Surau.co.Dalam sejarah keilmuan Islam, terdapat nama-nama besar yang tidak hanya dikenal karena keluasan ilmunya, tetapi juga karena kelembutan akhlak dan kedalaman spiritualnya. Salah satu di antara mereka adalah Syaikh Jamaluddin Asy-Syabrowiy, seorang ulama yang hidup pada masa keemasan keilmuan di Mesir, yang jejaknya masih bersinar melalui karya berharga Laamiyyah Asy-Syabrowiy. Karya tersebut bukan sekadar rangkaian bait syair, tetapi juga panduan berpikir teologis dan etika intelektual bagi penuntut ilmu.
Syaikh Jamaluddin dikenal sebagai tokoh sufi dan ahli kalam yang memadukan nalar dan spiritualitas. Dalam karya Laamiyyah Asy-Syabrowiy, beliau menggambarkan bagaimana akal harus berjalan seiring dengan iman. Bagi Syaikh Jamaluddin, berpikir adalah ibadah, dan ilmu adalah jalan menuju Allah.
Sebagaimana firman Allah Swt.:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujādilah [58]: 11)
Ayat ini menjadi dasar spiritual bagi para ulama seperti Syaikh Jamaluddin untuk mengabdi melalui ilmu. Beliau tidak hanya berjuang dalam pemikiran, tetapi juga dalam membangun akhlak penuntut ilmu.
Kelahiran dan Latar Intelektual Syaikh Jamaluddin Asy-Syabrowiy
Syaikh Jamaluddin Asy-Syabrowiy lahir di Mesir, pada masa ketika dunia Islam sedang berada di bawah pengaruh keilmuan Al-Azhar. Tradisi keilmuan yang menggabungkan rasionalitas dan spiritualitas membentuk kepribadiannya. Sejak muda, beliau berguru kepada para ulama besar yang ahli dalam tafsir, hadis, kalam, dan tasawuf.
Para murid dan pengagumnya mengenalnya sebagai ulama yang tawadhu‘, lemah lembut dalam bertutur, tetapi sangat tegas dalam prinsip. Dalam berbagai riwayat, disebutkan bahwa beliau memiliki perhatian besar terhadap pendidikan akidah dan akhlak.
Syaikh Jamaluddin tidak hanya dikenal di Mesir, tetapi juga di kalangan ulama Nusantara yang mempelajari karya-karyanya, terutama Laamiyyah Asy-Syabrowiy. Kitab tersebut diajarkan di banyak pesantren tradisional hingga kini, karena kandungannya yang padat makna, puitis, dan mudah dihafal oleh santri.
Laamiyyah Asy-Syabrowiy: Permata Kalam dan Adab
Karya monumental Laamiyyah Asy-Syabrowiy berisi bait-bait syair yang merangkum hakikat ilmu kalam, akhlak, serta jalan berpikir yang seimbang antara akal dan wahyu. Dalam bait pembuka, beliau menyampaikan:
طَلَبُ الْعِلْمِ نُورٌ يُضِيءُ السَّبِيلَ
وَبِهِ يَرْتَقِي الْقَلْبُ إِلَى جَمِيلِ الْجَلِيلِ
“Menuntut ilmu adalah cahaya yang menerangi jalan,
dengan ilmu hati naik menuju keindahan Sang Mahaindah.”
Makna bait ini menunjukkan pandangan beliau bahwa ilmu bukan sekadar alat untuk debat atau kebanggaan, tetapi sarana mendekatkan diri kepada Allah. Setiap huruf yang dipelajari adalah langkah menuju makrifat.
Syaikh Jamaluddin mengajarkan bahwa penuntut ilmu harus menanamkan niat yang suci dan adab yang tinggi. Sebab, tanpa adab, ilmu kehilangan berkahnya. Prinsip ini selaras dengan pernyataan Imam Malik rahimahullah yang berkata:
تَعَلَّمْنَا الْأَدَبَ قَبْلَ أَنْ نَتَعَلَّمَ الْعِلْمَ
“Kami belajar adab sebelum belajar ilmu.” (Diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak)
Bagi Syaikh Jamaluddin, ilmu kalam bukan hanya membentuk pikiran, tetapi juga menyucikan jiwa.
Asy-Syabrowiy dan Ilmu Kalam: Rasionalitas yang Beradab
Syaikh Jamaluddin Asy-Syabrowiy dikenal sebagai pembela teologi Ahlus Sunnah wal Jama‘ah dalam tradisi Asy‘ariyah. Dalam pandangannya, ilmu kalam adalah jembatan antara akal dan iman. Ia tidak menolak logika, tetapi menundukkannya di bawah cahaya wahyu.
Dalam Laamiyyah Asy-Syabrowiy beliau menulis:
عِلْمُ الْكَلَامِ نُورٌ يُنِيرُ الْعُقُولَ
وَيُثَبِّتُ الْإِيمَانَ فِي الْقُلُوبِ الْأُصُولَ
“Ilmu kalam adalah cahaya yang menerangi akal,
dan meneguhkan iman di dasar hati.”
Kalam, dalam pandangan beliau, adalah disiplin berpikir yang menjaga umat dari kekeliruan teologis. Dengan kalam, seorang muslim dapat memahami keesaan Allah secara rasional dan mendalam, tanpa terjebak dalam penyimpangan atau kesesatan pemikiran.
Pandangan ini sejalan dengan ucapan Imam al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulum ad-Din:
النَّظَرُ فِي الْمَعْقُولِ يُثْبِتُ الْمَنْقُولَ، وَيُزِيلُ الشُّبُهَاتِ عَنْ الْقَلْبِ
“Penalaran terhadap hal-hal rasional menguatkan hal-hal yang bersumber dari wahyu dan menghilangkan keraguan dari hati.”
Rasionalitas dalam Islam selalu memiliki arah, bukan liar tanpa kendali, karena dikawal oleh wahyu dan adab.
Keteladanan Spiritual dan Akhlak Syaikh Jamaluddin
Selain dikenal sebagai ahli kalam, Syaikh Jamaluddin Asy-Syabrowiy juga dikenal sebagai tokoh sufi yang hidup sederhana dan berakhlak tinggi. Dalam kehidupan sehari-hari, beliau mencontohkan keseimbangan antara ilmu dan ibadah. Beliau tidak memisahkan zikir dari berpikir.
Dalam salah satu bait nadzhamnya disebutkan:
لَا عِلْمَ بِلَا تَقْوَى وَلَا عَقْلَ بِغَيْرِ وِرْعٍ
وَمَنْ جَمَعَ بَيْنَهُمَا نَالَ الرِّفْعَةَ وَالدَّرَجَاتِ
“Tidak ada ilmu tanpa takwa, dan tidak ada akal tanpa wara‘;
siapa yang menggabungkannya, akan mendapat derajat tinggi.”
Bait tersebut menegaskan prinsip keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan kesucian hati. Seorang alim sejati bukan hanya pintar berbicara, tetapi juga lembut dalam amal.
Hadis Rasulullah ﷺ menggambarkan hal yang sama:
إِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ وَإِنَّمَا الْحِلْمُ بِالتَّحَلُّمِ
“Sesungguhnya ilmu diperoleh dengan belajar, dan kesabaran dengan berlatih sabar.” (HR. Thabrani)
Warisan Intelektual Asy-Syabrowiy di Dunia Islam
Warisan pemikiran Syaikh Jamaluddin Asy-Syabrowiy meluas hingga ke dunia Melayu-Nusantara. Banyak pesantren di Indonesia dan Malaysia yang mengajarkan Laamiyyah Asy-Syabrowiy sebagai bagian dari kurikulum adab dan akidah.
Para kiai di Nusantara menghargai karya ini karena mampu menanamkan rasa cinta ilmu sekaligus cinta kepada Allah. Nadzhom ini sering dibacakan dalam majelis-majelis pengajian, dengan irama lembut yang menggetarkan hati.
Selain itu, pemikiran Asy-Syabrowiy juga memengaruhi tradisi intelektual pesantren yang menyeimbangkan ilmu rasional (ma‘qulāt) dan ilmu naqliyah. Semangat al-jam‘ bayna al-‘aql wa al-naql (memadukan akal dan wahyu) yang beliau wariskan menjadi karakter khas pendidikan Islam tradisional.
Nilai-Nilai Pendidikan dalam Karya Asy-Syabrowiy
Karya Syaikh Jamaluddin Asy-Syabrowiy sarat dengan nilai pendidikan yang masih relevan hingga kini. Beliau mengajarkan bahwa ilmu tidak boleh dipelajari tanpa niat yang benar, dan guru harus dihormati sebagai perantara cahaya Allah.
Dalam nadzhamnya disebutkan:
أَدِّبْ نَفْسَكَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُبَ الْعُلُومَ
فَإِنَّ الْعِلْمَ لَا يُعْطَى لِغَيْرِ الْكَرِيمِ
“Didiklah dirimu sebelum menuntut ilmu,
karena ilmu tidak diberikan kepada orang yang tidak mulia.”
Prinsip ini menegaskan bahwa pendidikan sejati berawal dari pengendalian diri. Seorang pelajar tidak akan mendapatkan keberkahan ilmu kecuali dengan adab yang luhur.
Syaikh Jamaluddin menanamkan kesadaran bahwa ilmu adalah amanah. Akal yang jernih tanpa akhlak akan menjadi sumber kerusakan, sedangkan ilmu yang disertai adab melahirkan rahmat bagi semesta.
Relevansi Pemikiran Asy-Syabrowiy di Era Modern
Di tengah arus globalisasi dan modernitas, pemikiran Syaikh Jamaluddin Asy-Syabrowiy menjadi penyeimbang antara rasionalitas dan spiritualitas. Dunia yang penuh logika membutuhkan ruh spiritual agar tidak kehilangan arah.
Pemikiran beliau mengajarkan bahwa ilmu modern sekalipun harus dibingkai dengan nilai ketuhanan. Akal harus menjadi pelayan wahyu, bukan penguasanya. Jika sains dipisahkan dari iman, maka ilmu kehilangan maknanya.
Pandangan ini selaras dengan firman Allah Swt.:
وَمَا أُوتِيتُم مِّنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا
“Dan tidaklah kamu diberi ilmu melainkan sedikit.” (QS. Al-Isrā’ [17]: 85)
Ayat ini mengingatkan manusia agar tidak sombong dengan pengetahuan duniawi. Syaikh Jamaluddin mengajarkan bahwa semakin tinggi ilmu seseorang, semakin besar rasa tawakal dan rendah hatinya kepada Allah.
Penutup: Jejak Abadi Sang Guru Umat
Syaikh Jamaluddin Asy-Syabrowiy bukan sekadar tokoh sejarah, tetapi cermin ideal seorang ulama sejati. Beliau memadukan kecerdasan akal dengan kesucian jiwa, menjadikan ilmu sebagai tangga menuju Allah.
Warisan intelektualnya dalam Laamiyyah Asy-Syabrowiy tetap hidup di pesantren, di hati para santri yang melantunkan bait-baitnya dengan penuh cinta. Karya beliau menjadi pelita di tengah kegelapan zaman — mengingatkan bahwa ilmu sejati adalah yang menumbuhkan iman dan akhlak.
*Gerwin Satria N
Pegiat literasi Iqro’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
