dunia saja kita hormati, maka Allah – Sang Pemberi Rezeki – jauh lebih layak untuk ditaati.

Semoga Allah melembutkan hati kita untuk selalu tunduk kepada-Nya, mengikuti petunjuk-Nya, dan menjauhi apa yang Dia larang. Karena hanya dengan itu hidup kita benar-benar mulia. (Oleh  : Tengku Iskandar, M. Pd – Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat Indonesia)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement