SURAU.CO. Heboh praktik jasa nikah siri yang beredar di TikTok mendapatkan banyak respon dari masyarakat. Salah satunya adalah dari Majelis Ulama Indonesia atau MUI. Wakil Ketua MUI, KH Cholil Nafis menyebut praktik nikah siri yang masih banyak terjadi di masyarakat. Selain itu ada beberapa jenis nikah siri yang mendapatkan perbedaan pemahaman. Istilah nikah siri sendiri mengacu pada dua bentuk.
Pertama adalah pernikahan yang secara agama memenuhi syarat dan rukun. Akan tetapi kemudian tidak ada catatan dari Kantor Urusan Agama (KUA). “Nikah siri yang seperti ini adalah nikah yang cukup syarat rukunnya tetapi tidak dicatatkan di KUA. Tidak ada catatan ke negara disebut dengan nikah siri,” ujarnya. Sedangkan yang kedua adalah nikah yang bahkan tidak memenuhi syarat dengan benar dan melakukannya secara diam-diam. Menurutnya yang paling banyak terjadi dalam masyarakat adalah nikah yang tidak tercatat oleh KUA meski sah secara agama. “Secara Islam yang penting cukup syarat itu sah. Karena di dalam syarat pernikahan dalam Islam tidak perlu atau tidak wajib harus ada pencatatannya,”tambahnya
Pentingnya Catatan KUA
Namun, lanjut Kiai Cholil, pencatatan pernikahan adalah bagian dari istihsan atau tindakan baik untuk menjaga hak-hak suami, istri, dan anak. Untuk itu MUI, memandang nikah siri sah secara agama, namun dalam praktiknya justru menimbulkan banyak mudarat. Apalagi bagi pihak perempuan dan anak. “Karena nikah siri itu lebih banyak merugikan terhadap perempuan. Jadi nikah siri kalau di keputusan MUI sah, tapi itu haram. Kenapa? Nyakiti orang lain. Membuat perempuan itu kurang sempurna mendapatkan haknya,”ungkapnya tegas.
Selain itu MUI juga merekomendasikan agar masyarakat menghindari nikah siri dan memilih jalur pernikahan yang tercatat resmi di negara. Bagi Kiai Cholil pencatatan pernikahan merupakan bagian dari penyempurnaan akad . Hal ini karena pencatatan akan membawa implikasi hukum seperti waris, nafkah, dan administrasi anak. Selain itu pihaknya juga menghimbau para orang tua agar tidak menerima pinangan secara sembunyi-sembunyi yang berujung kepada pernikahan siri. “Mengimbau kepada orang-orang yang mau menikah, terang-terangan saja. Mohon perempuan, ibu bapak yang punya anak perempuan, jangan dikasih kalau anaknya dinikahi diam-diam,” lanjutnya.
Ia mengingatkan bahwa pernikahan bukan sekadar urusan laki-laki dan perempuan, tetapi membina rumah tangga dan mencetak generasi. Karena itu, ia menekankan pentingnya pernikahan yang jelas statusnya secara agama maupun negara. “Nikah aja langsung yang dicatatkan di KUA sehingga sah secara agama dan sesuai dengan undang-undang,” pungkasnya.
Suara dari DPR
Sementara itu, anggota Komisi VIII DPR Selly Andriany Gantina mendorong Kementerian Agama (Kemenag), ormas Islam, hingga aparat kepolisian, menindak tegas praktik jasa nikah siri yang beredar di TikTok. Menurut Selly praktik jasa nikah siri adalah bentuk sikap merendahkan agama dan merugikan masyarakat.
“Kami mendorong agar Kemenag, ormas Islam, dan aparat negara, bergerak bersama. Negara tidak boleh membiarkan ruang digital dimanfaatkan untuk menjual praktik-praktik yang merendahkan nilai agama dan merugikan masyarakat,” ucap Selly di Jakarta, Minggu. Ia menilai jasa nikah siri tersebut memprihatinkan. Untuk itu pihak terkait jangan mengganggapnya sepele atau sekadar konten viral. “Ini merupakan bentuk komersialisasi agama yang berbahaya. Pernikahan adalah institusi sakral sekaligus urusan hukum negara,” tegasnya.
Apa yang terjadi di tiktok menunjukkan adanya sebagai reduksi agama. Pelayanan nikah yang cepat dan instan akan korban memunculkan korban terutama bagi perempuan dan anak. Selain itu Selly juga memandang nikah siri yang tidak tercatat secara resmi berdapakan pada konsekuensi hukum yang sangat serius. Tanpa adanya pencatatan Kantor Urusan Agama (KUA), perempuan akan kehilangan perlindungan negara, mulai dari kepastian status pernikahan, hak nafkah, hingga hak-hak keperdataan. “Begitu pula anak yang lahir dari pernikahan siri, yang sejak awal berisiko menghadapi persoalan status hukum dan administrasi. Maka praktik ini bukan hanya kurang etis, tetapi juga membuka ruang kerentanan sosial yang nyata,” tambahnya.
Oleh karena itu Selly mendesak Kemenag bertindak mengawasi oknum atau pihak yang mengatasnamakan penghulu atau layanan keagamaan tanpa otoritas. “Bila ada penemuan ada keterlibatan oknum tertentu, Kemenag wajib memberikan sanksi administratif . Karena praktik melalui platform digital, maka Kemenag dapat berkoordinasi dengan Komdigi dan aparat penegak hukum ,” ucapnya. Selain itu Selly mendesak untukl penguatan edukasi tentang perkawinan. BagI Selly masyarakat juga sadar bahwa pencatatan pernikahan bukan sekadar formalitas birokratis, melainkan juga menjadi benteng perlindungan hukum bagi keluarga.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
