Khazanah
Beranda » Berita » Menelusuri Isim Majrūr: Struktur dan Kaidah Makhfūdhāt al-Asmā’ dalam Kitab Laamiyyah Asy-Syabrowiy

Menelusuri Isim Majrūr: Struktur dan Kaidah Makhfūdhāt al-Asmā’ dalam Kitab Laamiyyah Asy-Syabrowiy

ilustrasi struktur isim majrūr dan huruf ja

Surau.co. Kajian ilmu nahwu tidak hanya berbicara tentang teori, tetapi juga tentang bagaimana kata membangun makna dan keteraturan dalam kalimat. Salah satu aspek penting dalam struktur bahasa Arab adalah Makhfūdhāt al-Asmā’ Isim Majrūr atau kata benda yang berharakat kasrah karena pengaruh huruf jar (ḥarf al-jarr) atau idhāfah. Dalam kitab Laamiyyah Asy-Syabrowiy, Syaikh Jamaluddin Asy-Syabrowiy menjelaskan kaidah ini dengan sistematis dan ritmis melalui bait-bait nadzhamnya.

Topik ini menarik karena Isim Majrūr menjadi fondasi dalam memahami hubungan antar kata. Dengan memahami Makhfūdhāt al-Asmā’, pembelajar bahasa Arab dapat membedakan fungsi kata secara tepat, menghindari kesalahan gramatikal, dan memahami keindahan susunan ayat Al-Qur’an.

Pengertian dan Kedudukan Isim Majrūr

Dalam nahwu, Isim Majrūr adalah kata benda yang berubah harakat akhirnya menjadi kasrah karena masuknya ḥarf al-jarr (huruf jar) seperti min (من), ilā (إلى), ‘an (عن), ‘alā (على), dan lainnya. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ
“Dan tidak ada suatu nikmat pun pada kamu melainkan dari Allah.” (QS. An-Nahl: 53)

Kata مِن نِّعْمَةٍ menjadi contoh Isim Majrūr karena didahului huruf jar min (من). Harakat kasrah pada kata ni‘mah menunjukkan kedudukannya sebagai isim majrūr.

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

Dalam Laamiyyah Asy-Syabrowiy, dijelaskan secara padat:

وَخَفْضُ إِسْمٍ بَعْدَ جَرٍّ ظَاهِرٍ
وَالْجَرُّ مَعْنَاهُ بِحَرْفٍ ظَاهِرِ

Terjemahan bebasnya:
“Isim menjadi majrūr setelah huruf jar yang tampak; dan jar itu terjadi karena sebab huruf yang jelas (dilafalkan).”

Bait ini menegaskan bahwa tanda majrūr bukan semata kasrah, tetapi juga fungsi sintaktisnya dalam kalimat. Dengan demikian, kaidah Isim Majrūr berfungsi untuk menunjukkan keterikatan makna antara dua unsur kalimat.

Macam-Macam Isim Majrūr

Para ulama nahwu membagi Isim Majrūr menjadi dua bentuk besar, yaitu:

Ziarah Makam Hari Jum’at, Apa Hukumnya?

  • Majrūr karena Huruf Jar (بِحَرْفِ الجَرّ)

Isim jenis ini dijar-kan oleh huruf-huruf tertentu yang jumlahnya ada sebelas, di antaranya: من، إلى، عن، على، في، ربّ، باء، كاف، لام، واو، وتاء القسم.

Contoh dalam Al-Qur’an:

فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
“Di langit dan di bumi.” (QS. Yunus: 18)

Kata السَّمَاوَاتِ dan الأَرْضِ menjadi majrūr karena didahului huruf jar fi (في).

  • Majrūr karena Idhāfah (الإِضَافَة)

Yaitu hubungan kepemilikan antara dua kata benda, di mana kata pertama disebut mudhāf dan kata kedua disebut mudhāf ilaih. Mudhaf ilaih selalu majrūr, meskipun tanpa huruf jar.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Contohnya dalam Al-Qur’an:

كِتَابُ اللَّهِ
“Kitab Allah.”

Kata اللَّهِ majrūr karena menjadi mudhāf ilaih dari kitāb.

Syaikh Asy-Syabrowiy menguraikan dalam Laamiyyah-nya:

وَكُلُّ إِسْمٍ بَعْدَ إِضَافَتِهِ
يَكُونُ مَخْفُوضًا بِعَلاقَتِهِ

Artinya: “Setiap isim setelah diidhafahkan menjadi majrūr karena hubungan kepemilikan di antara keduanya.”

Penjelasan ini sederhana namun padat. Dengan memahami bait tersebut, santri mampu mengenali fungsi Isim Majrūr baik karena huruf jar maupun karena idhafah.

Tanda-Tanda Isim Majrūr (Al-‘Alāmāt al-I‘rābiyyah)

Syaikh Jamaluddin Asy-Syabrowiy menyebut bahwa tanda utama bagi Isim Majrūr adalah kasrah, tetapi terdapat pengecualian berdasarkan bentuk isim. Dalam kitabnya disebutkan:

وَاعْلَمْ بِأَنَّ الْخَفْضَ بِالْكَسْرَةِ
وَالنَّوِيَابُ عَنْهُ بِالْيَاءِ تَجْرِي

Terjemahannya: “Ketahuilah bahwa tanda majrūr adalah kasrah, dan kadang digantikan oleh huruf ya pada bentuk jamak dan isim tatsniyah.”

Artinya, tanda majrūr berbeda menurut bentuk katanya:

  1. Kasrah bagi isim mufrad (tunggal).
  2. Ya (ي) bagi isim tatsniyah dan jamak mudzakkar salim.
  3. Kasrah atau ya bagi jamak muannats salim.

Contoh:

  • مررتُ بالطالبِ (Aku melewati seorang siswa).
  • مررتُ بالطالبينِ (Aku melewati dua siswa).
  • مررتُ بالطالبينَ المجتهدينِ (Aku melewati dua siswa rajin).

Pemahaman kaidah ini sangat penting karena perubahan akhir kata menentukan fungsi dan maknanya dalam kalimat.

Hikmah dan Tujuan Kaidah Makhfūdhāt al-Asmā’

Mengapa bahasa Arab memiliki konsep Makhfūdhāt atau isim majrūr? Para ulama nahwu menjelaskan bahwa sistem ini membantu menjaga keteraturan makna dan hubungan gramatikal antar kata.

Imam Ibn ‘Aqīl dalam Syarh Alfiyyah Ibn Mālik menyatakan:

وَإِنَّمَا جُعِلَ الْخَفْضُ عَلامَةً لِلْإِسْمِ لِأَنَّهُ أَضْعَفُ الْأَقْسَامِ فَجُعِلَ لَهُ أَضْعَفُ الْعَلامَاتِ

Artinya: “Harakat jar dijadikan tanda bagi isim karena isim merupakan bagian yang paling tenang (tidak berubah-ubah), maka ditetapkanlah tanda yang paling lembut, yakni kasrah.”

Kasrah diibaratkan sebagai nada rendah dalam musik kalimat yang menandai kerendahan dan ketundukan makna terhadap kata sebelumnya. Ini bukan filosofi, tetapi penjelasan sistem fonetik dan struktur sintaksis dalam bahasa Arab.

Aplikasi dalam Kitab dan Pendidikan Bahasa Arab

Dalam kitab Laamiyyah Asy-Syabrowiy, struktur baitnya berfungsi sebagai alat bantu hafalan bagi pelajar. Bait-bait yang berima memudahkan santri mengingat urutan kaidah dengan cepat. Banyak pesantren di Indonesia menjadikan kitab ini sebagai dasar pembelajaran nahwu tingkat menengah.

Guru bahasa Arab di pesantren biasanya menjelaskan bait-baitnya dengan contoh dari Al-Qur’an dan hadits. Misalnya hadits Rasulullah ﷺ:

رَحِمَ اللَّهُ امْرَأً صَلَّى قَبْلَ الْعَصْرِ أَرْبَعًا
“Semoga Allah merahmati seseorang yang salat sebelum Asar empat rakaat.” (HR. Abu Dawud)

Kata الْعَصْرِ menjadi isim majrūr karena didahului oleh huruf jar qabla (قبل) yang menunjukkan waktu. Dengan memahami hal ini, pelajar mampu membaca dan memahami teks-teks klasik dengan ketepatan nahwu yang tinggi.

Relevansi Kaidah Isim Majrūr dalam Pembelajaran Modern

Meskipun Isim Majrūr termasuk materi dasar, pemahaman terhadapnya menjadi kunci bagi pelajar yang ingin mendalami tafsir, hadis, atau fiqih. Banyak makna hukum dan konteks ayat berubah tergantung tanda harakat pada isim.

Misalnya, dalam QS. Al-Fatihah ayat 7:

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
“Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka.”

Kata عَلَيْهِمْ adalah isim majrūr yang menunjukkan arah perbuatan “an‘amta (Engkau beri nikmat)”. Kesalahan membaca harakat dapat mengubah makna menjadi sebaliknya.

Dengan memahami Makhfūdhāt al-Asmā’, pelajar mampu membaca Al-Qur’an dengan lebih tepat dan sadar makna.

Pandangan Ulama Tentang Pentingnya Kaidah Ini

Syekh Umar Abdul Jabbar dalam Khulashah Nurul Yaqin menjelaskan:

إِنَّ العِلْمَ بِاللُّغَةِ أَصْلٌ لِفَهْمِ الكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، وَالنَّحْوُ مِنْ أَسَاسَاتِهَا
“Sesungguhnya ilmu bahasa adalah dasar untuk memahami Al-Qur’an dan Sunnah, dan nahwu termasuk pondasinya.”

Penjelasan ini menguatkan bahwa kaidah Isim Majrūr bukan hanya teori, tetapi juga alat memahami wahyu. Dalam tradisi pesantren, guru menekankan kaidah ini karena kesalahan kecil pada harakat bisa berakibat besar dalam pemaknaan.

Penutup: Bahasa yang Menyimpan Keteraturan

Belajar Isim Majrūr dalam Laamiyyah Asy-Syabrowiy bukan sekadar mempelajari tanda kasrah, tetapi memahami keteraturan bahasa Arab yang rapi dan logis. Kaidah Makhfūdhāt al-Asmā’ membantu pelajar mengenali hubungan makna dan struktur kalimat secara ilmiah.

Bahasa Arab hidup dengan harmoni antara bunyi, makna, dan kaidah. Ketika seorang santri membaca ayat dengan tanda jar yang benar, maka seolah kalimat itu berbicara dengan ketepatan makna yang penuh keberkahan.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement