SURAU.CO-Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari dalam Al-Hikam menyampaikan:
“Besarnya celaan kita tidak akan terhingga jika Allah Swt. mengembalikannya kepada kita. Dan, pujian kita tidak akan kosong jikalau Dia menampakkan kemuliaan-Nya kepada kita.”
Semua celaan yang tertuju kepada kita tidak akan ada habisnya. Sebab, kita berasal dari tanah dan air mani yang hina-dina. Kemudian, Allah akan mengembalikan kita lagi menjadi tanah. Syekh Ibnu ‘Athaillah mengajak kita mencoba meperhatikan isi perut kita, adakah kebaikan di dalamnya? Apa isinya? Semuanya hanyalah kotoran. Jikalau kita mau menghitungnya satu per satu maka kita tidak akan mampu melakukannya sampai kematian menghampiri kita. Jadi, janganlah pernah kita membanggakan apa pun yang kita lakukan, dan apa pun yang kita miliki. Prinsipnya, kita hanyalah hamba yang hina dan kecil di hadapan-Nya.
Cobalah kita perhatikan lagi, bagaimana Allah Swt. memuliakan kita? Padahal, kita memiliki jutaan cela dan hina. Dia menjadikan kita sebagai khalifah-Nya di muka bumi dan mengurus alam semesta, serta memberikan berbagai kenikmatan kepada kita. Semua itu menunjukkan bahwa hanya Allah-lah Yang Maha Kuasa dan layak menyombongkan diri. Kita tidak memiliki hak sama sekali untuk berlagak sombong.
Rububiyah dan Ubudiyah
Syekh Ibnu ‘Athaillah menuturkan :
“Bergantunglah kepada sifat-sifat rububiyah Allah Swt., dan wujudkanlah sifat-sifat ubudiyah kita.”
Sebagaimana kita ketahui bahwa Allah Swt. memiliki sifat-sifat yang mulia. Masing-masing nama-Nya memiliki sifat sendiri, ditambah dengan sifat lainnya yang tidak ada penamaannya. Sebagai hamba-Nya, kita harus memberikan hak setiap sifat-Nya itu. Misalnya, jikalau kita melihat seseorang meninggalkan perintah dan melanggar larangan-Nya, atau melanggar sesuatu yang berkaitan dengan kehormatan-Nya, maka marahlah atas nama Allah Swt. Bukankah salah satu sifat-Nya adalah murka kepada sesuatu yang dibenci-Nya? Jikalau kita melihat seorang miskin yang sedang meminta-minta dan kelaparan maka berikanlah sebagian rezeki-Nya yang dititipkan kepada kita. Bukankah salah satu sifat-Nya adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang?! Jikalau kita melihat seseorang yang saleh dan taat menjalankan perintah-Nya maka cintailah dirinya. Bukankah salah satu sifat-Nya adalah mencintai para hamba-Nya yang saleh?!
Ya, berikanlah hak setiap sifat-Nya, dan janganlah kita melalaikannya begitu saja. Dan, ingatlah, ketika kita melakukan semua itu maka niatkanlah untuk ibadah dan pengabdian kepada-Nya. Insya Allah, kita akan mendapatkan kedudukan khusus di sisi-Nya.
Mengklaim Memiliki Sifat Allah
Syekh Ibnu ‘Athaillah menjelaskan:
“Allah Swt. melarang kita untuk mengklaim sesuatu yang bukan milik kita. Apakah kita boleh mengklaim sifat-Nya, padahal Dia adalah Tuhan semesta alam?”
Apakah kita pernah mengklaim barang orang lain sebagai milik kita? Apakah yang terjadi? Bukankah orang yang bersangkutan akan marah?! Allah Swt. melarang kita mengklaim sesuatu yang bukan milik kita, baik harta, istri, anak-anak, dan lain sebagainya. Coba saja kita bayangkan, bagaimana jikalau kita mengklaim istri teman kita sebagai istri kita. Bukankah ia akan menghajar kita habis-habisan?!
Sekarang,Syekh Ibnu ‘Athaillah mengajak kitamenganalogikan dengan seseorang yang mengklaim memiliki sifat-sifat yang khusus hanya Allah Swt. miliki. Misalnya, seorang laki-laki mengklaim bahwa ia bisa menciptakan makhluk hidup layaknya manusia. Tentu, ini melanggar salah satu sifat-Nya, yaitu Pencipta. Tentu, Dia akan murka kepada kita. Sama halnya dengan Firaun yang mengklaim bahwa ia adalah Tuhan. Ini adalah bentuk perampasan hak-Nya.St.Diyar)
Referensi : Atha’illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam (penerjemah : D.A. Pakih Sati)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
