SURAU.CO-Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari dalam Al-Hikam mengatakan:
“Jikalau ada orang yang memuliakan kita, sesungguhnya ia hanyalah memuliakan kita karena keindahan tirai Allah Swt. Pujian itu hanyalah layak dimiliki oleh Zat yang menutupi aib kita. Pujian itu tidak layak diberikan kepada orang yang memuliakan dan berterima kasih kepada kita.”
Janganlah kita larut dalam kesenangan dan kebahagiaan hanya karena seseorang memuji kita. Ingatlah, ia memuji kita karena ia hanya melihat sisi kebaikan dalam diri kita. Ia sama sekali tidak mengetahui sisi kejelekan kita. Seandainya ia mengetahui kejelekan kita, kita bisa membayangkan hal buruk yang akan terjadi. Alih-alih memuji, ia justru akan mencaci dan mencela kita, bahkan menjauhi kita.
Oleh karena itu, Syekh Ibnu ‘Athaillah menerangkan bahwa yang paling layak adalah kita bersyukur kepada Zat yang telah menutupi aib kita, yaitu Allah Swt. Bersyukurlah dan berterima kasih kepada-Nya. Jangan justru berterima kasih kepada orang yang memuji dan menyanjung kita. Perlu kita sadari, itu adalah jebakan. Jikalau kita tidak hati-hati, kita akan terperosok ke dalam jurang kemaksiatan.
Menurut Syekh Ibnu ‘Athaillah kita harus berterima kasih kepada Allah Swt. yang telah menutupi segala aib kita, sehingga kita dipandang mulia dan terhormat di hadapan segenap umat manusia. Marilah kita berusaha untuk selalu membenarkan pujian yang dilontarkan kepada kita, yaitu dengan menjaga diri agar selalu berada di jalan kebenaran.
Sahabat Sejati
Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari dalam Al-Hikam menegaskan:
“Tidak ada seorang pun yang bisa disebut sahabat sejati kita, kecuali orang yang setia menemani kita dan mengetahui aib kita. Dan, itu tidak ada yang bisa melakukannya, kecuali Penguasa kita Yang Maha Mulia. Sebaik-baik orang yang kita temani adalah seseorang yang mengharapkan kita, bukan karena sesuatu yang akan diperolehnya dari kita.”
Apakah kita mengetahui siapakah sahabat kita yang sebenarnya? Apakah kita mengira bahwa orang-orang yang berada di sekitar kita adalah para pencinta sejati kita dan akan selalu bersama kita? Tidak. Mereka akan meninggalkan kita ketika ada sesuatu yang tidak diinginkannya dari kita, atau ketika mereka mendapati kita tidak memberikan sesuatu yang bermanfaat kepada mereka.
Ingatlah, sahabat yang sejati adalah orang yang setia menemani kita dan mengetahui aib kita. Jika seseorang bersahabat dengan kita, sedangkan ia hanya mengetahui kebaikan kita, ketahuilah bahwa ia suatu hari akan meninggalkan kita, yaitu ketika aib kita diketahuinya. Saat itu, kita akan menangis dan menyesali diri, karena begitu terpesona dengan pujiannya.
Perhatikanlah orang-orang yang loyal di sekitar kita. Bukankah mereka mencintai kita karena ada hubungan budi dengan kita, baik materi maupun spiritual? Ada sikap pragmatis di balik hubungan yang mereka jalin dengan kita. Apalagi, mereka hanya mengenal kebaikan kita. Jikalau suatu hari mereka tidak mendapatkan lagi yang diinginkan dari kita, maka mereka akan menjauh dan meninggalkan kita.
Syekh Ibnu ‘Athaillah menjelaskan bahwa hanya ada satu yang tidak akan meninggalkan kita dan mengetahui semua aib kita, yaitu Allah Swt. Dia akan selalu mengawasi dan mencurahkan rezeki serta karunia-Nya kepada kita, meskipun kita kufur kepada-Nya. Kasih sayang-Nya tidak akan terputus, walaupun kita selalu meninggalkan perintah-Nya. Itulah Sahabat Sejati, yang akan membuat kita merasa senang dan bahagia berada di sisi dan hadapan-Nya.(St.Diyar)
Referensi : Atha’illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam (penerjemah : D.A. Pakih Sati)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
