SURAU.CO. Ikhlas dalam beribadah berarti melakukan ibadah semata-mata karena Allah SWT, tanpa mengharapkan pujian manusia atau keuntungan duniawi. Keikhlasan adalah pondasi penting yang membuat ibadah memiliki nilai spiritual, dan tanpa keikhlasan, ibadah hanya menjadi gerakan fisik tanpa pahala.
Ciri-ciri ikhlas dalam beribadah:
- Niat hanya untuk Allah: Menjaga niat agar tetap murni hanya untuk Allah, bukan untuk mendapatkan pujian atau keuntungan dari manusia.
- Tidak mengharap imbalan duniawi: Tidak peduli apakah amal ibadah mendapat apresiasi dari orang lain atau tidak, karena yang terpenting adalah penilaian Allah.
- Menghindari riya: Riya membuat seseorang beribadah bukan karena ketulusan, tetapi karena ingin mendapat pujian atau terlihat baik di mata orang lain.
- Menyerahkan sepenuhnya kepada Allah: Setelah beribadah, berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT untuk menerima amal tersebut tanpa merasa harus menyalahkan orang lain.
- Kesadaran spiritual: Sadar bahwa semua amal adalah bentuk penghambaan kepada Allah SWT, bukan untuk mendapatkan pengakuan dari manusia.
Mengapa ikhlas itu penting?
- Ibadah menjadi bernilai: Allah akan menerima ibadah yang dilakukan dengan ikhlas, dan ibadah tersebut memiliki nilai spiritual yang tinggi di sisi-Nya.
- Menjaga dari kesombongan: Dengan mengedepankan keikhlasan, seseorang dapat menjaga hatinya dari kesombongan dan kekecewaan saat amalnya tidak dihargai.
- Mengubah amal menjadi ibadah yang sempurna: Ikhlas menyempurnakan ibadah, yang terdiri dari hati, ucapan, dan perbuatan. Niat yang tulus adalah aspek terpenting dari ketiganya.
Filosofi ikhlas dalam beribadah
Umat Muslim melakukan setiap ibadah semata-mata hanya karena Allah SWT. Mereka berusaha mendapatkan ridha-Nya. Orang yang beribadah secara ikhlas tidak mencari pujian, keuntungan duniawi, atau pengakuan dari manusia. Inti dari ikhlas adalah memurnikan niat, menjaga agar ibadah tidak tercampur dengan unsur lain seperti riya’ (ingin terlihat baik di depan orang lain) atau sum’ah (menceritakan amal untuk dipuji). Menerima hasil ibadah dengan lapang dada dan menjaga hubungan spiritual yang murni dengan Allah adalah aspek penting lainnya dari filosofi ini.
- Pondasi ibadah yang diterima: Kita harus mengutamakan keikhlasan sebagai syarat agar ibadah seperti salat, puasa, dan zakat kita bernilai di sisi Allah. Hadis “Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya” menekankan pentingnya niat yang tulus untuk diterima.
- Tujuan semata-mata karena Allah: Kita melakukan ibadah bukan untuk mendapatkan pujian atau status sosial, melainkan murni karena cinta dan ketaatan kepada Allah. Tujuannya adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengharapkan balasan terbaik dari-Nya di akhirat.
- Menjaga kemurnian niat: Seseorang yang ikhlas selalu berusaha memperbaiki dan menjaga niatnya agar tetap murni untuk Allah, bahkan ketika tidak ada orang yang melihat. Contohnya adalah salat malam ketika orang lain tidur atau bersedekah secara diam-diam.
- Menerima hasil dengan lapang dada: Ikhlas juga berarti menerima segala hasil dari ibadah, bahkan jika doa belum terkabul, dengan tetap bersyukur dan yakin akan rencana terbaik Allah.
- Menjauhi riya’ dan sum’ah: Riya’ (berbuat baik karena ingin dipuji) dan sum’ah (menceritakan amal untuk mendapatkan keistimewaan) merupakan lawan dari ikhlas. Ikhlas membuat seseorang tidak membutuhkan pengakuan dari manusia, karena ia sadar Allah mengetahui segalanya.
- Membuka jalan menuju surga: Dengan ikhlas, seseorang berharap mendapatkan ridha Allah dan surga-Nya. Ibadah yang ikhlas mengantarkan seseorang pada ketenangan batin, kehidupan yang lebih bermakna, dan akhir yang baik (husnul khatimah).
Tujuan
Kita wajib mengutamakan keikhlasan saat beribadah, agar ibadah tersebut diterima di sisi Allah. Tanpa keikhlasan, ibadah bisa menjadi sia-sia karena niat tidak murni karena Allah semata, melainkan karena mengharapkan pujian atau keuntungan duniawi. Ikhlas memberikan ketenangan batin kepada kita. Kita berharap hanya kepada Allah SWT, bukan pada makhluk. Dengan ikhlas, kita tidak akan merasa kecewa jika manusia tidak menghargai amal kita.
Ibadah diterima dan tidak sia-sia
- Syarat utama ibadah: Keikhlasan adalah syarat mutlak agar ibadah bernilai di hadapan Allah.
- Menjaga niat: Ikhlas berarti menjaga niat agar tetap murni semata-mata karena Allah, bukan untuk mendapatkan pujian atau keuntungan duniawi.
- Ibadah menjadi sia-sia: Tanpa keikhlasan, ibadah bisa menjadi sia-sia karena tidak ada nilai di sisi Allah, meskipun kelihatannya sempurna secara lahiriah.
Memberikan ketenangan batin
- Tidak kecewa: Kita harus ikhlas dalam beramal. Keikhlasan membuat kita tidak merasa kecewa jika manusia tidak menghargai amal kita. Kita melakukan amal semata-mata hanya untuk Allah.
- Ketenangan jiwa: Sikap ikhlas membawa ketenangan batin, karena kita telah menyerahkan hasil dari ibadah kepada Allah dan hanya berharap pada-Nya.
Menghindari sifat tercela
- Menghindari riya: Kita mengartikan bahwa ikhlas adalah kebalikan dari riya, yaitu keinginan untuk dilihat dan dipuji orang lain. Ikhlas juga merupakan lawan dari syirik, yaitu perbuatan menyekutukan Allah.
- Memurnikan tujuan: Ikhlas membersihkan hati dari keinginan selain untuk mendekatkan diri kepada Allah, bahkan jika itu adalah keinginan untuk masuk surga atau menghindari neraka (yang termasuk ke dalam tingkat keikhlasan yang lebih rendah).
Contoh perilaku
- Menghadapi musibah: Menerima musibah atau kesulitan hidup dengan sabar dan tidak menyalahkan takdir, serta tetap berusaha memperbaiki diri adalah contoh perilaku ikhlas.
- Bersikap baik: Tetap berbuat baik kepada orang lain, bahkan jika kita sedang sedih, dan tidak membalas kejahatan dengan keburukan adalah bentuk ikhlas dalam kehidupan sehari-hari.
- Menghargai sesama: Tidak saling menyalahkan dan mengklaim ibadah diri sendiri yang paling benar. Setiap orang berhak untuk mempersembahkan ibadahnya sesuai kemampuannya, dan yang terpenting adalah penyerahan diri kepada Allah.
(mengutip dari berbagai sumber)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
