Sejarah
Beranda » Berita » Jejak Sejarah Kopi dan Tradisi Para Sufi

Jejak Sejarah Kopi dan Tradisi Para Sufi

SURAU.CO. Banyak orang menikmati kopi hanya untuk mengusir kantuk di pagi hari, padahal minuman hitam ini menyimpan warisan spiritual yang begitu panjang; berabad-abad lalu ia memegang peran sakral di kalangan tertentu, terutama para pencari Tuhan yang menjadikannya sahabat setia dalam keheningan malam saat zikir dan tafakur menghidupkan hati, sehingga setiap tegukan tidak sekadar membangunkan raga, tetapi juga menjaga kesadaran batin—sebuah sejarah sunyi tentang kopi dan tradisi sufi yang jarang diketahui banyak orang.

Asal Mula Kopi di Kalangan Sufi Yaman

Sejarah mencatat Yaman sebagai titik awal popularitas kopi di dunia Islam. Para sufi di wilayah Zabid dan Aden memainkan peran kunci dalam hal ini. Sosok yang paling lekat dengan penemuan khasiat kopi adalah Syaikh Ali ibn Umar al-Syadzili. Beliau merupakan tokoh penting dari tarekat Syadziliyah.

Sebuah legenda masyhur menceritakan awal mula penemuan ini. Syaikh Ali melihat keganjilan pada sekumpulan kambing gembala. Hewan-hewan itu tetap lincah dan terjaga sepanjang malam setelah memakan buah dari pohon tertentu. Pohon itu kini dikenal sebagai Coffea arabica.

Beliau kemudian berinisiatif mengolah biji buah tersebut. Sang Syaikh merasakan efek luar biasa setelah meminumnya. Rasa kantuk hilang seketika dan tubuh menjadi lebih segar dan waspada. Beliau menyadari bahwa minuman ini sangat berguna untuk mendukung aktivitas spiritual. Sejak saat itu, kopi menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan para salik.

Kopi Sebagai Teman Qiyam al-Layl

Malam hari memiliki keistimewaan tersendiri bagi para sufi. Suasana sunyi menjadi waktu terbaik untuk qiyam al-layl atau ibadah malam. Namun, tantangan terbesar ibadah malam adalah rasa kantuk yang berat.

Mustafa Kemal Ataturk: Modernisasi dan Perkembangan Islam Modern

Di sinilah kopi menunjukkan peran utamanya. Al-Jaziri mencatat fenomena ini dalam kitabnya, ‘Umdat al-Safwah fi Hill al-Qahwah. Penulis abad ke-16 ini menjelaskan kebiasaan sufi Yaman meminum kopi. Mereka minum kopi bukan untuk bersenang-senang. Tujuan utama mereka adalah menjaga kesadaran saat berzikir dan melantunkan syair pujian.

Kopi membantu para ahli ibadah ini berdiri tegak dalam munajat. Mereka membutuhkan fisik yang prima untuk menghidupkan malam. Kafein dalam kopi memberi stimulus yang mereka butuhkan. Dengan demikian, hati dan pikiran mereka tetap fokus mengingat Sang Pencipta.

Filosofi Pahit dan Manis dalam Cangkir

Para sufi tidak memandang kopi sekadar zat cair belaka. Mereka melihat makna filosofis yang mendalam di dalamnya. Tarekat Rifa’iyah dan Qadiriyah bahkan memiliki pandangan khusus tentang minuman ini.

Mereka menganggap kopi sebagai simbol tajarrud. Konsep ini bermakna pemurnian diri dari keterikatan duniawi. Rasa pahit kopi menjadi pengingat bagi jiwa. Jalan menuju Tuhan memang penuh tantangan dan kepahitan. Seorang hamba harus melatih jiwanya untuk ikhlas menerima segala ketentuan.

Sedangkan kehangatan kopi melambangkan cahaya makrifat yang menghangatkan jiwa yang dingin dan menerangi kegelapan batin. Setiap tegukan menjadi sarana kontemplasi. Kopi mengajarkan keseimbangan antara kenikmatan dan kewaspadaan.

Peran Pemikiran Al-Farabi; Pencerahan Filsafat Yunani dan Barat

Penyebaran dari Majelis Zikir ke Makkah

Kopi menyebar luas melalui jalur ibadah haji. Sejarawan abad ke-15, Al-Sakhawi, merekam jejak perjalanan ini. Awalnya, tradisi minum kopi hanya berpusat di majelis-majelis zikir di Yaman.

Ruang zikir mereka sangat sederhana. Hanya ada tikar, lampu minyak redup, dan wadah tembikar berisi kopi. Para darwis meminumnya bersama-sama sebelum memulai wirid panjang. Suasana khidmat menyelimuti ritual minum kopi tersebut.

Para jamaah haji yang berkunjung ke Makkah melihat kebiasaan unik ini. Mereka menyaksikan para sufi minum cairan hitam pekat sebelum beribadah di Masjidil Haram. Jamaah haji dari berbagai negeri kemudian membawa cerita tentang kopi ke tempat asal mereka. Dari sinilah kopi mulai merambah Mesir, Turki, hingga akhirnya menaklukkan Eropa.

Tazkiyatun Nafs Melalui Secangkir Kopi

Proses penyucian jiwa atau tazkiyatun nafs membutuhkan sarana pendukung. Para sufi meyakini bahwa segala sesuatu bisa menjadi jalan mendekat kepada Allah Swt jika niatnya benar. Kopi hanyalah alat, bukan tujuan.

Syaikh Abd al-Qadir al-Jailani dalam kitab al-Fath al-Rabbani pernah menyampaikan nasihat penting. Beliau mengingatkan,

Kitab Taisirul Kholaq: Terobosan Pembelajaran Akhlak Metode Salafiyah

“Tidak ada yang lebih berbahaya bagi salik selain kelalaian hati.”

Para sufi memahami bahaya kelalaian ini. Mereka membutuhkan momen hening untuk menjaga hati tetap hidup dan kopi menciptakan jeda yang mereka perlukan. Minuman ini menahan serangan kantuk yang sering memicu kelalaian sehingga kesadaran yang terjaga memungkinkan hati lebih peka menangkap sinyal-sinyal Ilahi.

Menghadirkan Kembali Spiritualitas Kopi

Dunia modern telah mengubah wajah kopi secara drastis. Kopi kini menjadi komoditas industri dan gaya hidup global. Kita meminumnya di kafe yang bising atau di meja kerja yang penuh tekanan. Seringkali kita lupa pada akar sejarahnya yang hening.

Namun, kita bisa mengambil pelajaran berharga dari sejarah kopi dan tradisi sufi ini. Kita belajar bahwa hal sederhana bisa bernilai ibadah. Kuncinya terletak pada niat dan pelibatan hati.

Secangkir kopi bisa menjadi momen untuk berhenti sejenak dan kita bisa menggunakannya untuk menata hati di tengah kesibukan. Sambil menyesap kopi, kita bisa bertanya kabar jiwa kita hari ini. Kopi adalah undangan untuk hadir utuh. Ia mengajak kita menikmati rasa, menghargai waktu, dan mengingat Sang Pemberi Kehidupan. Wallahu A’lam Bish-Showab. (kareemustofa)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement