Khazanah
Beranda » Berita » Hikmah Al-Hikam : Meninggalkan Kemuliaan Semu, Mengejar Kemuliaan yang Kekal

Hikmah Al-Hikam : Meninggalkan Kemuliaan Semu, Mengejar Kemuliaan yang Kekal

Ilustrasi hamba yang bermunajat dan larut dalam doa.
Ilustrasi hamba yang bermunajat dan larut dalam doa.

SURAU.CO-Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari dalam Al-Hikam mendidik kita untuk membedakan antara nilai hakiki dan nilai sementara. Beliau mengingatkan:

“Jikalau kita menginginkan kemuliaan yang abadi, maka marilah kita jangan berbangga diri dengan kemuliaan yang fana.”

Jangan Menyandarkan Harga Diri pada Kemuliaan Duniawi yang Menipu

Syekh Ibnu ‘Athaillah menjelaskan bahwa peringatan ini adalah ajakan agar kita tidak menyandarkan harga diri pada kemuliaan duniawi yang menipu. Seringkali, kita mendapati dalam masyarakat seseorang mendapat perlakuan istimewa hanya karena harta, jabatan, atau kekuasaan. Semua ini adalah kemuliaan semu (al-izzah al-fāniyah) yang pasti akan berakhir seiring hilangnya materi itu. Misalnya, orang yang mendapat kehormatan karena kekayaannya akan terasing ketika hartanya habis. Demikian pula, seorang pejabat akan ditinggalkan ketika ia tidak lagi memegang jabatan. Inilah sifat kemuliaan yang rapuh dan tidak akan abadi.

Oleh karena itu Syekh Ibnu ‘Athaillah  menyampaikan kita harus memosisikan permohonan kita hanya kepada Allah Swt., Dzat Yang Maha Mulia (al-Aziz). Hanya Dialah yang berhak dan mampu memuliakan siapa pun yang Dia kehendaki, dan menghinakan siapa pun yang Dia kehendaki. Syarat utama untuk mendapatkan kemuliaan sejati dari Allah Swt. adalah dengan menjaga ketaatan secara konsisten—menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.

Syekh Ibnu ‘Athaillah menjelaskan bahwa kemuliaan sejati terwujud secara batin: Ketika hati seseorang telah mendapatkan cahaya Ilahi, maka ia akan terpancar menjadi wibawa (haybah) di tengah-tengah masyarakat. Perkataannya akan didengarkan dan diikuti. Yang terpenting, wibawa batin ini tidak akan dicabut oleh waktu atau hilangnya harta, selama ia masih teguh menjalankan ketaatan. Marilah kita berfokus mencari kemuliaan yang abadi ini, dan jangan kita pernah tertipu oleh sanjungan palsu.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Perjalanan Sejati: Melipat Jarak Dunia dan Mendekatkan Akhirat

Hikmah kedua mengajak kita untuk mengubah perspektif kita tentang jarak dan waktu hidup:

“Perjalanan yang sesungguhnya adalah apabila jarak dunia dilipatkan dari kita, sehingga kita melihat akhirat lebih dekat kepada kita daripada diri kita sendiri.”

Syekh Ibnu ‘Athaillah menyampaikan bahwa perjalanan hakiki bagi orang-orang yang berakal terjadi ketika mereka mampu melemparkan dunia jauh ke belakang, agar mereka tidak menjadi budak hawa nafsu. Jika mereka berhasil melakukannya, maka hati mereka akan tersinari cahaya yang menuntun mereka langsung menuju Allah Swt.

Mereka akan rajin dan berusaha keras dalam kebaikan karena mereka mampu membayangkan surga seolah-olah surga berada di hadapan mereka. Mereka membayangkan bidadari, makanan lezat, minuman segar, dan istana megah—semua itu adalah gambaran balasan yang akan mereka terima jika mereka mampu mempertahankan kesalehan.

Di sisi lain, Syekh Ibnu ‘Athaillah menyampaikan bahwa mereka juga mampu membayangkan neraka dengan segala azabnya: siksaan, potongan lidah, dan konflik abadi. Semua itu adalah konsekuensi dari amal buruk mereka selama di dunia.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Dorongan Agar Memfokuskan Pikiran untuk Menatap Kehidupan Akhirat

Syekh Ibnu ‘Athaillah mendorong kita agar dalam kehidupan ini, kita memfokuskan pikiran kita untuk melihat kehidupan yang sesungguhnya (akhirat). Kita harus mengerti bahwa dunia hanyalah sarana menuju kehidupan yang lebih baik, bukan tujuan. Marilah kita lihat janji dan ancaman yang sedang menanti kita, maka kita akan termotivasi mengejarnya sekuat tenaga. Marilah kita jangan sampai terlena oleh gemerlap dan rayuan semu di tengah perjalanan spiritual yang pendek ini.(St.Diyar)

Referensi : Atha’illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam (penerjemah : D.A. Pakih Sati)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement