Sejarah Islam mencatat banyak tokoh wanita hebat yang memiliki peran vital dalam perjuangan dakwah. Salah satu sosok paling menonjol adalah Ummu Salamah. Wanita mulia ini memiliki nama asli Hind binti Abi Umayyah. Umat Islam mengenalnya sebagai salah satu Ummul Mukminin atau ibunda orang-orang beriman. Ia bukan sekadar pendamping hidup Rasulullah SAW di ranah domestik. Ummu Salamah tampil sebagai figur intelektual dengan wawasan politik yang sangat tajam.
Kecerdasannya memberikan dampak besar bagi kelangsungan persatuan umat Islam pada masa-masa kritis. Artikel ini akan mengupas kisah hidupnya, ketajaman berpikirnya, serta keberaniannya dalam menyampaikan pendapat yang menyelamatkan umat dari perpecahan.
Latar Belakang Wanita Bangsawan Quraisy
Hind binti Abi Umayyah berasal dari kabilah Bani Makhzum. Kabilah ini terkenal memiliki kedudukan tinggi dan terhormat di kalangan Quraisy. Ayahnya terkenal dengan sifat dermawan yang luar biasa. Orang-orang memanggil ayahnya dengan julukan Zad ar-Rakib karena ia selalu menanggung bekal teman seperjalanannya. Ummu Salamah mewarisi kemuliaan dan kecerdasan dari garis keturunannya ini.
Sebelum menikah dengan Rasulullah SAW, ia adalah istri dari Abu Salamah. Pasangan ini termasuk dalam kelompok as-Sabiqun al-Awwalun atau orang-orang yang pertama memeluk Islam. Mereka berdua merasakan pahit getirnya perjuangan dakwah di Mekkah. Pasangan mulia ini bahkan melakukan hijrah dua kali, yaitu ke Habasyah dan Madinah. Ketabahan Ummu Salamah teruji saat suaminya meninggal dunia setelah Perang Uhud. Kesabarannya membuahkan hasil manis ketika Allah menakdirkannya menjadi istri Nabi Muhammad SAW.
Peran Sentral dalam Perjanjian Hudaibiyah
Bukti nyata kecerdasan politik Ummu Salamah terlihat jelas pada peristiwa Hudaibiyah. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-6 Hijriah. Saat itu, Rasulullah SAW dan para sahabat berniat melaksanakan ibadah umrah. Namun, kaum kafir Quraisy menghalangi rombongan umat Islam di Hudaibiyah. Negosiasi yang alot akhirnya melahirkan Perjanjian Hudaibiyah.
Isi perjanjian tersebut terasa sangat merugikan pihak Muslim pada pandangan pertama. Salah satu poinnya mengharuskan umat Islam kembali ke Madinah dan menunda umrah hingga tahun depan. Para sahabat merasa sangat kecewa dan sedih. Mereka menanggung rasa frustrasi yang mendalam karena gagal mengunjungi Baitullah.
Rasulullah SAW kemudian memerintahkan para sahabat untuk menyembelih hewan kurban (hadyu) dan mencukur rambut (tahallul) di tempat itu. Beliau mengulangi perintah tersebut hingga tiga kali. Anehnya, tidak ada satu pun sahabat yang bergerak melaksanakan perintah itu. Mereka terdiam dalam kesedihan dan kekecewaan yang meluap. Situasi ini sangat genting dan berpotensi memicu pembangkangan massal terhadap Nabi.
Nasihat Politik yang Menyelamatkan Umat
Nabi Muhammad SAW masuk ke dalam tenda menemui Ummu Salamah dengan perasaan gundah. Beliau menceritakan sikap para sahabat yang enggan mematuhi perintahnya. Di sinilah peran Ummu Salamah sebagai penasihat politik dan teman diskusi yang bijak terlihat. Ia tidak ikut panik atau menyalahkan para sahabat. Ia memahami psikologi massa yang sedang kecewa.
Dengan tenang, Ummu Salamah memberikan usulan taktis yang brilian. Ia berkata:
“Wahai Nabi Allah, apakah engkau ingin mereka mengerjakan perintahmu? Keluarlah dan jangan berbicara dengan siapa pun. Sembelihlah untamu dan panggillah tukang cukurmu untuk mencukur rambutmu.”
Saran ini sangat sederhana namun penuh makna filosofis. Ummu Salamah menyarankan dakwah bil hal (dengan perbuatan) daripada sekadar kata-kata. Rasulullah SAW segera menerima pendapat istrinya itu. Beliau keluar tenda tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Beliau langsung menyembelih hewan kurbannya dan memanggil tukang cukur untuk memotong rambutnya.
Dampak Kebijaksanaan Ummu Salamah
Para sahabat melihat tindakan Rasulullah SAW tersebut dengan mata kepala sendiri. Kesadaran mereka seketika bangkit. Mereka menyadari bahwa keputusan Nabi sudah bulat dan wahyu Allah pasti benar. Para sahabat segera bangkit, menyembelih hewan kurban, dan saling mencukur rambut satu sama lain. Suasana yang tadinya tegang berubah menjadi kepatuhan total.
Saran Ummu Salamah berhasil menyelamatkan umat Islam dari bahaya ketidakpatuhan kepada Rasul. Peristiwa ini membuktikan bahwa wanita memiliki hak suara dan kapasitas intelektual dalam urusan publik yang krusial. Nabi Muhammad SAW tidak memandang remeh pendapat tersebut hanya karena datang dari seorang wanita. Beliau justru memvalidasi kecerdasan istrinya dengan melaksanakan saran tersebut.
Hikmah: Keberanian dan Ketajaman Pandangan
Kisah Ummu Salamah mengajarkan banyak hal kepada kita. Pertama, pentingnya memiliki wawasan luas dan ketenangan emosional. Ummu Salamah mampu berpikir jernih saat orang lain larut dalam emosi. Kedua, keberanian menyampaikan pendapat. Ia tidak ragu memberikan masukan kepada pemimpin tertinggi umat Islam saat situasi membutuhkannya.
Ketiga, posisi wanita dalam Islam sangatlah terhormat. Sejarah mencatat Ummu Salamah sebagai figur yang solutif, bukan sekadar pelengkap. Ia adalah representasi wanita Muslimah yang cerdas, berani, dan visioner. Kehidupan Ummu Salamah menjadi bukti bahwa Islam membuka ruang bagi wanita untuk berkontribusi dalam ranah sosial dan politik demi kemaslahatan umat.
Kita perlu meneladani sifat kritis dan bijaksana dari sosok Ummul Mukminin ini. Warisan pemikirannya tetap relevan hingga hari ini sebagai inspirasi bagi kaum wanita untuk terus berkarya dan berpikir cerdas.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
