Khazanah
Beranda » Berita » Jangan Terlena Urusan Dunia: Pentingnya Muraqabah dan Prioritas Ibadah Menurut Al-Hikam

Jangan Terlena Urusan Dunia: Pentingnya Muraqabah dan Prioritas Ibadah Menurut Al-Hikam

Ilustrasi hamba yang bermunajat dan larut dalam doa.
Ilustrasi hamba yang bermunajat dan larut dalam doa.

SURAU.COSyekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari dalam karya besarnya Kitab Al-Hikam, memberikan dua peringatan penting bagi kita, yang sering kali terperangkap antara tuntutan dunia dan kebutuhan spiritual. Nasihat-nasihat Syekh Ibnu Atha’illah  mengajarkan kita untuk menjaga fokus batin (muraqabah) dan memahami hakikat dunia yang fana.

Jangan Terlena oleh Urusan Dunia

Nasihat pertama Syekh Ibnu Atha’illah mengajarkan kita tentang prioritas waktu dan kesadaran spiritual (muraqabah):

“Jangan menunggu selesainya urusan-urusan dunia, karena hal itu justru akan memutus kita dari pengawasan Allah Swt., yaitu pada kondisi yang Dia tempatkan di sana.”

Ketika waktu untuk bermunajat (beribadah atau berzikir) tiba, kita tidak boleh menunda dengan alasan menunggu pekerjaan atau urusan dunia selesai terlebih dahulu. Prioritaskan Sang Penguasa, hampiri Dia, baru kemudian kita selesaikan urusan duniawi kita.

Ketentuan dan aturan Allah yang mewajibkan ibadah tepat waktu bertujuan agar kita menjadi pribadi yang saleh secara lahiriah dan batiniyah dalam setiap urusan harian yang kita jalani.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Dampak Menomorduakan Allah

Ketika kita bekerja, seharusnya kita selalu merasa Diawasi oleh-Nya. Kesadaran ini mencegah kita dari tindakan tercela, seperti korupsi—baik korupsi harta, waktu, uang, maupun hal lainnya. Kesadaran akan pengawasan Allah (muraqabah) berfungsi sebagai benteng moral.

Sebaliknya, jika kita lalai dengan urusan dunia dan menomorduakan-Nya setelah pekerjaan, maka rasa pengawasan-Nya akan hilang dari dalam diri kita. Hilangnya kesadaran ini membuka pintu lebar bagi perbuatan jahat dan maksiat, terutama ketika kita sendirian dan merasa tidak ada yang mengawasi.

Syekh Ibnu Atha’illah  memberikan permisalan seorang pekerja. Ketika berdagang, kita tidak akan memiliki hasrat untuk menipu atau merusak timbangan, karena kita merasa berada di bawah pengawasan-Nya. Kemudian contoh dari seorang pejabat:. Syekh Ibnu Atha’illah berpendapat, jika kita adalah seorang pejabat yang lalai, kita akan mudah menerima suap tanpa memikirkan konsekuensi buruknya, baik di dunia maupun di akhirat.

Menunda ibadah demi dunia sama saja dengan membiarkan benteng batin kita runtuh, sehingga setan dan hawa nafsu mudah menjerumuskan kita ke dalam jurang maksiat.

Dunia yang Keruh

Nasihat kedua mengajarkan kita untuk memiliki pandangan yang realistis dan bijak terhadap hakikat dunia. Beliau berpesan:

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

“Janganlah kita heran dengan berbagai kekeruhan selama kita masih berada di dunia ini. Sebab, kekeruhan tidaklah tampak, kecuali itu adalah sifat wajibnya.”

Syekh Ibnu Atha’illah  meminta kita tidak perlu merasa heran dengan kekeruhan, gejolak, dan penderitaan yang ada di dunia ini. Sebab, dunia memang negeri yang dipenuhi fitnah, kesedihan, pertumpahan darah, dan segala macam penderitaan.

Sang syekh mengajak  kita untuk merenungkan: Tidakkah kita menyaksikan pertumpahan darah yang terjadi hampir setiap detik di berbagai belahan dunia? Tidakkah kita melihat peperangan yang merenggut ribuan nyawa tak berdosa? Tidakkah kita menyaksikan anak-anak kecil yang kelaparan di berbagai benua? Semua ini adalah kotoran dunia.

Jika kita benar-benar menginginkan cahaya terang dan kebahagiaan abadi, kita harus tahu bahwa semua itu hanya ada di akhirat kelak. Kebahagiaan abadi tersebut pun sangat bergantung pada amal kebaikan yang kita kumpulkan selama kita berada di dunia fana ini.

Ada pun menurut Syekh Ibnu Atha’illah  terdapat konsekuensi akhirat. Jika kita menjadi orang baik di dunia, kita akan mendapatkan surga-Nya dan merasakan kenikmatan abadi. Sebaliknya, jika kita memilih menjadi pelaku maksiat, kita akan diliputi kesengsaraan yang tiada akhir.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Segala sesuatu yang ada di dunia ini—baik uang, jabatan, ketenaran, dan hal-hal lainnya—semua itu hanyalah kotoran yang fana. Banyak manusia rela berkelahi dan berselisih demi mendapatkan jabatan. Tidak sedikit pula orang yang rela berperang demi mendapatkan sedikit materi. Itulah hakikat dunia; semuanya adalah kekeruhan yang bersifat wajib dan inheren.

Dengan memahami sifat wajib kekeruhan dunia, Syekh Ibnu Atha’illah  menerangkan bahawa kita bisa membebaskan hati dari ketergantungan padanya dan mengarahkan fokus sepenuhnya pada Sang Pencipta.(St.Diyar)

Referensi : Atha’illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam (penerjemah : D.A. Pakih Sati)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement