Khazanah
Beranda » Berita » Tanda-Tanda Wali: Penjelasan Al-Hikam tentang Cahaya Ilahi

Tanda-Tanda Wali: Penjelasan Al-Hikam tentang Cahaya Ilahi

Ilustrasi hamba yang menundukkan hati dalam doa yang tulus kepada Allah.
Ilustrasi hamba yang menundukkan hati dalam doa yang tulus kepada Allah.

SURAU.CO-Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari  dalam Al-Hikam mengatakan:

“Bisa jadi, hati berhenti bersama cahaya-cahaya, sebagaimana jiwa terhijab oleh gelapnya bayang-bayang ciptaan.”

Tatkala hati melihat cahaya yang Allah Swt. pancarkan, maka bisa jadi ia akan berhenti di hadapannya.  Menurut Syekh Ibnu ‘Athaillah, ini adalah sebuah tanda bahwa hati kita masih belum mencapai kesempurnaan.

Oleh karena itu, Syekh Ibnu ‘Athaillah mendorong kita agar terus berjalan dan melangkahkan hati. Jangan hanya berhenti di hadapan cahaya. Pencarian kita yang sebenarnya adalah pada sesuatu yang ada di balik cahaya itu, yaitu Allah Swt. Cahaya yang kita lihat hanyalah tanda kebesaran-Nya, dan ia menunjukkan bahwa perjalanan kita hampir mencapai puncaknya.

Jikalau kita berhenti sampai di situ, maka cahaya itu justru akan menjadi hijab yang menghalangi upaya kita mencapai tujuan. Sadarlah segera. Kenyataan yang sedang kita alami itu adalah seperti jiwa yang ditutupi oleh gelapnya bayang-bayang makhluk.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Hanya saja, bedanya, yang satu penghalangnya adalah cahaya, sedangkan yang satu lagi kegelapan. Perhatikanlah itu dengan baik-baik, dan jangan sampai tertipu.

Cara Allah Menutup Cahaya Batin

Syekh Ibnu ‘Athaillah menegaskan:

“Allah Swt. menutup cahaya relung-relung jiwa dengan tebalnya perbuatan-perbuatan zahir untuk memuliakannya, agar tidak menjadi murahan karena terlihat nyata dan tidak dipanggil dengan lisan ketenaran.”

Allah Swt. sengaja menutup cahaya yang ada di relung-relung jiwa dengan perbuatan-perbuatan zahir sebagai bentuk kehormatan baginya. Syekh Ibnu ‘Athaillah menyampaikan,  apakah kita tidak menyaksikan bahwa setiap yang tertutup itu jauh lebih berharga dan lebih dihormati daripada yang terbuka? Biasanya, setiap sesuatu yang mudah dilihat dan disaksikan, nilainya berkurang dalam pandangan orang lain.

Misalnya, ketika kita menyaksikan perempuan yang memakai hijab atau menutup aurat, bukankah kita lebih menghormatinya dan tidak berani mengganggunya? Hal ini berbanding terbalik dengan perempuan yang selalu mengumbar aurat. Kita sama sekali tidak respek dan tertarik dengan gayanya, bahkan ia menjadi bahan cemoohan kita. Itulah contoh kecil yang bisa kita dapatkan di tengah-tengah masyarakat. Dan, begitu juga halnya dengan cahaya hati. Ia sengaja Allah Swt. tutupi dengan perbuatan-perbuatan zahir.

Sikap yang Benar Terhadap Musibah

Intinya, jikalau kita ingin membuka dan memperlihatkan cahaya itu, maka perbaikilah perbuatan kita. Janganlah melakukan hal-hal yang dilarang oleh-Nya, dan kerjakanlah selalu perintah-Nya. Selama kita masih melanggar aturan-Nya, maka cahaya itu akan selalu tertutup.

Tanda Wali Allah

Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari

“Maha Suci Allah Swt. yang tidak menjadikan tanda wali-wali-Nya, kecuali dengan tanda diri-Nya. Dan, tanda itu tidak akan sampai kepada mereka, kecuali orang yang Dia inginkan untuk sampai kepada-Nya.”

Para wali Allah Swt. adalah orang-orang yang memiliki kedudukan khusus di sisi-Nya. Mereka telah mendapatkan cahaya-Nya dan mengetahui hikmah dan rahasia yang ada di balik sebuah peristiwa. Jikalau ada yang bertanya kepada kita, apakah ciri-ciri seorang wali? Jawablah, bahwa orang wali itu tidak memiliki tanda-tanda khusus yang dapat diketahui oleh seluruh manusia. Allah Swt. menjadikan diri-Nya sebagai tanda bagi para wali-Nya. Artinya, jikalau kita mengenal-Nya, maka kita akan mengenal wali-Nya.

Sangat tepat jikalau ada seorang ulama yang mengatakan,

Filosofi Bathok Bolu Isi Madu: Kemuliaan Hati di Balik Kesederhanaan

“Jikalau kita melihat seseorang, kemudian kita langsung mengingat Allah Swt., maka ketahuilah bahwa ia adalah wali-Nya.”

Tidak semua orang bisa menemui wali-Nya, sebab orang yang wali itu sulit kita temukan di tengah keramaian. Ia berpenampilan layaknya manusia biasa. Hanya orang-orang yang telah Allah Swt.  tentukan yang bisa menemui-Nya, agar bisa memohon doanya demi kebaikannya di dunia dan akhirat. Ia akan selalu memberikan petunjuk kepada manusia yang lain menuju kebenaran. Belajarlah kepadanya agar kita sampai di sisi Allah Swt.(St.Diyar)

Referensi : Atha’illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam (penerjemah : D.A. Pakih Sati)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement