Khazanah
Beranda » Berita » Limpahan Cahaya dalam Sujud: Hikmah Shalat Menurut Al-Hikam

Limpahan Cahaya dalam Sujud: Hikmah Shalat Menurut Al-Hikam

Ilustrasi hamba yang menundukkan hati dalam doa yang tulus kepada Allah.
Ilustrasi hamba yang menundukkan hati dalam doa yang tulus kepada Allah.

SURAU.CO-Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari dalam Al-Hikam menjelaskan:

“Shalat berfungsi membersihkan hati dari kotoran-kotoran dosa dan membuka pintu kegaiban.”

Shalat yang kita kerjakan dengan sepenuh hati, memenuhi semua rukun dan syaratnya, akan mampu membersihkan hati dari dosa-dosa yang menyelimutinya. Jikalau hati kita kotor maka ia akan terhijab dari melihat Allah Swt. Akibatnya, kehidupan hati tersebut menjadi kelam dan tidak mampu menangkap sinyal-sinyal Ilahi yang dipantulkan kepadanya.

Sebaliknya, hati yang bersih dan suci akan mendapatkan cahaya-Nya. Dengan demikian, hati tersebut mampu menangkap rahasia-rahasia dan hakikat di balik sesuatu. Cobalah kita perhatikan orang-orang yang hatinya bersih dan dekat dengan-Nya, maka kita akan mendapatinya penuh wibawa, simpati, dan dihormati. Semua itu tidak lain adalah efek dari cahaya-Nya yang memancar di wajah dan budi pekertinya.

 Peranan Shalat

Syekh Ibnu ‘Athaillah menuturkan :

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

“Shalat adalah tempat bermunajat dan lahan membersihkan diri. Di dalamnya, terdapat medan rahasia yang luas dan kilauan cahaya yang bersinar terang.”

Shalat yang kita kerjakan sebanyak lima kali dalam sehari semalam adalah tempat kita bermunajat seorang hamba dengan Allah Swt. Shalat adalah momen yang tepat untuk berkhalwat bersama Sang Kekasih, mengadukan segala hajat, dan menyampaikan segala keluh-kesah.

Selanjutnya shalat juga merupakan lahan seorang hamba untuk membersihkan hati dari semua bentuk dosa dan maksiat. Sebab, dosa dan maksiat mengotori hati, serta membuatnya terhijab dan semakin jauh dari hidayah-Nya. Musibah dari mata hati yang buta lebih besar daripada musibah yang diakibatkan oleh mata kepala yang buta.

Ketika kita mengerjakan shalat maka kita sedang membaca dan mengkaji kitab segala rahasia yang ada di alam semesta ini, baik di langit maupun bumi. Bukankah kita mengenal malaikat, jin, dan sejenisnya dari Al-Qur’an? Lalu bukankah kita dapat mengetahui berbagai jenis ilmu pengetahuan yang sebelumnya tidak kita ketahui berkat Al-Qur’an? Selanjutnya bukankah kita mengetahui hidayah, taufik, kelapangan jiwa, dan lain sebagainya dari Al-Qur’an? Ya, Al-Qur’an adalah medan segala rahasia. Jikalau kita mampu mengkaji dan mendalaminya maka kita akan mengetahui rahasia-rahasia itu.

Pancaran cahaya Allah Swt. ada di dalam shalat yang kita kerjakan. Semakin rajin kita mengerjakan shalat, maka semakin besar harapan kita mendapatkan cahaya-Nya. Jikalau kita sudah mendapatkan-Nya maka segala rasa duniawi yang masih tersimpan di dalam diri kita akan lenyap sedikit demi sedikit. Dengan demikian, kita benar-benar merasakan kelezatan ibadah bersama-Nya.

Sikap yang Benar Terhadap Musibah

Allah Maha Mengetahui Tentang Hamba-Nya

Selanjutnya Syekh Ibnu ‘Athaillah menerangkan:

“Allah Swt. mengetahui kelemahan yang ada dalam diri kita, sehingga Dia meminimalkan jumlahnya. Dia juga mengetahui kebutuhan kita terhadap karunia-Nya, sehingga Dia memperbanyak jumlahnya.”

Allah Swt. Maha Mengetahui bahwa kita adalah makhluk yang lemah dan tidak mampu mengerjakan shalat dalam jumlah yang banyak. Oleh karena itu, Dia menetapkan jumlahnya bagi umat Islam sebanyak lima kali dalam sehari semalam: Subuh, Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya.

Jikalau kita hitung dan perhatikan secara sekilas, jumlah sebesar itu tidak akan mampu mengantarkan kita mendapatkan rahmat dan karunia-Nya yang Maha Agung. Oleh karena itu, Allah Swt. memberikan kesempatan kepada kita untuk memperbanyak pundi-pundi pahala dengan ibadah-ibadah sunnah, seperti shalat sunnah witir, shalat sunnah Tahiyatul Masjid, shalat sunnah Tahajud, dan lain sebagainya. Semua itu tidak membutuhkan waktu yang banyak dalam mengerjakannya. Artinya, kita mendapatkan kemuliaan dari Allah Swt. sebagai umat Muhammad Saw. dengan limpahan pahala, walaupun beban kewajiban yang kita pikul tidak terlalu banyak dan berat.(St.Diyar)

Referensi : Atha’illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam (penerjemah : D.A. Pakih Sati)

Filosofi Bathok Bolu Isi Madu: Kemuliaan Hati di Balik Kesederhanaan


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement