SURAU.CO. Merusak alam hukumnya haram dalam Islam karena termasuk perbuatan kerusakan (fasad) dan mendurhakai Allah SWT. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menyatakan bahwa segala tindakan yang menyebabkan kerusakan alam dan berdampak pada krisis iklim adalah haram. Pemerintah melarang keras tindakan merusak seperti deforestasi dan pembakaran lahan. Larangan ini sejalan dengan perintah menjaga bumi yang telah Allah SWT ciptakan dan atur dengan baik. Kita semua wajib menjaga dan memelihara lingkungan sebagai amanah dari Allah SWT.
- Pandangan Islam: Kita harus memelihara dan memanfaatkan bumi serta isinya dengan bijak. Allah SWT menciptakan bumi dan seisinya untuk kesejahteraan manusia. Al-Qur’an melarang perusakan alam, seperti yang disebutkan dalam Surah Al-A’raf ayat 56.
- Larangan kerusakan (fasad): Penafsiran ayat Al-Qur’an menyebutkan bahwa larangan berbuat kerusakan mencakup berbagai bidang, termasuk kerusakan lingkungan dan sumber penghidupan.
- Fatwa MUI: MUI secara resmi menyatakan bahwa merusak lingkungan hukumnya haram. Perbuatan itu mencakup deforestasi dan pembakaran lahan karena berdampak pada krisis iklim. Allah SWT membenci perbuatan merusak alam tersebut.
- Kewajiban menjaga alam: Menjaga kelestarian alam adalah kewajiban moral dan agama bagi seluruh umat manusia.
- Dampak positif menjaga alam: Sebaliknya, kita harus menjaga alam dan melestarikan ekosistemnya sebagai bentuk kebaikan yang dicintai Allah SWT. Tindakan ini juga merupakan bagian dari menjaga keseimbangan alam.
Filosofi
Dalam Islam, filosofi melarang perusakan alam didasarkan pada prinsip bahwa alam adalah amanah dari Allah SWT dan manusia bertindak sebagai khalifah (wakil) di bumi yang bertanggung jawab untuk memeliharanya. Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara eksplisit telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa segala kegiatan yang merusak alam hukumnya haram.
Landasan filosofis dan hukumnya
-
Manusia sebagai Khalifah dan Pemegang Amanah
Konsep utama dalam hubungan manusia dengan alam adalah khalifah fil ardh (wakil di bumi). Allah memberi manusia tanggung jawab, bukan kekuasaan mutlak, untuk mengelola bumi secara bijak. Selanjutnya, Allah menciptakan alam dalam keadaan seimbang dan baik. Allah melarang manusia merusak keseimbangan tersebut setelah Dia memperbaikinya.
-
Larangan Berbuat Kerusakan (Fasad)
Al-Qur’an dengan tegas melarang perbuatan fasad (kerusakan) di muka bumi. Beberapa ayat kunci yang mendasari larangan ini antara lain:
- QS. Al-A’raf ayat 56: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”
- QS. Ar-Rum ayat 41: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Ayat ini secara jelas mengaitkan kerusakan alam dengan ulah manusia sendiri dan konsekuensi negatif yang ditimbulkannya.
-
Maqashid Syariah (Tujuan Hukum Islam)
Merusak alam dianggap bertentangan dengan tujuan dasar syariat Islam (Maqashid Syariah), terutama dalam memelihara jiwa (hifz an-nafs) dan harta (hifz al-mal). Kerusakan lingkungan, seperti pencemaran air atau udara, secara langsung mengancam kesehatan dan keselamatan manusia serta makhluk hidup lainnya.
-
Fatwa Ulama dan Panduan Praktis
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan organisasi Islam lainnya telah merumuskan panduan dan fatwa yang menegaskan posisi ini, seperti:
- Fatwa MUI No. 86 Tahun 2023 yang menyatakan bahwa segala kegiatan yang merusak alam hukumnya haram.
- Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II juga menyatakan bahwa pembiaran sampah yang merusak kelestarian lingkungan dan mengancam keselamatan manusia adalah haram.
Secara ringkas, filosofi di balik hukum haram merusak alam adalah bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk ketidakadilan (kezaliman) terhadap ciptaan Allah, mengingkari amanah sebagai khalifah, dan membawa dampak buruk bagi kehidupan di bumi, baik untuk saat ini maupun generasi mendatang.
Menjaga Alam Hukumnya Wajib
Menjaga alam hukumnya wajib, baik secara hukum negara maupun secara agama. Setiap orang wajib menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah kerusakan secara hukum. Pasal 67 UU No. 32 Tahun 2009 mengatur kewajiban setiap orang untuk menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah kerusakan. Dalam ajaran Islam, menjaga alam juga merupakan kewajiban bagi seluruh umat, bukan hanya sebagian, sebagai bentuk ibadah, amanah, dan tanggung jawab sebagai khalifah di bumi.
Kewajiban menurut hukum negara
- Kewajiban setiap orang: Pasal 67 UU No. 32 Tahun 2009 secara tegas menyatakan bahwa setiap orang berkewajiban untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
- Hak dan partisipasi masyarakat: Masyarakat memiliki hak dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam menjaga dan mengelola lingkungan hidup, misalnya melalui pengawasan sosial, memberikan saran, atau pelaporan.
Kewajiban menurut ajaran Islam
- Ibadah dan amanah: Menjaga lingkungan tidak hanya sebagai kewajiban sosial, tetapi juga sebagai ibadah dan bagian dari amanah sebagai khalifah Allah di bumi.
- Larangan merusak: Allah SWT melarang tindakan yang menimbulkan kebinasaan atau kerusakan di bumi. Merusak lingkungan dianggap sebagai salah satu sifat yang dibenci Allah.
- Kewajiban fardhu ‘ain: Setiap individu harus menjaga alam dan keseimbangan ekosistem. Kewajiban ini (fardhu ‘ain) tidak hanya berlaku bagi sebagian orang.
- Amal saleh: Setiap orang yang menjaga bumi akan menghitung tindakan kecilnya sebagai amal kebaikan. Tindakan menjaga bumi bisa termasuk dalam kategori “sedekah jariyah” yang pahalanya terus mengalir.
(mengutip dari berbagai sumber)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
