SURAU.CO–Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari dalam Al-Hikam menegaskan prinsip utama tawakkal dan tauhid dalam doa:
“Janganlah kita mengangkat kedua tangan kepada selain Allah Swt., padahal Dia-lah yang memenuhi kebutuhan kita. Bagaimana mungkin selain-Nya akan mampu mengubah sesuatu yang telah Allah tetapkan? Barang siapa yang tidak mampu memenuhi kebutuhan diri sendiri, maka bagaimana ia akan mampu memenuhi kebutuhan selainnya?”
Marilah kita jangan berdoa dan memohon kepada selain Allah Swt., sebab hanya Allah-lah yang mampu memenuhi segala kebutuhan kita. Kita jangan berdoa dan memohon kepada benda mati, seperti berhala dan sejenisnya, karena itu tidak akan mampu mengabulkannya, bahkan tidak mendengar ucapan yang kita katakan. Kita jangan pula memohon dan berharap kepada manusia lainnya, karena mereka akan marah jikalau kita terlalu sering meminta dan memberatkan mereka. Dan, kita jangan pula bergantung pada usaha kita, seolah kita mendapatkan segala sesuatu hanya berkat usaha kita sendiri tanpa ada bantuan-Nya. Sebab, yang demikian ini adalah bentuk kesyirikan. Hanya Allah-lah yang mampu memenuhi semua kebutuhan kita dan mengabulkan semua permintaan kita.
Makhluk Tak Berkuasa Mengubah yang Allah Tetapkan
Para makhluk-Nya tidak akan mampu mengubah sesuatu yang telah Dia tetapkan. Jikalau Dia menetapkan bahwa kita tidak akan mendapatkan rezeki pada hari ini, maka kita tidak akan mendapatkannya, walaupun kita meminta kepada orang lain yang kaya dan memiliki segudang harta. Jikalau Dia menetapkan bahwa kita akan mendapatkan uang satu miliar hari ini, padahal menurut logika normal tidak mungkin, maka kita akan mendapatkannya. Itu adalah ketetapan-Nya, yang tidak mungkin mendapatkan gugatan oleh siapa pun.
–Syekh Ibnu ‘Athaillah dalam Al-Hikam meminta kita jangan berdoa dan memohon kepada sesuatu yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Bagaimana mungkin kita mau memohon kepada kayu, berhala, atau orang mati di kuburan, yang tidak mampu menyelamatkan diri sendiri dari azab yang sedang menimpa mereka. Orang yang lemah dan berada di bawah kekuasaan-Nya tidak akan mampu mengubah dan mengganggu gugat keputusan-Nya.
Keharusan Berprasangka Baik Kepada Allah
Nasihat selanjutnya dalam Al-Hikam mendorong kita untuk selalu husnuzhan (berprasangka baik) kepada Tuhan:
“Jikalau kita tidak mampu berbaik sangka kepada Allah Swt. karena kebaikan sifat-Nya, maka berbaik sangkalah kepada-Nya karena hubungan-Nya dengan kita. Tidaklah ada yang dibiasakan-Nya kepada kita, kecuali kebaikan. Dan, tidak ada yang Allah berikan kepada kita, kecuali berbagai karunia.”
Jikalau kita tidak bisa berbaik sangka kepada-Nya karena sifat-sifat-Nya yang Maha Agung lagi Maha Mulia (seperti Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan lain sebagainya), maka marilah kita berbaik sangka kepada-Nya karena kebaikan-Nya kepada kita. Berapa kali kita bermaksiat kepada-Nya dalam sehari, dalam satu jam, dalam satu menit, bahkan dalam satu detik? Apakah Dia pernah membalas kita dengan kelaparan dan kefakiran? Sehingga kita tidak mendapatkan rezeki-Nya sedikit pun pada hari itu.
Kemaksiatan yang sering kita lakukan kepada-Nya selalu Dia balas dengan karunia dan rezeki-Nya.
Tidak ada dalam kamus-Nya kata-kata “Menzalimi hamba-Nya.” Dia adalah Dzat Yang Maha Adil. Tidak ada cela dan keburukan dalam Diri-Nya. Semua yang Dia tetapkan bagi para hamba-Nya adalah untuk kebaikan mereka juga.
Apakah kita tidak memperhatikan bahwa semua yang Dia berikan kepada kita adalah kebaikan dan nikmat? Walaupun kita tidak shalat, berpuasa, mengeluarkan zakat, dan lain sebagainya, namun Dia masih melimpahkan karunia-Nya kepada kita.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
