SURAU.CO-Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari dalam Al-Hikam memberikan kaidah perbandingan yang sangat penting dalam tasawuf:
“Pemberian makhluk adalah bentuk larangan, sedangkan larangan yang diberikan oleh Allah Swt. adalah bentuk kebaikan.”
Kaidah ini mengajak kita untuk melihat makna sejati di balik tindakan. Terkadang, kita begitu senang mendapatkan pemberian atau bantuan dari orang lain, sehingga kita tanpa sadar menciptakan ketergantungan dan kecanduan. Bahkan, kita bisa rela diperbudak oleh orang lain, seolah-olah leher kita telah terikat oleh barang atau kebaikan yang mereka berikan. Kita harus memahami bahwa kebaikan yang kita dapatkan dari manusia seringkali tidak sebanding dengan efek buruk jangka panjang yang ditimbulkannya terhadap kehormatan dan kebebasan spiritual kita.
Tidak Mengapa Meminta Bantuan Sekali-Kali
Syekh Ibnu ‘Athaillah menuturkan, bahwa meminta bantuan sekali-kali tentu tidak menjadi masalah, namun jikalau kita sudah kecanduan, maka itu adalah penyakit hati yang harus segera kita obati. Marilah kita jangan biarkan penyakit ini makin parah, karena ia akan membuat kita merugi di dunia dan akhirat kelak.
Jikalau kita mau meminta sesuatu, maka marilah kita minta kepada Allah Swt., Dzat Yang Maha Memiliki. Jikalau Dia tidak memberikannya kepada kita saat ini, kita harus yakin bahwa pasti ada rahasia dan hikmah di baliknya yang tidak kita ketahui. Bisa jadi, jikalau Dia mengabulkan permintaan kita sesuai dengan waktu yang kita inginkan, maka kita justru akan jatuh ke dalam jurang kemaksiatan dan kehinaan. Kita mungkin bersikap sombong dan congkak di hadapan orang lain, atau menimbulkan efek-efek buruk lain yang tidak dapat kita tangkap sekilas.
Allah Swt. adalah Dzat Yang Maha Bijaksana. Dia Maha Tahu kapan seorang hamba membutuhkan bantuan-Nya, dan Dia tidak akan membebani hamba-Nya melebihi batas kemampuannya. Oleh karena itu, marilah kita berharap kepada Allah Swt. dan marilah kita gantungkan diri kita sepenuhnya kepada-Nya, karena larangan atau penundaan dari-Nya selalu mengandung kebaikan dan perlindungan.
Ibadah Kontan dan Balasan yang Tertangguhkan
Hikmah kedua menyoroti kemurahan Allah Swt. dalam transaksi ibadah:
“Maha Agung Tuhan kami. Ketika seorang hamba beribadah kepada-Nya secara kontan maka Dia membalasnya dengan cara ditangguhkan.”
Ketika kita melaksanakan ibadah dan amal saleh secara kontan—seperti salat, puasa, zakat, haji, dan lainnya—demi mendapatkan keridhaan Allah Swt., maka Dia akan membalas kita di akhirat kelak dengan kenikmatan yang belum pernah disaksikan oleh siapa pun, serta tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Keindahannya sungguh luar biasa, tidak ada seorang pun yang tidak menginginkannya.
Menariknya, menurut Syekh Ibnu ‘Athaillah Allah Swt. telah memberikan sebagian balasan itu saat kita masih berada di dunia ini. Allah memberikan cahaya keimanan kepada kita, sehingga kita bisa melihat kebaikan dan rahasia-rahasia yang tersembunyi di balik segala sesuatu. Dia menganugerahkan ketenangan jiwa kepada kita, sehingga kita bisa menikmati kehidupan dunia ini, walaupun kita mengalami kekurangan materi. Dia memenuhi kebutuhan kita sehingga kita tidak pernah gelisah dan risau memikirkan kebutuhan hari esok.
Syekh Ibnu ‘Athaillah menjelaskan bahwa cahaya keimanan itu akan memancar jelas di wajah kita. Sehingga, orang yang bertemu dengan kita akan merasakan ketenangan. Orang-orang akan memuji kebaikan kita dan meninggikan kedudukan kita, sehingga kita berwibawa dan terhormat. Semua itu adalah nikmat-Nya di dunia, sedangkan nikmat-Nya di akhirat jauh lebih besar dan abadi.(St.Diyar)
Referensi : Atha’illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam (penerjemah : D.A. Pakih Sati)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
