Khazanah
Beranda » Berita » Dari Ibadah menuju Makrifat: Mutiara Hikmah dalam Al-Hikam

Dari Ibadah menuju Makrifat: Mutiara Hikmah dalam Al-Hikam

Ilustrasi hamba yang tengah mendekatkan diri kepada Allah.
Ilustrasi hamba yang tengah mendekatkan diri kepada Allah.

SURAU.COSyekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari dalam karya besarnya Kitab Al-Hikam, menyampaikan

“Alangkah jauhnya perbedaan antara orang yang berdalil dengan Allah Swt. untuk menunjukkan yang lainnya dengan orang yang berdalil menggunakan yang lainnya untuk menunjukkan-Nya. Orang yang berdalil kepada-Nya akan mengenal bahwa kebenaran adalah kepunyaan Pemiliknya. Kemudian, ia menetapkan segala perkara berdasarkan asalnya. Sedangkan orang yang berdalil kepada selain-Nya merupakan bentuk yang tidak akan sampai kepada-Nya. Betapa tidak! Kapankah Dia gaib? Sehingga dibutuhkan yang lainnya untuk menunjukkan diri-Nya. Dan, kapankah Dia jauh? Sehingga benda-benda yang ada dijadikan sarana untuk menunjukkan-Nya.”

Dalil Mengenal Allah

Sungguh besar perbedaan antara seseorang yang menjadikan Allah Swt. sebagai dalil untuk membuktikan adanya alam semesta, dengan orang yang menggunakan alam semesta (ciptaan) untuk membuktikan keberadaan-Nya. Allah adalah Dzat Yang Maha Sempurna dan Maha Pencipta. Apa pun yang ada di dunia dan seluruh jagat raya ini adalah ciptaan-Nya.

Jenis orang pertama adalah tipe yang mengenal kebenaran sejati. Ia mengakui bahwa Allah Swt. adalah Dzat yang qadim (kekal) dan Awal. Ia yakin bahwa Dia-lah yang menciptakan segala sesuatu yang ada setelah-Nya. Jikalau tidak ada Allah Swt., tentu tidak akan ada makhluk setelah-Nya. Dia adalah Dzat yang berdiri sendiri, dan bukan makhluk.

Sedangkan jenis orang kedua adalah tipe yang lemah keimanannya. Ia baru akan mengimani Allah jikalau ia melihat ciptaan-Nya. Seharusnya, bukan seperti itu cara kita beriman. Kita harus meyakini bahwa Allah Swt. adalah Sang Pencipta, maka secara otomatis kita akan meyakini bahwa seluruh yang ada adalah ciptaan-Nya. Allah Swt. itu selalu ada dan berada di dekat hamba-Nya, bahkan lebih dekat dari urat leher. Kita harus membuka hijab yang menutup hati kita, maka kita akan mengenal-Nya.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Menuju Cahaya Allah

“Orang-orang yang berjalan menuju Allah Swt. akan mendapatkan hidayah/petunjuk dengan cahaya menghadap wajah kepada-Nya. Dan orang-orang yang sampai kepada-Nya akan mendapatkan cahaya berhadapan dengan-Nya. Orang-orang yang pertama bergerak untuk mendapatkan cahaya, sedangkan (kelompok kedua) cahaya bergerak menuju mereka, karena mereka mempersembahkan diri mereka untuk-Nya, bukan selain-Nya. Katakanlah, ‘Allah,’ kemudian biarkan mereka bermain dengan kesibukan mereka.”

Orang yang berjalan menuju Allah Swt., yaitu dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya, maka ia akan mendapatkan petunjuk dengan cahaya-cahaya ibadah yang ia kerjakan. Ketika kita shalat, kita mendapatkan hidayah dari shalat yang kita kerjakan. Ketika kita berpuasa, kita akan mendapatkan hidayah dari puasa yang kita kerjakan.

Hal ini berbeda dengan orang yang telah sampai kepada-Nya, yaitu mereka yang mencapai tingkatan makrifat. Mereka berhak mendapatkan cahaya-Nya, sehingga mereka tidak akan pernah tersesat dalam kegelapan hidup dan kejahilan, serta mereka akan mengetahui rahasia-rahasia yang ada di balik sebuah peristiwa.

Golongan pertama adalah orang-orang yang masih berusaha untuk mendapatkan cahaya-Nya, serta masih harus menempuh perjalanan panjang. Sedangkan golongan kedua adalah orang-orang yang telah mendapatkan cahaya-Nya, dan merekalah yang berhak menyandang gelar waliyullah (kekasih Allah).

Marilah kita katakan bahwa Allah Swt. adalah Tuhan kita. Marilah kita sembah diri-Nya, dan jangan pernah kita mengabaikan perintah-Nya. Biarkanlah orang-orang yang lalai sibuk dengan dunia mereka, jangan sampai kita teperdaya. Itu hanyalah godaan dan hidayah setan yang akan menyengsarakan kita di dunia dan akhirat.(St.Diyar)

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Referensi : Atha’illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam (penerjemah : D.A. Pakih Sati)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement