SURAU.CO-Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari dalam Al-Hikam menyampaikan:
“Ketika kita menginginkan balasan suatu amalan maka kita harus tulus dalam mengerjakannya. Bagi orang yang ragu-ragu, cukuplah keselamatan baginya.”
Ketika kita mengerjakan suatu amal ibadah, kemudian meminta balasannya kepada Allah Swt., maka kita harus melihat terlebih dahulu ikhlas atau tidaknya amalan yang kita kerjakan itu. Jikalau kita mengerjakan ibadah dengan ikhlas maka kita berhak mendapatkan sesuatu yang kita tuntut. Sebaliknya, bila kita tidak ikhlas dalam menjalankan ibadah, maka itu sebuah kesia-siaan.
Tidak jarang, amalan yang kita lakukan itu sama sekali tidak ikhlas. Mengharapkan balasan dari amalan yang kita kerjakan termasuk salah satu pertanda bahwa amalan kita telah dirasuki unsur-unsur duniawi atau materi. Oleh karena itu, nilai keikhlasannya berkurang, bahkan lenyap sama sekali.
Orang yang masih ragu-ragu untuk berbuat ikhlas dalam beramal, maka keselamatan merupakan suatu hal yang penting baginya. Seseorang yang berpikiran bahwa ibadah yang telah ia lakukan pantas dimintai balasannya, ia harus sadar bahwa hal tersebut tergolong sikap yang kurang ajar kepada Allah Swt.
Allah yang Akan Membalas Amalan Kita
Syekh Ibnu ‘Athaillah menuturkan :
“Janganlah menuntut balasan suatu amalan yang hakikatnya kita tidak mengerjakannya. Cukuplah balasan bagi kita dari suatu amalan yang Allah Swt. terima.”
Janganlah kita menuntut balasan pahala amalan yang tidak kita kerjakan. Walaupun kita telah mengerjakan ini dan itu, tetapi pantaskah kita menuntut balasan dari Allah Swt.?
Tidak, sama sekali tidak. Kita tidak boleh menuntut balasan kepada-Nya atas amalan yang kita kerjakan. Walaupun kita bergerak dan beramal, tetapi siapakah yang memberikan kemampuan kepada kita untuk mengerjakannya?! Siapa pula kita, sehingga kita sombong dan membanggakan amalan yang kita kerjakan?! Ingatlah, amalan yang kita kerjakan sama sekali tidak akan mampu menyelamatkan kita, walaupun kita beribadah seumur hidup. Sebab, yang mampu menyelamatkan kita hanyalah rahmat-Nya. Hanya saja, amalan itu adalah jalan untuk mendapatkan rahmat-Nya.
Amalan yang kita kerjakan itu sama sekali tidak sebanding dengan sehelai sayap nyamuk di sisi-Nya. Amalan kita ini sangat kecil dan hina. Oleh sebab itu, jangan pernah membanggakan amalan.
Ketika Allah Memperlihatkan Karunia-Nya
Syekh Ibnu ‘Athaillah menjelaskan :
“Jikalau Allah Swt. ingin memperlihatkan karunia-Nya kepada kita, maka Dia menciptakan (amalan), kemudian menyematkannya kepada kita.”
Janganlah kita pernah membanggakan amalan-amalan yang kita kerjakan, apalagi merasa paling bertakwa dan selamat. Sebesar apa pun amalan yang kita lakukan, semua itu tidak akan mampu menyelamatkan kita dari azab-Nya dan mengantarkan kita menuju surga-Nya. Hanya rahmat Allah Swt. semata yang mampu menyelamatkan kita dari siksa-Nya.
Ketaatan yang kita rasakan saat ini adalah nikmat Allah Swt. yang paling besar dan berharga buat kita. Jikalau Dia tidak menginginkan kita taat, maka kita sama sekali tidak akan tergerak menjalankannya.
Oleh karena itu, kita harus mensyukuri anugerah ini, yaitu Allah Swt. memberikan dan menyematkan taufik kepada kita dalam beribadah sebagai bagian dari hamba-hamba-Nya yang mau menyerahkan diri kepada-Nya.
Janganlah kita meremehkan orang lain yang berada di sekitar kita, yang belum mau atau sempat menjalankan ketaatan. Serulah mereka secara terus-menerus untuk taat kepada Allah Swt., dan jangan menghakimi mereka. Kuncinya hanya satu; jikalau Allah Swt. menginginkan mereka taat dalam menjalankan perintah-Nya, maka mereka akan berubah menjadi hamba-Nya yang saleh.(St.Diyar)
Referensi : Atha’illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam (penerjemah : D.A. Pakih Sati)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
