Khazanah
Beranda » Berita » Ketika Yang Zhahir dan Yang Batin Menyatu: Pelajaran Besar dari Al-Hikam

Ketika Yang Zhahir dan Yang Batin Menyatu: Pelajaran Besar dari Al-Hikam

Ilustrasi hamba yang berikhtiar menyucikan hati.
Ilustrasi hamba yang berikhtiar menyucikan hati.

SURAU.CO-Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari  dalam Al-Hikam mengatakan:

“Jikalau bukan karena penampakan Allah Swt. di alam semesta, maka tidak akan ada pandangan yang menyaksikan-Nya. Jikalau sifat-sifat-Nya terlihat, maka alam semesta ini akan lenyap.”

Syekh Ibnu ‘Athaillah  menjelaskan bahwa jikalau Allah Swt. tidak menampakkan sifat-sifat-Nya di alam semesta ini, maka kita tidak akan pernah bisa menyaksikan-Nya. Mungkin, kita akan bertanya, kenapa tidak bisa melihat sifat-sifat-Nya, padahal kita bisa menyaksikan alam semesta ini dengan jelas?

Begini, sebenarnya alam semesta dan seluruh isinya adalah sesuatu yang fana; hakikatnya adalah tiada. Namun, Allah Swt. memberikan sedikit sifat wujud-Nya di dalamnya, sehingga kita bisa menyaksikan alam semesta seperti sekarang ini. Oleh karena itu, kita tidak boleh lalai. Ingatlah, wujud hakiki itu adalah wujud-Nya.

Selanjutnya, jikalau Allah Swt. ingin menampakkan sifat-sifat-Nya dengan wujud yang sebenarnya, maka tidak akan ada sesuatu pun yang mampu bertahan di dunia ini. Semuanya akan hancur lebur. Cobalah kita ingat-ingat kembali bagaimana kisah Bani Israil yang ingin melihat-Nya. Gunung yang menjadi objek penglihatan mereka menjadi hancur, dan semua pingsan tak sadarkan diri.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Tidakkah kita menyadari bagaimana kuat dan kokohnya sebuah gunung? Akan tetapi, gunung tetap tidak mampu memikul penampakan Dzat Yang Maha Kuasa dan Maha Agung.

Maha Zhahir dan Maha Batin

Syekh Ibnu ‘Athaillah menjelaskan:

“Allah Swt. menampakkan segala sesuatu karena Dia Maha Batin. Dan, Dia melipat wujud segala sesuatu karena Dia Maha Zhahir.”

Kita bisa menyaksikan manusia berjalan, pohon-pohon bergerak, dan angin berhembus; semua itu adalah rahmat Allah Swt. dan karunia-Nya kepada kita. Jikalau Dia tidak bersembunyi, maka kita tidak pernah mampu menyaksikan semua itu. Hal tersebut Allah Swt. lakukan untuk menunjukkan kepada kita bahwa Dia adalah Dzat yang Maha Batin.

Sebaliknya, ketika Allah Swt. menampakkan diri kepada kita, maka kita dan seluruh yang ada di alam semesta ini akan lenyap dan larut dalam kefanaan. Ini Dia lakukan untuk menunjukkan kepada kita bahwa Dia adalah Dzat yang Maha Zhahir. Pelajaran berharga yang bisa kita peroleh  mengenai wujud hakiki, Bahwa semua yang ada di dunia ini adalah semu dan fana. Hanya Allah Swt. semata yang akan abadi dan hakiki. Jadi, jangan pernah menyombongkan diri karena kita akan menghadapi kebinasaan, baik kita menginginkannya maupun tidak.

Sikap yang Benar Terhadap Musibah

 Tidak Sekadar Melihat Alam Semesta

Syekh Ibnu ‘Athaillah berkata:

“Allah Swt. mengizinkan kita untuk melihat semua yang terdapat di alam semesta. Akan tetapi, Dia tidak menginginkan kita berhenti sampai di situ saja. Katakanlah, ‘Lihatlah sesuatu yang ada di langit.’ Dia membukakan bagi kita pintu pemahaman, dan tidak mengatakan, ‘Lihatlah langit.’ Semua itu Dia lakukan untuk menunjukkan kepada kita tentang keberadaan benda langit.”

Allah Swt. memberikan izin kepada kita untuk melihat apa saja yang ada di dalam alam semesta ini, agar kita bisa merenungkannya dan memahami rahasia yang ada di baliknya. Selain itu, kita juga bisa menyaksikan kesempurnaan ciptaan-Nya dan keagungan-Nya dari berbagai peristiwa yang terjadi. Dalam desiran angin yang bertiup, terdapat kebesaran Allah Swt. yang mampu mengendalikan angin sesuai dengan keinginan-Nya. Dalam setiap titik hujan yang turun ke bumi, terdapat kekuasaan Allah Swt. yang mampu menurunkan air dari langit. Dan, masih banyak lagi pelajaran yang bisa kita ambil dari alam semesta ini.

Sesungguhnya, dalam pemberian izin dari Allah Swt. kepada kita untuk melihat segala sesuatu yang ada di alam semesta ini terdapat hikmah yang besar. Kita tidak boleh hanya berhenti di situ saja, namun harus merenungkan dan memikirkan segala sesuatu yang di dunia ini, agar kita bisa mencapai makrifat. Jikalau kita hanya sekadar takjub dan mengagumi alam semesta, maka hal itu justru akan menjadi bumerang bagi kita, yaitu akan menghalangi kita dari cahaya-Nya.

Jikalau kita melihat pemandangan yang indah, jangan hanya sekadar berdecak kagum, namun ucapkanlah, “Subhaanallah,” kemudian masukkanlah ke dalam relung-relung hati kita. Renungkanlah kemahabesaran Sang Pencipta. Jikalau kita mampu melakukan ini, maka kita akan mendapatkan cahaya-Nya, yang akan mengantarkan kita menuju makrifat-Nya. Sebaliknya, jika kita tidak mampu merenungi dan melihat kebesaran Allah Swt. yang berada di balik alam semesta ini, maka hal tersebut akan menghalangi kita dari cahaya-Nya. Semakin kita menikmati dan menemukan kebesaran Allah Swt. dalam setiap ciptaan-Nya, maka justru kita akan semakin dekat kepada cahaya-Nya.

Filosofi Bathok Bolu Isi Madu: Kemuliaan Hati di Balik Kesederhanaan

Perintah Allah Agar Memperhatikan Alam Semesta

Syekh Ibnu ‘Athaillah menjelaskan bahwa kita diperintahkan untuk memperhatikan alam semesta ini agar kita mampu memahami kemahabesaran-Nya, mengakui adanya alam gaib, dan mengetahui keagungan-Nya. Bukan untuk menunjukkan eksistensi-Nya, karena Allah Swt. adalah Dzat yang Maha Zhahir dan Maha Besar, yang tidak memerlukan alam semesta ini dan semisalnya untuk menunjukkan eksistensi-Nya.

Jikalau kita adalah seseorang yang mampu membaca susunan huruf, maka apa yang akan kita lakukan jikalau melihat sebuah kata? Bukankah kita akan membacanya baik-baik dan berusaha memahami makna di dalamnya?! Begitulah keadaan orang yang akan mendapatkan cahaya-Nya.

Sebaliknya, jikalau kita hanya seseorang yang buta huruf, maka apa yang akan kita lakukan saat melihat sebuah kata? Bukankah kita hanya sekadar melihat dan menikmati keindahannya bila tulisan itu indah?! Kita sama sekali tidak ada hasrat dan keinginan untuk mengetahui makna yang ada di baliknya. Inilah yang membedakan antara seorang arif dengan seorang jahil.(St.Diyar)

Referensi : Atha’illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam (penerjemah : D.A. Pakih Sati)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement