Khazanah Sejarah
Beranda » Berita » Sejarah dan Pergantian Warna Kiswah Ka’bah

Sejarah dan Pergantian Warna Kiswah Ka’bah

Sejarah dan Pergantian Warna Kiswah Ka'bah
Sejarah dan Pergantian Warna Kiswah Ka'bah. Gambar : SURAU.CO

SURAU.CO – Ka’bah adalah bangunan termulia di muka bumi, tempat yang Allah pilih sebagai arah kiblat kaum Muslimin, pusat ibadah, dan simbol tauhid sejak dahulu hingga hari ini. Sejak masa Nabi Ibrahim ‘alaihis-salam mendirikan kembali fondasi Ka’bah, bangunan ini selalu terjaga, mendapat kemuliaan, dan terhormat oleh berbagai generasi manusia. Salah satu bentuk pemuliaan itu adalah tradisi menutupi Ka’bah dengan kain khusus yang yakni Kiswah.

Kiswah bukan sekadar kain penutup biasa. Ia merupakan simbol penghormatan kepada Rumah Allah, lambang kemuliaan, sekaligus saksi sejarah panjang peradaban Islam. Setiap generasi memiliki cara, bahan, serta warna yang berbeda dalam memuliakan Ka’bah melalui Kiswah. Perjalanan panjang perubahan warna Kiswah pun menjadi catatan sejarah menarik yang jarang dibahas secara mendalam.

Awal Sejarah Kiswah Pada Masa Kuno

Sebagian riwayat menyebutkan bahwa orang pertama yang meletakkan penutup pada Ka’bah adalah Nabi Ismail ‘alaihis-salam, namun riwayat lebih kuat menunjukkan bahwa kabilah Jurhum adalah pihak yang pertama kali menutup Ka’bah dengan kain sederhana. Pada masa itu, bahan penutup tidak seistimewa sekarang. Ia hanyalah kain tenunan lokal yang tidak memiliki warna khusus.

Namun ketika bangsa Quraisy semakin berkembang dan Ka’bah menjadi pusat peribadatan Arab, tradisi Kiswah mulai berubah. Mereka mengganti Kiswah secara berkala, terutama saat haji atau setelah kain lama mulai rusak akibat panas padang pasir dan banyaknya jamaah yang bersentuhan dengan Ka’bah.

Kiswah Pada Masa Jahiliyah

Bangsa Quraisy menempatkan Ka’bah pada posisi sangat terhormat. Bahkan masyarakat jahiliyah sekalipun tidak pernah meremehkan Ka’bah. Kiswah pada periode ini biasanya menggunakan kain buatan Yaman, seperti Al-Ma’abar dan Al-Wasā’il. Juga kain bergaris atau berwarna polos serta bahan sederhana sesuai kemampuan ekonomi Quraisy kala itu.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Tokoh penting dalam sejarah Kiswah masa jahiliyah adalah Qusai bin Kilab, leluhur Nabi Muhammad . Beliaulah yang memerintahkan pengumpulan dana dari suku Quraisy untuk mempersiapkan Kiswah setiap tahun. Tradisi ini terus berlanjut hingga masa kenabian.

Kiswah Masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin

Ketika Nabi Muhammad menerima wahyu dan membimbing umat menuju Islam, beliau pun memuliakan Ka’bah. Dalam beberapa riwayat menyebutkan, beliau menutupi Ka’bah dengan kain Yaman berwarna putih. Kain Yaman terkenal berkualitas tinggi, halus, dan bernilai tinggi pada masa itu.

Rasulullah tidak banyak mengubah tradisi yang sudah berjalan, kecuali dengan cara yang lebih baik dan penuh kearifan. Setelah beliau wafat, para khalifah meneruskan penghormatan ini.

Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib, Kiswah berganti secara berkala menggunakan kain terbaik yang tersedia pada waktu tersebut.

Umar bin Khattab adalah tokoh yang terkenal sangat teliti dalam urusan Ka’bah. Beliau mengganti Kiswah dengan kain buatan Mesir bernama Qibathi, kain putih berkualitas yang sering bangsawan Romawi Timur gunakan. Utsman bin Affan melanjutkan penggunaannya dan menambahkan kain sutra pada Kiswah pada beberapa waktu tertentu.

Sikap yang Benar Terhadap Musibah

Pada masa inilah perubahan warna Kiswah mulai terlihat, khususnya dari warna putih menuju warna merah hati atau kuning keemasan dalam sejumlah kesempatan.

Kiswah Pada Masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah

Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, khususnya di era Khalifah Abdul Malik bin Marwan dan Al-Walid bin Abdul Malik, terjadi perubahan besar dalam kualitas dan warna Kiswah.

Mereka menggunakan Sutra merah, Sutra kuning dan Sutra putih yang bersulam emas Pada masa ini pula mulai memperkenalkan tradisi penulisan ayat Al-Qur’an pada bagian atas Kiswah, meskipun masih terbatas dan belum menjadi dekorasi utama seperti sekarang.

Dinasti Abbasiyah memberikan kontribusi besar bagi sejarah Kiswah, terutama dalam hal warna. Awalnya, mereka masih menggunakan warna dari masa Umayyah: putih dan merah. Namun kemudian mereka menetapkan warna hitam sebagai warna resmi Kiswah Ka’bah.

Khalifah Al-Mahdi-lah yang pertama kali menggunakan Kiswah berwarna hitam. Ada beberapa alasan mengapa warna hitam dipilih. Alasan tersebut adalah warna hitam menghadirkan kesan agung dan megah, lebih tahan terhadap panas dan debu serta menguatkan kesan wibawa Ka’bah di mata umat Islam

Filosofi Bathok Bolu Isi Madu: Kemuliaan Hati di Balik Kesederhanaan

Sejak masa itu, warna hitam menjadi standar utama Kiswah, dan bertahan sampai zaman modern. Masa Abbasiyah juga sebagai era kemewahan Kiswah. Mereka menggunakan Sutra hitam terbaik, Benang emas asli, dan Sulaman ayat kursi, surat Al-Ikhlas, serta doa-doa Inilah cikal-bakal desain Kiswah modern yang kita lihat hari ini.

Masa Mamluk dan Ottoman serta Kerajaan saudi Moderen

Setelah runtuhnya Abbasiyah di Baghdad, tanggung jawab pembuatan Kiswah diambil alih oleh:

  • Dinasti Mamluk Mesir
  • Kekaisaran Turki Utsmani

Kedua dinasti ini memberikan perhatian besar pada pembuatan Kiswah setiap tahun. Pabrik khusus didirikan untuk menenun sutra, menyulam benang emas, dan menghias Kiswah dengan kaligrafi khas Timur Tengah.

Pada masa Utsmani, desain Kiswah semakin terstandarisasi. Hiasan-hiasan kaligrafi disusun simetris dan membentuk sistem dekorasi yang masih menjadi inspirasi hingga sekarang.

Setelah Hijaz menjadi bagian dari Kerajaan Saudi, pembuatan Kiswah mulai dipusatkan di Makkah pada tahun 1927. Kemudian pada 1977 Raja Khalid membuka Kompleks Khusus Pembuatan Kiswah yang merupakan pusat produksi modern dengan teknologi tinggi. Karakter Kiswah modern meliputi:

  • Terbuat dari sutra murni seberat lebih dari 670 kg
  • Menggunakan benang emas dan perak seberat lebih dari 150 kg
  • Memiliki kaligrafi besar berwarna emas
  • Dikerjakan oleh para ahli tenun dan kaligrafi terbaik

Warna Kiswah tetap hitam, sesuai tradisi Abbasiyah, namun dengan desain yang semakin megah dan elegan.

Pergantian Kiswah Masa Sekarang dan Makna Filosofis Warna

Penggantian Kiswah setiap tanggal 9 Dzulhijjah, ketika jamaah haji sedang wukuf di Arafah. Prosesi penggantian dilakukan oleh tim khusus dan merupakan momen penuh kehormatan.

Kiswah lama tidak dibuang. Ia dipotong-potong dan dibagikan sebagai hadiah kepada tokoh penting dunia Islam, museum, dan lembaga pendidikan. Sebagian kecil dilelang untuk umum dengan harga yang sangat tinggi.

Pergantian warna Kiswah dari waktu ke waktu mengandung makna spiritual dan historis:

1. Warna putih. Melambangkan kesucian dan kejernihan hati. Ini adalah warna awal Kiswah dari masa Rasulullah hingga sebagian khulafaur rasyidin.

2. Warna merah dan kuning. Melambangkan keberanian, kekuatan, dan kemegahan dinasti. Populer pada masa Umayyah dan Abbasiyah awal.

3. Warna hitam. Menjadi simbol ketenangan, keagungan, dan kewibawaan. Pemilihan warna ini bukan hanya karena estetika, tetapi juga ketahanan terhadap kondisi cuaca wilayah Hijaz. Kini warna hitamlah yang menjadi identitas resmi Kiswah Ka’bah.

Penutup

Kiswah Ka’bah bukan sekadar kain penutup. Ia adalah simbol sejarah panjang Islam, saksi pergantian zaman, dan bukti betapa umat Islam memuliakan Rumah Allah. Perjalanan warna Kiswah dari putih, kuning, merah, hingga akhirnya hitam mencerminkan perkembangan budaya, teknologi, dan spiritualitas umat Islam sepanjang ribuan tahun.

Melihat Kiswah hari ini membuat kita menyadari bahwa umat Islam di seluruh dunia, dari generasi ke generasi, selalu memuliakan Ka’bah dengan cara terbaik yang mampu mereka lakukan.

Semoga pemahaman tentang sejarah Kiswah ini menambah kecintaan kita kepada Ka’bah dan memperkokoh rasa hormat kita kepada simbol-simbol suci yang telah Allah muliakan.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement