Khazanah
Beranda » Berita » Dewasa dalam Ibadah: Hikmah Ibnu ‘Athaillah dalam Al-Hikam tentang Pemberian dan Penolakan

Dewasa dalam Ibadah: Hikmah Ibnu ‘Athaillah dalam Al-Hikam tentang Pemberian dan Penolakan

Ilustrasi hamba yang berikhtiar menyucikan hati.
Ilustrasi hamba yang berikhtiar menyucikan hati.

SURAU.CO-Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari  dalam Al-Hikam mengatakan:

“Ketika kita diberi, maka kita akan bahagia. Ketika kita ditolak, maka kita akan cemberut. Berdasarkan hal itu, ketahuilah bahwa kita masih kanak-kanakan, dan ibadah kita belum tulus.”

Perhatikanlah diri kita baik-baik. Jikalau kita bahagia ketika mendapatkan sesuatu yang kita inginkan, lalu bersedih ketika tidak berhasil mendapatkan sesuatu yang kita harapkan, maka itu menunjukkan bahwa kita masih kekanak-kanakan, dan ibadah yang kita jalankan belum sepenuhnya benar.

Kenapa kita dikatakan masih kanak-kanakan?

Syekh Ibnu ‘Athaillah mengajak kita untuk memperhatikan lelaku anak kita sendiri. Jikalau kita memberikannya hadiah atau sesuatu yang anak kita inginkan, bukankah ia akan bahagia? Dan, ketika kita tidak memberikan sesuatu yang ia inginkan, bukankah ia akan menangis? Ya, itulah sifat dan karakter dasar anak-anak. Oleh karena itu, jikalau kita bersikap seperti itu kepada Allah Swt., itu artinya kita belum dewasa sebagai hamba-Nya. Keyakinan dan rasa tawakal kita belum mencapai kesempurnaan. Masih banyak yang harus kita introspeksi dengan sebaik-baiknya.

Sikap seperti itu juga menunjukkan ketidaktulusan kita dalam beribadah kepada Allah Swt. Jikalau ibadah yang kita kerjakan selama ini tulus dan benar-benar mengharapkan ridha-Nya, maka kita tidak akan merasakan perbedaan antara mendapat pemberian dan mendapat penolakan. Bagi kita, keduanya sama saja.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Kemudian Syekh Ibnu ‘Athaillah mengatakan bahwa jikalau Allah Swt. memberikan sesuatu yang kita minta, maka kita bersyukur kepada-Nya, semakin rajin menjalankan semua perintah dan menjauhi semua larangan-Nya. Jikalau permintaan kita ditolak, maka kita akan introspeksi diri.  Dan ketika  ada kesalahan yang selama ini kita lakukan, maka kita akan berusaha menjauhinya. Jikalau rasanya tidak ada kesalahan yang kita lakukan, maka ketahuilah bahwa Dia menginginkan sesuatu yang lebih baik bagi kita, atau bisa jadi Dia menunda pengabulan doa kita.

Bagaimanapun, semua yang Allah Swt. tentukan dan takdirkan bagi hamba-Nya adalah poin terbaik. Bersyukurlah, dan jangan pernah mencela ketentuan Allah Swt.

Jangan Berputus Asa karena Suatu Dosa

Syekh Ibnu ‘Athaillah berpesan pada kita:

“Jikalau kita terjerumus ke dalam perbuatan dosa, maka janganlah hal itu menyebabkan kita putus asa untuk memperoleh sikap istikamah bersama Tuhan kita. Sebab, bisa jadi itu adalah dosa terakhir yang ditakdirkan untuk kita.”

Jikalau kita melakukan suatu dosa atau telah lama terjerumus ke dalam kubangan dosa, maka Syekh Ibnu ‘Athaillah memotivasu agar janganlah kita berputus asa untuk mendapatkan rahmat Allah Swt. dan istikamah di jalan-Nya. Jikalau kita menyangka bahwa dosa-dosa yang kita lakukan selama ini membuat kita tidak layak mendapatkan pengampunan-Nya, maka itu adalah kesalahan besar dalam berpikir.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Bila kita tidak mempersekutukan Allah Swt. dengan apa pun, maka Syekh Ibnu ‘Athaillah meyakinkan bahwa kita bisa kembali kepada-Nya dan mengharapkan ampunan-Nya, selama nyawa kita belum sampai di kerongkongan dan matahari belum terbit di sebelah barat. Jangan pernah menyangka bahwa kita telah Allah telah menakdirkan kita menjadi ahli maksiat dan penghuni neraka.

Adaapun Syekh Ibnu ‘Athaillah menerangkan bahwa takdir itu urusan Allah Swt., dan tidak ada seorang pun yang mengetahuinya, termasuk para malaikat yang berada di sekeliling Arsy-Nya. Bisa jadi, dosa yang kita lakukan sekarang ini adalah dosa terakhir yang ditakdirkan bagi kita. Bersegeralah kembali kepada-Nya. Bertaubatlah dengan sebenar-benarnya. Mudah-mudahan kita mendapatkan rahmat-Nya dan berhak menempati surga-Nya.(St.Diyar)

Referensi : Atha’illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam (penerjemah : D.A. Pakih Sati)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement