Khazanah
Beranda » Berita » Pilar-Pilar Keikhlasan Menurut Syekh Ibnu ‘Athaillah Dalam Al-Hikam

Pilar-Pilar Keikhlasan Menurut Syekh Ibnu ‘Athaillah Dalam Al-Hikam

Ilustrasi hamba yang tenggelam dalam doa kepada Allah.
Ilustrasi hamba yang tenggelam dalam doa kepada Allah.

SURAU.CO-Syekh Ibnu Atha’illah, melalui kebijaksanaannya dalam Kitab Al-Hikam, menyampaikan

“Engkau meminta kepada Allah Swt., berarti engkau menuduh-Nya. Engkau meminta kepada-Nya, berarti engkau meng-ghibah-Nya. Engkau meminta kepada selain-Nya, itu karena sedikitnya rasa malumu. Engkau meminta kepada selain-Nya, itu karena jauhnya dirimu dari diri-Nya.”

Kemudian Syekh Ibnu Atha’illah  menyampaikan,  jika  kita berdoa kepada Allah Swt. dan memohon sesuatu, kemudian kita berprasangka bahwa kita tidak akan mendapatkannya kecuali dengan berdoa, ini berarti kita menuduh-Nya dengan dusta. Walaupun kita tidak meminta sesuatu kepada-Nya, jikalau itu adalah bagian kita, maka Dia pasti akan memberikannya. Doa yang kita panjatkan adalah bukti kefakiran dan kebutuhan kita kepada-Nya. Selain itu, doa merupakan bukti kesempurnaan ubudiyah (penghambaan) kita kepada-Nya. Sebagai seorang hamba, kita harus yakin bahwa Allah Swt. pasti menunaikan janji-Nya. Doa adalah otak ibadah dan senjata orang mukmin. Sesuatu yang telah Dia takdirkan menjadi bagian kita, maka Dia akan memberikannya sesuai porsi dan waktunya.

Dekatnya Allah pada Hamba-Nya

Allah Swt. lebih dekat kepada hamba-Nya dari urat leher. Dia selalu menyertai kita di mana pun kita berada. Seandainya kita berada di masjid, Dia ada bersama kita. Jikalau kita berada di kantor, Dia akan bersama kita. Jikalau kita berada di sawah, Dia ada bersama kita. Kita harus membuka mata batin kita, maka kita akan mendapati-Nya. Untuk apa kita mencari-Nya? Sebab, Dia berada dalam setiap langkah kita. Jikalau kita tidak mampu melihat-Nya, berarti mata batin kita tertutup dan terhijab oleh diri kita sendiri, yaitu amal perbuatan kita yang tidak Dia ridhai, sehingga mata batin kita semakin buta dan berkarat, serta tidak ada cahayanya lagi.

Jikalau kita meminta kepada selain-Nya, padahal Dia selalu ada di dekat kita dan bersama kita, maka itu menunjukkan bahwa kita sama sekali tidak memiliki rasa malu kepada-Nya. Bagaimana kita meminta kepada sesuatu yang tidak berhak kita jadikan sekutu-Nya? Bagaimana kita meninggalkan Dzat Penguasa dan Pencipta, kemudian kita berpaling menuju sesuatu yang Dia kuasai dan Dia cipta? Jikalau kita meminta kepada selain-Nya yang tidak Dia izinkan, maka itu adalah tanda kejauhan kita dari-Nya. Oleh karena itu, marilah kita kembalikan segala urusan kita kepada-Nya, dan kita bertawakkal kepada-Nya. Semua takdir berada di tangan-Nya. Janganlah kita meminta kepada selain-Nya, karena itu adalah kesia-siaan yang tidak akan menghasilkan apa pun, kecuali dosa dan kesyirikan.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Nasihat selanjutnya menegaskan bahwa takdir ada dalam setiap embusan napas kita: “Tidaklah setiap napas yang engkau embuskan, kecuali ada takdir yang berlaku bagi dirimu.”

Adanya Takdir Sejak Zaman Azali

Syekh Ibnu Atha’illah menyampaikan bahwa setiap napas yang kita embuskan, Allah Swt. sudah menetapkan takdirnya semenjak zaman Azali. Oleh karena itu, marilah kita manfaatkan setiap momen yang ada untuk menggapai cita-cita, dan kita mohon taufiq-Nya, sehingga cita-cita itu bisa tercapai. Selama nyawa masih dikandung badan dan paru-paru masih bisa bernapas, maka takdir kita akan tetap berjalan sesuai dengan ketentuan-Nya. Kita mungkin ditakdirkan mendapatkan kebaikan yang banyak pada hari ini, maka marilah kita gapai segera, dan jangan kita lalai. Allah Swt. selalu menunjukkan dua jalan, yaitu jalan kebaikan dan keburukan. Masing-masing ada takdir tersendiri yang berbeda dari takdir lainnya. Jikalau kita menempuh jalan kebaikan, maka takdirnya akan seperti ini. Sebaliknya, jikalau kita menempuh jalan keburukan, maka takdirnya pun akan seperti itu. Pilihan ada di tangan kita, sedangkan takdir ada di tangan-Nya. Jikalau kita telah berusaha, maka marilah kita bertawakkal kepada-Nya.(St.Diyar)

Referensi : Atha’illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam (penerjemah : D.A. Pakih Sati)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement