Khazanah
Beranda » Berita » Rahasia I‘rāb: Menyelami Perubahan Akhir Kata dalam Kitab Lāmiyyah Asy-Syabrowiy

Rahasia I‘rāb: Menyelami Perubahan Akhir Kata dalam Kitab Lāmiyyah Asy-Syabrowiy

Santri mempelajari i‘rāb dalam kitab Lāmiyyah Asy-Syabrowiy

Surau.co Bahasa Arab dikenal sebagai bahasa yang hidup karena memiliki sistem gramatika yang sangat teratur. Di antara pilar penting dalam keindahan dan ketepatan bahasa ini adalah konsep i‘rāb — perubahan akhir kata karena perbedaan posisi dalam kalimat. Dalam khazanah ilmu nahwu, i‘rāb bukan sekadar tanda baca, melainkan penunjuk fungsi dan makna dalam struktur kalimat. Kitab Lāmiyyah Asy-Syabrowiy karya Syaikh Jamaluddin Asy-Syabrowiy menjadi salah satu teks klasik yang dengan halus menyingkap rahasia-rahasia kaidah i‘rāb secara padat dan indah.

Pemahaman terhadap i‘rāb bukan hanya kebutuhan akademik, tetapi juga bentuk penghormatan terhadap bahasa wahyu. Allah ﷻ berfirman:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab agar kamu mengerti.” (QS. Yusuf: 2)

Ayat ini menunjukkan bahwa pemahaman bahasa Arab secara gramatikal merupakan pintu utama untuk memahami pesan Ilahi. Maka, menyelami i‘rāb berarti menyelami cara kerja bahasa wahyu yang sarat makna dan ketelitian.

Makna Dasar I‘rāb dan Kedudukannya dalam Ilmu Nahwu

Dalam pandangan para ulama nahwu, i‘rāb berasal dari kata أَعْرَبَ – يُعْرِبُ yang berarti menjelaskan atau menampakkan. Secara istilah, Syaikh Jamaluddin Asy-Syabrowiy dalam Lāmiyyah-nya menyebut:

Hati-hatilah Dengan Pujian Karena Bisa Membuatmu Terlena Dan Lupa Diri

وَالإِعْرَابُ تَغَيُّرُ آخِرِ الْكَلِمَةِ لِاخْتِلَافِ الْعَوَامِلِ دَاخِلًا أَوْ تَقْدِيرًا
“I‘rāb ialah perubahan akhir kata karena perbedaan faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik tampak maupun diperkirakan.”

Dari definisi ini, terlihat bahwa i‘rāb tidak berdiri sendiri, tetapi bergantung pada faktor (‘āmil) yang mendahului atau memengaruhi kata tersebut. Dengan memahami ‘āmil dan ma‘mūl (kata yang dipengaruhi), seseorang dapat membaca dan memahami teks Arab dengan benar.

Para ahli bahasa, seperti Syaikh Ibnu Hishām dalam Mughnī al-Labīb, menegaskan bahwa tanpa i‘rāb, bahasa Arab akan kehilangan ketepatannya. Beliau menulis:

لَوْلَا الإِعْرَابُ مَا فُهِمَ كَلَامُ الْعَرَبِ
“Seandainya tidak ada i‘rāb, niscaya ucapan orang Arab tidak akan dipahami.”

Pernyataan ini menunjukkan bahwa perubahan harakat bukan hal kecil. Ia adalah tanda vital yang menegaskan fungsi dan makna setiap kata dalam kalimat.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Empat Jenis I‘rāb: Rafa‘, Nashab, Jarr, dan Jazm

Dalam struktur bahasa Arab, perubahan akhir kata terbagi menjadi empat bentuk utama: rafa‘, nashab, jarr, dan jazm. Masing-masing memiliki posisi dan sebab yang berbeda. Syaikh Asy-Syabrowiy menyajikan penjelasan sistematis dalam bait-bait puisinya.

  1. Rafa‘: Tanda Kemuliaan Subjek

Rafa‘ adalah keadaan kata ketika berfungsi sebagai subjek atau pelaku perbuatan. Dalam bentuk ini, akhir kata biasanya berharakat dhammah (ـُ) atau penggantinya. Contoh sederhana dapat ditemukan dalam firman Allah ﷻ:

اللّٰهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ
“Allah adalah Pencipta segala sesuatu.” (QS. Az-Zumar: 62)

Kata اللّٰهُ diakhiri dengan dhammah karena berfungsi sebagai mubtada’ (subjek), sedangkan خَالِقُ juga dalam keadaan rafa‘ sebagai khabar (predikat).

Dalam Lāmiyyah Asy-Syabrowiy, dijelaskan:

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

فَارْفَعْ بِضَمٍّ أَوْ بِمَا يُنُوبُ
“Rafa‘ itu ditandai dengan dhammah atau yang menggantikannya.”

Kaidah ini menjadi dasar utama dalam memahami subjek dan pelaku dalam kalimat bahasa Arab.

Nashab: Tanda dan Pengaruh

Nashab adalah bentuk perubahan akhir kata yang menandakan objek atau kata yang dipengaruhi. Tanda umumnya adalah fathah (ـَ). Sebagai contoh:

خَلَقَ اللّٰهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
“Allah menciptakan langit dan bumi.” (QS. Al-An‘ām: 1)

Kata اللّٰهُ berada dalam posisi rafa‘ sebagai pelaku (fā‘il), sedangkan السَّمَاوَاتِ dan الْأَرْضَ menjadi objek (maf‘ūl bih) sehingga berharakat fathah.

Asy-Syabrowiy menggambarkan dalam bait berikut:

وَانْصِبْ بِفَتْحٍ أَوْ بِمَا يُنُوبُ
“Dan nashab-lah dengan fathah atau penggantinya.”

Dengan demikian, bentuk nashab menandai adanya hubungan aktif antara pelaku dan perbuatan, menjelaskan struktur yang hidup dalam kalimat Arab.

Jarr: Hubungan dan Ketergantungan

Jarr berlaku hanya untuk isim (kata benda), biasanya setelah huruf jar seperti مِنْ, إِلَى, فِي, عَلَى, dan sebagainya. Tanda i‘rāb-nya adalah kasrah (ـِ). Contoh firman Allah ﷻ:

فِي كِتَابِ اللّٰهِ
“Dalam Kitab Allah.” (QS. Al-Baqarah: 2)

Kata كِتَابِ berharakat kasrah karena didahului oleh huruf فِي (di dalam). Asy-Syabrowiy menjelaskan:

وَاجْرُرْ بِكَسْرٍ أَوْ بِمَا يُنُوبُ
“Dan jarr-lah dengan kasrah atau penggantinya.”

Melalui kaidah ini, pelajar memahami bagaimana kata benda saling bergantung dan membentuk hubungan makna yang kuat.

Jazm: Kekhususan untuk Fi‘il Mudhāri‘

Berbeda dengan ketiga bentuk sebelumnya, jazm hanya berlaku untuk fi‘il mudhāri‘ (kata kerja bentuk sekarang atau akan datang). Tanda jazm biasanya sukun (ـْ) atau penghilangan huruf tertentu. Contohnya terdapat dalam ayat:

لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
“Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.” (QS. Al-Ikhlāsh: 3)

Kata يَلِدْ dan يُولَدْ berharakat sukun di akhir karena didahului oleh لَمْ yang menjadi ‘āmil jazm. Asy-Syabrowiy menjelaskan secara ringkas:

وَاجْزِمْ بِسُكْنٍ أَوْ بِحَذْفٍ يَجْرِي
“Jazm-lah dengan sukun atau dengan penghapusan huruf sesuai kaidahnya.”

Keempat bentuk i‘rāb ini menjadi fondasi utama dalam memahami struktur bahasa Arab klasik dan modern.

Peran I‘rāb dalam Keindahan dan Kejelasan Bahasa Arab

Salah satu keunikan i‘rāb adalah kemampuannya memberikan kejelasan tanpa memerlukan urutan kata yang kaku. Dalam bahasa Arab, makna kalimat bisa tetap sama meski urutan katanya berubah, selama tanda i‘rāb menunjukkan fungsinya. Contohnya:

  • ضَرَبَ زَيْدٌ عَمْرًا dan عَمْرًا ضَرَبَ زَيْدٌ keduanya bermakna “Zaid memukul Amr.”

Dalam kedua bentuk itu, kata زَيْدٌ tetap berharakat dhammah karena sebagai pelaku, dan عَمْرًا berharakat fathah karena menjadi objek.

Inilah sebabnya mengapa para ulama, seperti Syaikh As-Suyuthi dalam Al-Itqān fi ‘Ulūm al-Qur’ān, menyebut i‘rāb sebagai “hiasan makna dan penjaga kejelasan wahyu.”

الإِعْرَابُ زِينَةُ اللُّغَةِ وَحِرَاسَةُ المَعْنَى
“I‘rāb adalah perhiasan bahasa dan penjaga makna.”

I‘rāb dalam Konteks Pendidikan dan Sanad Keilmuan

Kitab Lāmiyyah Asy-Syabrowiy termasuk teks yang diajarkan secara turun-temurun di pesantren dan lembaga Al-Azhar. Para guru menggunakan bait-baitnya untuk melatih murid memahami struktur kalimat, bukan sekadar menghafal. Syaikh Asy-Syabrowiy menggunakan pendekatan syair agar mudah diingat, menunjukkan bahwa i‘rāb dapat dipelajari dengan cara indah dan menyenangkan.

Tradisi ini sejalan dengan prinsip pendidikan klasik, bahwa ilmu tidak hanya dipindahkan, tetapi diwariskan dengan adab dan sanad. Setiap bait dalam Lāmiyyah bukan sekadar teori, tetapi cerminan kedalaman rasa terhadap bahasa Arab.

I‘rāb dalam Al-Qur’an: Ketelitian Ilahi

Dalam tafsir klasik, banyak ulama menyoroti bagaimana perubahan satu harakat dalam Al-Qur’an dapat mengubah makna ayat. Misalnya, perbedaan antara:

رَسُولُ اللّٰهِ (Rasūlu Allāh – “Rasul Allah”)
dan
رَسُولَ اللّٰهِ (Rasūla Allāh – “(Allah menjadikan) Rasul Allah…”)

Perubahan kecil ini menandakan perbedaan posisi gramatikal yang signifikan. Karenanya, ulama seperti Imam Az-Zamakhsyari dalam Al-Kasysyāf menegaskan bahwa memahami i‘rāb adalah bagian dari tafsir.

Beliau berkata:

مَنْ جَهِلَ الإِعْرَابَ فَقَدْ جَهِلَ مَعَانِيَ الكِتَابِ
“Barangsiapa tidak memahami i‘rāb, maka ia belum memahami makna Al-Kitab (Al-Qur’an).”

Penutup

Belajar i‘rāb bukan sekadar mengenali tanda baca, tetapi sebuah perjalanan untuk memahami keteraturan dan harmoni dalam bahasa Ilahi. Dalam setiap dhammah, fathah, kasrah, dan sukun, tersimpan makna yang menggambarkan keteraturan ciptaan Allah.

Maka, siapa pun yang mendalami i‘rāb sesungguhnya sedang berlatih untuk berpikir teratur dan memahami keindahan tatanan Tuhan dalam bahasa-Nya.

فَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Apabila Al-Qur’an dibacakan, maka dengarkanlah dan diamlah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A‘rāf: 204)

Mendengar dengan hati, memahami dengan akal, dan mengucap dengan kaidah yang benar — di situlah rahasia i‘rāb menjadi cahaya bagi penuntut ilmu.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement