Khazanah
Beranda » Berita » Mengapa Doa Kita Lambat Terkabul? Jawaban Ibnu ‘Athaillah dalam Al-Hikam

Mengapa Doa Kita Lambat Terkabul? Jawaban Ibnu ‘Athaillah dalam Al-Hikam

Ilustrasi hamba yang bermunajat dan larut dalam doa.
Ilustrasi hamba yang bermunajat dan larut dalam doa.

SURAU.CO-Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari dalam Al-Hikam bertanya,

“Bagaimana mungkin kita akan mendapatkan hal-hal yang luar biasa, sedangkan kita tidak melepaskan kebiasaan-kebiasaan buruk dari diri kita?”

Seringkali kita mendambakan hal-hal istimewa, seperti karamah yang dimiliki para wali—kemampuan menembus api, terbang di udara, atau berjalan di atas air. Namun, kita harus ingat, semua keajaiban itu tidak akan pernah dapat kita raih selama kita masih terikat pada nafsu syahwat dan belum sepenuhnya mengerahkan segala usaha hanya kepada Allah Swt.

Ketika beribadah, kita wajib menjaga keikhlasan. Jangan biarkan ibadah kita dicemari oleh keinginan duniawi atau sifat riya. Jika kita menunaikan haji, janganlah niat kita hanya untuk dipuji dan dihormati masyarakat. Demikian pula saat shalat, janganlah semata-mata dilakukan agar kita dianggap shalih.

Kita harus meninggalkan semua hasrat kotor yang dibisikkan oleh setan. Apabila kita menuruti hasrat tersebut, kita akan terperosok dalam jurang kebobrokan, menjadi hamba yang biasa-biasa saja, dan kehilangan kedudukan istimewa di sisi-Nya. Oleh karena itu, dambakanlah hal-hal yang luar biasa dengan meninggalkan semua kebiasaan yang membinasakan diri kita.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Adab Bersama Allah

Kemudian menurut Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari,

“Yang terpenting bukanlah sekadar meminta, akan tetapi yang paling penting adalah kita dikaruniai adab yang baik.”

Ibadah memang kewajiban, tetapi memiliki adab (etika) yang baik dalam beribadah kepada Allah Swt. jauh lebih penting. Jika kita beribadah tanpa adab, nilainya bisa menjadi nol. Meskipun kita mungkin terbebas dari kewajiban, kita tidak berhak mendapatkan pahala; bahkan amalan yang kita kerjakan bisa menjadi sia-sia.

Kita wajib menjaga adab kepada Allah Swt. dalam setiap tindakan, baik secara lahir maupun batin. Janganlah kita hanya beribadah di hadapan orang banyak, tetapi melalaikannya ketika sendirian. Sama halnya dengan sedekah, kita perlu mengeluarkannya secara sembunyi dan terang-terangan.

Seringkali, kita lebih mudah menampakkan keshalihan di hadapan publik, namun hal sebaliknya terjadi saat kita sendirian. Misalnya, saat shalat berjamaah, kita mungkin mampu mengerjakan shalat sunnah yang panjang dan banyak rakaat. Akan tetapi, ketika sendirian, jumlah rakaatnya sedikit dan waktunya pun singkat. Ini adalah hal lumrah karena iman memang mengalami fluktuasi. Namun, sebagai hamba-Nya, kita harus terus berusaha mempertahankan keimanan di puncaknya, baik ketika sendirian maupun di hadapan khalayak. Marilah kita jaga adab yang baik bersama-Nya, karena itulah hakikat ibadah sejati.

Sikap yang Benar Terhadap Musibah

Perihal Cepatnya Terkabulnya Doa

Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari menyatakan,

“Tidak ada sesuatu yang bisa membuat permintaan kita terkabulkan layaknya keadaan darurat, dan tidak ada sesuatu yang membuat kita mendapatkan pemberian lebih cepat layaknya rasa hina dan rasa butuh.”

Kita harus menanamkan keyakinan dalam diri bahwa kita sangat membutuhkan Allah Swt. agar permintaan kita segera dikabulkan. Kita perlu menampakkan di hadapan Allah Swt. bahwa kita sangat butuh kepada-Nya; bahwa kita hanyalah hamba yang lemah, fakir, dan tidak memiliki apa pun.

Perhatikanlah kisah-kisah kehidupan: kapan manusia merasa paling dekat dengan Allah Swt.? Jawabannya adalah ketika mereka berada dalam kesulitan dan sangat membutuhkan pertolongan-Nya. Ketika kita lapar dan tidak makan selama berhari-hari, kepada siapa kita akan mengadu jika bukan kepada-Nya? Ketika kita sakit keras dan di ambang kematian, bukankah kita seharusnya memohon hanya kepada-Nya?

Jadi, perasaan butuh yang luar biasa kepada Allah Swt. adalah kunci pengabulan doa. Pada saat itulah, kita merasa benar-benar hina dan rendah di hadapan-Nya. Tidak ada satu pun tempat yang bisa kita jadikan sandaran, kecuali Allah. Tidak ada tempat untuk mengadu, kecuali kepada-Nya. Pada momen kerendahan hati inilah, Dia akan menunjukkan kuasa-Nya kepada kita.(St.Diyar)

Filosofi Bathok Bolu Isi Madu: Kemuliaan Hati di Balik Kesederhanaan

Referensi : Atha’illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam (penerjemah : D.A. Pakih Sati)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement