Opinion
Beranda » Berita » Hati yang Gelisah, Jiwa yang Kehilangan Arah

Hati yang Gelisah, Jiwa yang Kehilangan Arah

Hati yang Gelisah, Jiwa yang Kehilangan Arah
Hati yang Gelisah, Jiwa yang Kehilangan Arah

 

SURAU.CO – Ada orang yang tertawa setiap hari, tertib bekerja, tampak baik-baik saja di mata manusia,
namun ketika malam datang,
ia berperang sendirian dengan pikirannya.

Hati terasa sempit.
Dada sesak tanpa luka.
Tidur tanpa benar-benar istirahat.
Bangun tanpa benar-benar bersemangat.

Ia tidak tahu pasti apa yang hilang.
Uang ada. Pekerjaan ada. Keluarga ada.
Namun entah kenapa,
tenang itu tidak ada.

Inilah yang disebut gelisah.
Bukan karena miskin.
Bukan karena lapar.
Tapi karena hati kehilangan tempat bergantung.

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

𝗞𝗜𝗧𝗔 𝗠𝗘𝗡𝗖𝗔𝗥𝗜 𝗧𝗘𝗡𝗔𝗡𝗚 𝗞𝗘 𝗧𝗘𝗠𝗣𝗔𝗧 𝗬𝗔𝗡𝗚 𝗦𝗔𝗟𝗔𝗛

Ketika hati gelisah, manusia lari ke banyak hal:

Ke hiburan tanpa henti
Ke manusia yang sama-sama lemah
Ke perjalanan demi perjalanan
Ke tawa yang dipaksakan

Namun setelah semua itu,
gelisah masih tinggal.
Malah kadang semakin dalam.

Kita mengira masalahnya dunia.
Padahal sesungguhnya,
masalahnya adalah jarak kita dengan Allah.

Kita sibuk mengisi waktu,
tapi lupa mengisi hati.

Frugal Living Ala Nabi: Menemukan Kebahagiaan Lewat Pintu Qanaah

Kita sibuk menenangkan pikiran,
tapi lupa menenangkan iman.

𝗔𝗟𝗟𝗔𝗛 𝗦𝗨𝗗𝗔𝗛 𝗠𝗘𝗠𝗕𝗘𝗥𝗜 𝗝𝗔𝗪𝗔𝗕𝗔𝗡𝗡𝗬𝗔

Allah tidak membiarkan manusia tersesat tanpa jawaban.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berfirman dengan sangat jelas:

𝗜𝗻𝗴𝗮𝘁𝗹𝗮𝗵, 𝗵𝗮𝗻𝘆𝗮 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗶𝗻𝗴𝗮𝘁 𝗔𝗹𝗹𝗮𝗵 𝗵𝗮𝘁𝗶 𝗺𝗲𝗻𝗷𝗮𝗱𝗶 𝘁𝗲𝗻𝗮𝗻𝗴.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

Bukan dengan harta.
>Bukan dengan pujian.
>Bukan dengan dunia.

Hanya dengan mengingat Allah.

Menyelaraskan Minimalisme dan Konsep Zuhud: Relevansi Kitab Riyadhus Shalihin di Era Modern

Artinya jika hati kita tidak tenang,
bukan semata karena masalah hidup kita berat,
tetapi karena dzikir kita terlalu ringan.

𝗗𝗢𝗦𝗔 𝗧𝗜𝗗𝗔𝗞 𝗦𝗘𝗟𝗔𝗟𝗨 𝗧𝗘𝗥𝗔𝗦𝗔 𝗦𝗔𝗞𝗜𝗧, 𝗧𝗔𝗣𝗜 𝗘𝗙𝗘𝗞𝗡𝗬𝗔 𝗠𝗘𝗠𝗔𝗧𝗜𝗞𝗔𝗡

Dosa itu aneh.
Ia tidak selalu membuat kita langsung jatuh.
Kadang ia hanya membuat kita…
tidak tenang.

Shalat masih jalan.
Aktivitas masih normal.
Orang lain melihat kita baik-baik saja.

Namun di dalam,
hati kita remuk pelan-pelan.

Gelisah itu kadang bukan karena masalah baru,
tapi karena dosa lama yang belum ditobati.

𝗚𝗘𝗟𝗜𝗦𝗔𝗛 𝗕𝗨𝗞𝗔𝗡 𝗧𝗔𝗡𝗗𝗔 𝗔𝗟𝗟𝗔𝗛 𝗠𝗘𝗠𝗕𝗘𝗡𝗖𝗜

Justru sebaliknya,

Hati yang masih gelisah adalah tanda bahwa iman belum mati.

𝐊𝐚𝐫𝐞𝐧𝐚 𝐣𝐢𝐤𝐚 𝐢𝐦𝐚𝐧 𝐛𝐞𝐧𝐚𝐫-𝐛𝐞𝐧𝐚𝐫 𝐦𝐚𝐭𝐢,
𝐦𝐚𝐧𝐮𝐬𝐢𝐚 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐠𝐞𝐥𝐢𝐬𝐚𝐡 𝐬𝐚𝐚𝐭 𝐛𝐞𝐫𝐦𝐚𝐤𝐬𝐢𝐚𝐭.
𝐈𝐚 𝐭𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐝𝐨𝐬𝐚.
𝐈𝐚 𝐝𝐚𝐦𝐚𝐢 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐤𝐞𝐥𝐚𝐥𝐚𝐢𝐚𝐧.

Tapi kamu tidak.
Hatimu berontak.
Jiwamu menolak.
Batinmu sakit.

Itu tanda bahwa Allah masih memanggilmu,
dengan cara yang sangat lembut:
melalui kegelisahan.

𝗣𝗨𝗟𝗔𝗡𝗚 𝗔𝗗𝗔𝗟𝗔𝗛 𝗢𝗕𝗔𝗧 𝗣𝗔𝗟𝗜𝗡𝗚 𝗠𝗔𝗡𝗝𝗨𝗥

Kita terlalu lama mengeluh pada manusia,
padahal yang kita butuhkan adalah sujud yang jujur.

Kita terlalu sibuk menuntut dunia berubah,
padahal yang perlu berubah adalah hati kita sendiri.

Tenang itu tidak dicari di luar.
Tenang itu dikembalikan ke atas.

Ke tempat asalnya.
Yakni Kepada  Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

𝗝𝗔𝗡𝗚𝗔𝗡 𝗧𝗨𝗡𝗚𝗚𝗨 𝗦𝗘𝗠𝗨𝗔𝗡𝗬𝗔 𝗛𝗜𝗟𝗔𝗡𝗚 𝗕𝗔𝗥𝗨 𝗣𝗨𝗟𝗔𝗡𝗚

Banyak orang baru kembali setelah:

Kehilangan pekerjaan
Kehilangan keluarga
Kehilangan kesehatan
Kehilangan segalanya

Padahal Allah memanggil kita bukan dengan kehancuran, tapi dengan kegelisahan.

Agar kita pulang sebelum benar-benar jatuh dan waktunya habis.

𝗣𝗘𝗡𝗨𝗧𝗨𝗣

Jika hari ini hatimu gelisah,
jika malam-malammu penuh pikiran,
jika hidup terasa kosong meski dunia tersenyum padamu.

maka dengarlah ini baik-baik:

Bukan hidupmu yang rusak.
Yang menjauh adalah hatimu dari Allah.

Dan kabar baiknya,

Jalan pulang itu masih terbuka.
Pintu taubat itu belum tertutup.
Dan Allah tidak pernah bosan menunggumu.

Selama kamu belum bosan kembali.
Tapi Allah juga adil atas waktu kita untuk kembali, Tiba waktu gilirannya kita akan dikembalikan dalam kondisi itu.

Rasulullah ﷺ Bersabda:

> “Sungguh Allah lebih gembira dengan taubat seorang hamba-Nya daripada kegembiraan seseorang yang menemukan kembali untanya yang hilang di tengah padang pasir.” > (HR. Bukhari no. 6309, Muslim no. 2747)

Maknanya sangat dalam:
Orang yang kehilangan unta di padang pasir = hampir pasti mati.
Saat untanya kembali = kegembiraan puncak kehidupan. Namun Allah lebih gembira dari itu dengan taubatmu.

Jadi jangan menunggu karena kematian yang akan datang juga tidak menunggu.

Kira-kira menurut kamu apakah masih pantas jika seseorang masih mengatakan Allah tidak adil bagi seluruh makluknya? Silahkan tuliskan pendapatnya tentang apa penyebab manusia masih mencari banyak alasan sementara tidak melakukan solusinya dan dampak terhadap masa depannya jika terus demikian. (Rahmat Daily)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement