SURAU.CO. Pendidikan dalam pandangan Islam bukan sekadar memindahkan ilmu. Bukan hanya dari kepala guru ke murid. Pendidikan adalah perjalanan panjang guna membentuk manusia seutuhnya. Akhlak, kepribadian, karakter. Serta kepekaan batinnya. Dalam proses seperti ini, guru berperan besar. Ia bukan hanya penyampai materi tetapi juga sebagai penuntun dan pengarah sekaligus juga pemberi teladan hidup. Setiap hari, gurulah cerminnya. Karena itulah para ulama mendidik guru, sebelum guru mendidik murid.
Adab Guru sebagai Sumber Keberkahan Ilmu
KH. Hasyim Asy’ari menjelaskan ini. Dalam kitabnya Adab al-‘Alim wa al-Muta‘allim. Beliau menegaskan keberkahan ilmu. Bermula dari adab seorang guru. Sebelum bicara kurikulum atau metode apalagi evaluasi belajar, seorang guru harus menata diri. Seorang pendidik wajib bertakwa, menjaga hati dan lisannya. Tetap tenang dan berwibawa dalam setiap tindakan. Pendidik tidak perlu tergesa-gesa bicara, idak reaktif dalam sikap dan selalu menimbang dampak dari setiap kata yang keluar.
Dalam Islam, pendidikan tidak hanya cerdas. Tapi menumbuhkan manusia beradab. Kedudukan guru istimewa. Bukan hanya penyampai ilmu. Guru adalah teladan hidup. Perilakunya dapat ditiru murid. Bahkan sebelum ucapannya didengar. KH. Hasyim Asy’ari menegaskan ini. Keberkahan ilmu berawal dari adab guru. Dari cara memandang diri di hadapan Allah. Hingga cara memperlakukan murid.
Kriteria Guru Ideal: Takwa dan Kebijaksanaan
Seorang guru ideal harus dekat dengan Allah Swt. Ia merasa diawasi-Nya selalu dalam keadaan apa pun. Kesadaran ini membuahkan rasa takut. Rasa khauf kepada Allah Swt selalu ada baik itu dalam ucapan, gerak, maupun diam. Guru tampil tenang dan bijaksana, tidak mudah terburu-buru dalam setiap keadaan. Sehingga wibawanya hadir alami dengan tanpa harus dipaksakan.
Guru juga harus hati-hati (wara’). Menjauhi urusan syubhat agar ilmu yang dibawa bersih. Ia perlu tampil tawadhu’ dan rendah hati meskipun menguasai banyak ilmu dan dipercaya banyak orang. Dalam ibadahnya pun ia senantiasa khusyuk, menjadikan syariat pegangan dalam seluruh urusan, bukan hanya di depan murid. Ia tidak seharusnya menjadikan ilmu sebagai alat mengejar ambisi duniawi. Seperti jabatan, kedudukan, popularitas, atau harta.
Integritas dan Zuhud dalam Profesi Guru
Seorang pendidik sejati tidak akan merendahkan dirinya di hadapan orang-orang yang memperbudak dunia, karena ia menyadari bahwa kemuliaan ilmu jauh lebih tinggi dibanding penghormatan palsu yang ditukar dengan nilai duniawi. Kesadaran inilah yang membuatnya hidup dalam sikap zuhud, mengambil dunia secukupnya saja dan menjauhi pekerjaan atau mata pencaharian yang dapat merendahkan martabatnya sebagai pendidik.
Di saat yang sama, seorang guru juga senantiasa menjaga nama baiknya. Ia menghindari tempat-tempat yang dapat menimbulkan prasangka buruk, sebab kedudukannya adalah sebagai panutan di tengah masyarakat. Ia menghidupkan syiar-syiar Islam melalui keterlibatannya dalam shalat berjamaah, penyebaran salam, amar ma’ruf nahi munkar, serta berbagai kegiatan kemasyarakatan yang menguatkan nilai agama. Selain itu, ia menegakkan sunnah Nabi dan berusaha melawan kemungkaran serta kebid’ahan, menjaga kemurnian warisan Rasulullah Saw dalam kehidupan sehari-hari.
Pengembangan Diri dan Kasih Sayang Guru
Selain itu, guru memperindah diri. Dengan ibadah sunnah. Membaca Al-Qur’an, dzikir, doa. Puasa, shalawat, dan ibadah lainnya. Ini menghidupkan ruhnya. Sikap ini terpancar dalam akhlak. Guru bersikap lembut. Dalam interaksi sosial. Ramah dan berbuat baik. Tidak cukup menuntun lisan. Tapi mencontohkan tindakan.
Dalam pengembangan diri, guru terus belajar. Membersihkan jiwa dari akhlak tercela. Menghiasi dengan akhlak mulia. Memperluas ilmu selalu. Melalui belajar, diskusi, mengulang. Membaca dan mencermati kitab. Jika ada yang tidak diketahui. Ia tidak malu bertanya. Kepada siapa pun. Meski lebih muda atau rendah. Terakhir, guru menyibukkan diri. Dengan menulis, merangkum. Menghasilkan karya ilmiah. Agar ilmunya tidak mati. Terus memberi manfaat. Bagi generasi berikutnya.
Kelembutan Mengajar dan Kepedulian Guru
Ketika seorang pendidik memiliki adab yang baik, interaksinya dengan murid pun menjadi lembut dan penuh penghormatan. Ia mengajar dengan niat tulus untuk mencari rida Allah Swt, sehingga setiap kata yang keluar terasa jernih dan menenangkan. Guru seperti ini memilih bahasa yang mudah pemahamannya, tidak membeda-bedakan murid, dan menuntun mereka dengan kasih sayang.
Kehadirannya bukan sekadar untuk menyampaikan pelajaran, tetapi juga menjadi pembimbing kehidupan. Jika ada murid yang tiba-tiba jarang hadir, ia tidak langsung mencela atau mengabaikan, tetapi mencari tahu alasannya dan menunjukkan kepedulian. Di sinilah pendidikan menemukan maknanya yang sejati: ketika guru hadir bukan hanya sebagai pengajar, tetapi sebagai manusia yang peduli terhadap manusia lain.
Guru Berakhlak, Generasi Beradab
Pada akhirnya, esensi pendidikan tidak pernah berubah sejak dahulu. Kemuliaannya bukan terletak pada kurikulum modern, bangunan megah, atau kecanggihan teknologi, tetapi pada hadirnya guru yang berakhlak mulia. Guru yang mengajar dengan hati, terus memperbaiki dirinya sebelum memperbaiki orang lain, dan memahami bahwa tugas mendidik adalah perjalanan batin sebelum menjadi pekerjaan lahir.
Dari tangan para pendidik seperti inilah lahir generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga tepat langkah hidupnya. Mereka tumbuh sebagai generasi yang memadukan ilmu, iman, dan adab sebagai bekal menapaki perjalanan kehidupan yang panjang. (kareemustofa)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
