SURAU.CO – Nusantara kaya dengan tradisi yang bukan hanya menjadi identitas budaya, tetapi juga menjadi pengikat hubungan sosial antarwarga. Salah satu yang menarik perhatian hingga kini adalah Pesta Pakande-Kandea, sebuah tradisi besar masyarakat Buton yang penuh warna, kegembiraan, jamuan, dan nilai-nilai luhur. Tradisi ini bukan sekadar perayaan, melainkan juga simbol pemuliaan tamu, penghormatan antarsesama, serta bentuk nyata pelestarian budaya leluhur. Melalui pesta ini, masyarakat tidak hanya menyajikan makanan, tetapi juga menyajikan keramahan, kehangatan, serta wujud silaturahmi yang dalam.
Asal-Usul dan Latar Belakang Tradisi Pakande-Kandea
Tradisi Pakande-Kandea merupakan bagian dari budaya sebuah kerajaan maritim yang pernah berjaya di Sulawesi Tenggara. Pada masa lampau, gelaran pesta ini untuk menyambut tamu kehormatan kerajaan seperti pejabat dari luar wilayah, rombongan pedagang asing, atau para pembesar kerajaan tetangga. Jamuan besar tersebut bertujuan menunjukkan wibawa kerajaan sekaligus memperlihatkan betapa masyarakat Buton menjunjung tinggi nilai keramahan.
Nama “Pakande-Kandea” sendiri berasal dari kata “kandea/kande” dalam bahasa Wolio yang berarti makan. Dengan kata lain, arti Pakande-Kandea adalah sebagai kesempatan makan bersama dalam suasana kegembiraan dan kebersamaan. Meskipun inti acaranya berupa jamuan, nilai pentingnya justru bukan makanannya, melainkan kebersamaan yang mengelilinginya.
Seiring waktu, gelaran tradisi ini tidak hanya oleh kalangan istana, tetapi telah menjadi budaya masyarakat luas pada wilayah Buton, Baubau, Wakatobi, dan beberapa daerah sekitarnya. Tradisi ini sekarang menjadi bagian penting dari upacara adat besar, perayaan hari-hari penting, pesta budaya, hingga acara penyambutan tamu daerah.
Salah satu daya tarik terbesar dari Pakande-Kandea adalah tampilan visualnya yang sangat meriah. Masyarakat Buton menampilkan kekayaan budaya melalui busana, makanan, musik, dan tatanan adat yang khas. Ada beberapa elemen utama yang menjadikan tradisi ini berbeda dari jamuan lainnya.
Deretan Meja Panjang Dengan Aneka Hidangan Tradisional
Dalam pesta ini, warga menyusun deretan meja panjang yang penuh makanan tradisional. Tidak hanya satu atau dua jenis, tetapi puluhan jenis hidangan tradisional khas Buton. Mulai dari panganan hasil laut, makanan berbahan dasar sagu, kue-kue tradisional berwarna memikat, hingga aneka olahan hasil bumi.
Beberapa hidangan yang sering menjadi sajian dalam Pakande-Kandea antara lain:
- Lapa-lapa, makanan berbahan ketan yang berbungkus daun kelapa.
- Kambuse, hidangan dari sagu dengan tekstur lembut.
- Parende, sup ikan khas Buton yang gurih dan segar.
- Kasoami, makanan berbahan singkong diparut yang menjadi pengganti nasi.
- Kue bagea, kue keras berbahan sagu yang terkenal di Maluku dan Buton.
Meja bukan hanya penuh dengan makanan lezat, tetapi juga terhias dengan kain adat bernama “tobe”, yang warnanya mencolok dan memperindah tampilan jamuan.
Busana Adat Berwarna-Warni dan Musik Tradisi Penyambutan Tetamu
Para perempuan mengenakan pakaian adat kombowa, sedangkan laki-laki memakai baju adat kerah tinggi khas Buton. Warnanya cerah, menggambarkan semangat kebesaran budaya. Anak-anak hingga orang tua tampil dengan pakaian terbaik mereka, membuat suasana pesta semakin meriah.
Tamu yang datang dalam acara ini dipersilakan mencicipi hidangan yang tersaji. Ada tata cara tersendiri, termasuk bagaimana tuan rumah menyambut tamu dengan senyum, ucapan adat, dan gestur hormat. Bagi masyarakat Buton, tamu adalah “raja”, sehingga seluruh perhatian terpusatkan pada kenyamanan dan kehormatan tamu.
Alunan musik tradisional seperti ganda, kanda-kanda, dan lenso mengiringi pesta ini. Musik ini membuat suasana pesta menjadi lebih hidup. Tidak jarang pula masyarakat melakukan tari-tarian tradisional, seperti Tari Linda, yang penuh kelembutan dan keanggunan.
Makna Filosofis Pesta Pakande-Kandea
Dari balik keindahan dan kemeriahannya, Pakande-Kandea menyimpan nilai filosofis yang dalam dan relevan dengan kehidupan modern. Beberapa makna tersebut antara lain:
- Simbol Keramahan dan Kehormatan. Bagi masyarakat Buton, menghormati tamu bukan hanya adat, tetapi kewajiban moral. Filosofi “tamu adalah raja” tercermin kuat dalam pesta ini. Makanan paling enak disajikan, pakaian terbaik dikenakan, dan tuan rumah berusaha menjamu dengan sepenuh hati.
- Menguatkan Silaturahmi dan Persatuan. Pakande-Kandea menyatukan warga dari berbagai lapisan masyarakat. Mereka bekerja sama menyiapkan hidangan, mendekorasi tempat, dan menyambut tamu. Melalui kegiatan bersama ini, ikatan sosial menjadi lebih kuat. Dalam budaya Buton, seseorang dianggap terhormat bukan dari harta, tetapi dari bagaimana ia menjaga hubungan dengan sesama.
- Menghargai Warisan Leluhur. Pesta ini menjadi pengingat bahwa budaya leluhur adalah identitas yang tak ternilai. Melalui Pakande-Kandea, generasi muda dapat melihat langsung bagaimana nenek moyang mereka menggelar jamuan, menghormati tamu, dan merawat hubungan sosial.
- Ekspresi Syukur Atas Rezeki dan Keberkahan. Banyak masyarakat Buton memaknai pesta ini sebagai bentuk syukur kepada Allah atas nikmat dan hasil bumi yang mereka dapatkan. Hidangan yang melimpah menjadi simbol berkah, dan berbagi makanan menjadi wujud rasa syukur tersebut.
Pakande-Kandea Pada Era Modern
Meskipun zaman telah berubah, tradisi Pakande-Kandea tetap hidup. Bahkan, pesta ini sering menjadi agenda utama dalam festival budaya yang digelar pemerintah daerah. Wisatawan lokal dan mancanegara ikut serta menikmati jamuan sambil belajar nilai-nilai budaya Buton.
Di tengah arus modernisasi, masyarakat Buton menunjukkan kemampuan luar biasa dalam melestarikan budaya sambil menyesuaikannya dengan perkembangan zaman. Pesta ini bukan hanya menjadi bagian dari masa lalu, tetapi menjadi aset budaya yang terus dijaga untuk masa depan.
Melestarikan Tradisi
Ada beberapa alasan penting mengapa Pakande-Kandea perlu terus dilestarikan:
- Menjaga identitas budaya masyarakat Buton.
- Menjadi daya tarik wisata budaya yang bernilai ekonomi.
- Melatih generasi muda menghargai tradisi leluhur.
- Memperkuat solidaritas sosial masyarakat.
- Menjadi sarana promosi kearifan lokal kepada dunia luar.
Dalam konteks modern yang penuh individualisme, tradisi seperti Pakande-Kandea menjadi pengingat bahwa manusia sejati membutuhkan kebersamaan, gotong-royong, dan hubungan yang hangat dengan sesama.
Pesta Pakande-Kandea bukan sekadar perayaan makan bersama. Ia adalah lembaran budaya yang kaya akan makna; sebuah warisan yang mengajarkan penghormatan, keramahan, kebersamaan, dan hubungan antar manusia. Tradisi ini adalah kebanggaan masyarakat Buton yang patut dikenalkan kepada dunia. Di tengah perkembangan zaman, Pakande-Kandea tetap menjadi simbol bahwa kearifan lokal selalu memiliki tempat dalam hati masyarakat yang menghargai akar budayanya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
