Khazanah
Beranda » Berita » Dari Tenggorokan ke Bibir: Memahami Makharijul Huruf Qur’an dengan Kitab Hidayatush Shibyan

Dari Tenggorokan ke Bibir: Memahami Makharijul Huruf Qur’an dengan Kitab Hidayatush Shibyan

Ilustrasi anatomi makharijul huruf Qur’an dari tenggorokan sampai bibir
Ilustrasi menunjukkan lokasi keluarnya huruf Al-Qur’an dari tenggorokan, rongga mulut, lidah, hingga bibir

Surau. co. Makharijul huruf—tempat keluarnya huruf—menjadi fondasi penting dalam membaca Al-Qur’an. Tanpa pemahaman yang kuat tentang makhraj, seseorang mudah mengubah bunyi huruf dan menggeser makna ayat. Pembelajaran ini tidak sekadar ritual teknis dalam membaca mushaf, melainkan usaha menjaga kesucian firman Allah dari distorsi lafal. Dalam tradisi pesantren, terutama melalui kitab Hidayatush Shibyan karya Syaikh Sa‘id al-Hadhrami, pemaparan makharijul huruf tampil jelas dan sistematis.

Selain itu, pemahaman makhraj menjadi langkah awal bagi setiap Muslim untuk menghidupkan bacaan Al-Qur’an dengan benar. Allah berfirman:

وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا
“Bacalah Al-Qur’an dengan tartil.” (QS. Al-Muzzammil: 4)

Perintah ini menegaskan pentingnya ketepatan pelafalan, termasuk penguasaan makhraj, sebelum seseorang melangkah pada keindahan tartil.

Memahami Makharijul Huruf Menurut Hidayatush Shibyan

Makharijul huruf sebagai dasar tajwid yang paling awal. Syaikh Sa‘id al-Hadhrami dalam Hidayatush Shibyan membuka pembahasan makhraj dengan pernyataan:

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

قال الشيخ سعيد الحضرمي في هداية الصبيان:
“مخارج الحروف سبعة عشر على المشهور.”
Syaikh Sa‘id al-Hadhrami menerangkan bahwa makharijul huruf berjumlah tujuh belas menurut pendapat yang paling masyhur.

Penjelasan ini menunjukkan bahwa pemetaan makhraj tidak dibiarkan kabur, tetapi ditata dengan metodologi khas ulama tajwid. Setiap huruf memiliki lokasi keluarnya yang spesifik, sehingga pengucapannya tidak bisa dilakukan dengan sembarangan. Oleh sebab itu, seseorang harus mempelajari anatomi alat ucap, mulai dari tenggorokan, rongga mulut, lidah, hingga bibir.

Lebih jauh, para ahli tajwid seperti Ibn al-Jazari menekankan hal yang sama. Beliau menyampaikan:

قال ابن الجزري:
“والأخذُ بالتجويد حتمٌ لازم، من لم يُجَوِّدِ القرآنَ آثم.”
Ibn al-Jazari menjelaskan bahwa mempelajari tajwid merupakan kewajiban, dan orang yang membaca Al-Qur’an tanpa tajwid mendapatkan dosa.

Keterangan ini memperkuat urgensi mempelajari makhraj sebelum masuk pada hukum tajwid yang lebih rinci.

Sikap yang Benar Terhadap Musibah

Makharijul Huruf dari Tenggorokan (Al-Halq) hingga Rongga Mulut (Al-Jauf)

Dalam penjelasan Hidayatush Shibyan, huruf yang keluar dari tenggorokan dibagi menjadi tiga tingkatan: bawah, tengah, dan atas. Tingkatan tersebut menjadi dasar perbedaan lafal huruf hamzah, ha, ‘ain, ha’, ghain, dan kha. Syaikh Sa‘id al-Hadhrami menerangkan:

“مِنْ أَسْفَلِ الْحَلْقِ الهَمْزَةُ وَالهَاءُ، وَمِنْ وَسَطِهِ العَيْنُ وَالحَاءُ، وَمِنْ أَعْلَاهُ الغَيْنُ وَالخَاءُ.”
Dari bawah tenggorokan keluar huruf hamzah dan ha, dari tengahnya ‘ain dan ha’, dan dari atasnya ghain serta kha.

Pemahaman ini mendorong santri untuk membedakan tekanan suara ketika membaca huruf-huruf tersebut. Huruf ‘ain dan ha’ sering menjadi tantangan bagi pemula, sehingga pembelajaran makhraj membutuhkan latihan yang konsisten.

Selain itu, pemahaman struktur tenggorokan membantu pembaca Qur’an mengendalikan napas. Huruf dari tenggorokan membutuhkan tenaga udara yang lebih besar dibanding huruf lidah atau bibir. Karena itu, guru-guru tajwid selalu mengajarkan latihan pernapasan sebelum memfokuskan diri pada ketepatan makhraj.

Makhraj Rongga Mulut dan Sifat Bacaan yang Mengalir

Rongga mulut menjadi tempat keluarnya huruf mad: alif, wawu, dan ya. Huruf-huruf ini disebut sebagai huruf yang mengalir, karena tidak memiliki lokasi keluarnya yang sangat spesifik. Syaikh Sa‘id al-Hadhrami menjelaskan:

Filosofi Bathok Bolu Isi Madu: Kemuliaan Hati di Balik Kesederhanaan

“والجوفُ مَخْرَجُ حُرُوفِ المَدِّ الثَّلاثَةِ.”
Rongga mulut menjadi makhraj bagi tiga huruf mad.

Keterangan ini menunjukkan bahwa huruf mad berfungsi memanjangkan suara, bukan menghasilkan bunyi berat seperti huruf tenggorokan. Pemahaman tentang huruf mad menjadi kunci dalam menjaga harmoni bacaan Al-Qur’an, karena kesalahan dalam memanjangkan harakat dapat mengubah ritme ayat.

Selain itu, makhraj al-jauf sering dipelajari bersama hukum mad, karena keduanya saling terkait. Guru tajwid biasanya memulai latihan dengan bacaan mad thabi’i sebelum memperkenalkan mad far’i agar santri dapat menyesuaikan pola nafas.

Makharijul Huruf Lidah: Pusat Artikulasi Huruf Al-Qur’an

Lidah menjadi pusat keluarnya sebagian besar huruf Al-Qur’an. Hidayatush Shibyan memetakan makhraj lidah dari pangkal hingga ujung, mencakup huruf-huruf seperti qaf, kaf, jim, syin, ya’, hingga lam, nun, dan ra. Pembagian ini menuntut konsentrasi lebih tinggi ketika seseorang mempelajari tajwid, karena kesalahan kecil pada posisi lidah dapat mengubah makna ayat.

Syaikh Sa‘id al-Hadhrami memberikan rincian sebagai berikut:

“أَقْصَى اللِّسَانِ مَعَ مَا يُحَاذِيهِ مِنْ الحَنَكَ الأَعْلَى مَخْرَجُ القَافِ، ثُمَّ الكَافِ.”
Ujung belakang lidah yang bersentuhan dengan langit-langit atas menjadi makhraj huruf qaf, kemudian kaf.

Penjelasan ini menegaskan perbedaan antara dua huruf yang sering terdengar mirip bagi pemula, padahal makhraj dan sifatnya berbeda. Qaf memiliki tekanan lebih berat daripada kaf, sehingga memerlukan penempatan lidah yang lebih kuat.

Ujung Lidah sebagai Sumber Huruf-huruf Cair dan Ringan

Ujung lidah menjadi tempat keluarnya huruf-huruf yang sering digunakan dalam rangkaian kata, seperti lam, nun, dan ra. Huruf-huruf ini memerlukan latihan intensif agar tidak mudah tertukar. Misalnya, huruf ra memiliki sifat yang dapat berubah antara tafkhim dan tarqiq tergantung posisi harakat, sehingga pemahaman makhraj harus disertai pengetahuan sifat huruf.

Para ulama tajwid seperti Al-Suyuthi menegaskan pentingnya ketelitian pada huruf-huruf ini. Beliau menyampaikan:

قال السيوطي:
“إقامةُ الحروفِ واجبةٌ، لا يستقيم الكلامُ إلا بها.”
Al-Suyuthi menjelaskan bahwa meluruskan huruf merupakan kewajiban, karena ucapan tidak akan benar tanpa ketepatan huruf.

Keterangan tersebut mengingatkan bahwa makhraj bukan sekadar teori, tetapi sarana menjaga kejelasan makna Al-Qur’an.

Makharijul Huruf Bibir: Penutup yang Menyempurnakan Artikulasi

Huruf bibir seperti ba, fa, mim, dan wawu menjadi pelengkap rangkaian bacaan. Makhraj huruf-huruf ini bergantung pada gerakan bibir, sehingga latihan sering dilakukan di depan cermin agar pembelajar dapat melihat kesesuaian bentuk bibir dengan bunyi huruf.

Syaikh Sa‘id al-Hadhrami menerangkan:

“وَمِنَ الشَّفَتَيْنِ يَخْرُجُ البَاءُ وَالمِيمُ وَالوَاوُ، وَالْفَاءُ مِنْ بَيْنِ السِّفْلَى وَالثَّنَايَا العُلْيَا.”
Dari dua bibir keluar huruf ba, mim, dan wawu, sedangkan huruf fa keluar dari pertemuan bibir bawah dan gigi seri atas.

Penjelasan ini menunjukkan perbedaan jelas antara fa dan huruf-huruf bibir lainnya, sehingga pembelajaran harus dilakukan dengan teliti.

Kesalahan Umum pada Huruf Bibir dan Cara Mengoreksinya

Huruf mim dan nun sering mengalami masalah ghunnah yang tidak tepat. Tanpa pemahaman makhraj, seseorang mudah memperpanjang atau memperpendek dengung dengan keliru. Sementara itu, huruf fa sering tertukar dengan ba pada orang yang belum terbiasa membaca Al-Qur’an, sehingga pembelajaran makhraj bibir perlu diulang hingga stabil.

Guru-guru tajwid biasanya memberikan latihan praktis dengan mengulang suku kata seperti “fa–fi–fu” dan “ba–bi–bu” secara teratur. Latihan ini membantu menguatkan koordinasi antara bibir, gigi, dan aliran udara.

Penutup

Memahami makharijul huruf bukan sekadar mempelajari teknik suara. Seseorang merawat ayat-ayat yang dibaca dengan ketelitian yang memuliakan firman Allah. Dari tenggorokan hingga bibir, setiap huruf mengingatkan bahwa wahyu membutuhkan ketekunan, ketepatan, dan penghormatan. Semakin jauh seseorang mempelajari makhraj, semakin dekat ia dengan pesan Al-Qur’an yang sesungguhnya: kejernihan, ketertiban, dan kedalaman makna.

Mempelajari makharijul huruf melalui Hidayatush Shibyan menjadi salah satu jalan untuk merawat suara dalam berinteraksi dengan Kalamullah. Dengan ketekunan, seorang pembelajar dapat menghadirkan bacaan yang menyinari hati dan memperkuat hubungan dengan Al-Qur’an.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement