Khazanah
Beranda » Berita » Syaikh Ahmad al-Marzuqī al-Mālikī: Ulama Makkah dan Pengarang ‘Aqīdatu al-‘Awām

Syaikh Ahmad al-Marzuqī al-Mālikī: Ulama Makkah dan Pengarang ‘Aqīdatu al-‘Awām

Ilustrasi ulama Makkah Syaikh Ahmad al-Marzuqī sedang mengajar di Masjidil Haram.
Ilustrasi realistik seorang ulama abad ke-19 duduk di majelis kecil di Masjidil Haram, dikelilingi kitab klasik dan para murid. Cahaya lembut menyinari wajah teduhnya, dengan latar Ka’bah yang tampak samar. Nuansa hangat, dan atmosfer spiritual yang mendalam.

Surau.co. Pembahasan mengenai Syaikh Ahmad al-Marzuqī al-Mālikī selalu membuka cakrawala tentang bagaimana seorang ulama dari Tanah Suci menjaga tradisi tauhid, adab, dan pendidikan akidah secara sederhana namun mendalam. Sosok ulama ini menjadi satu di antara figur penting dalam sejarah keilmuan Makkah pada abad ke-19, terutama melalui karya terkenalnya, ‘Aqīdatu al-‘Awām. Teks singkat tersebut hingga kini tetap menjadi rujukan dasar bagi para penuntut ilmu dalam mempelajari fondasi tauhid, karena merangkum prinsip akidah Ahlusunnah wal Jama’ah dengan ringkas dan mudah dihafal.

Di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks, sosok Syaikh Ahmad al-Marzuqī menghadirkan keteladanan berupa ketekunan mengajar, kejernihan akidah, dan kerendahan hati. Kisah hidupnya memancarkan semangat ilmu yang bersih dari kepentingan duniawi, sekaligus mengingatkan umat Islam bahwa perjalanan spiritual harus berlandaskan keimanan yang kokoh.

Riwayat Hidup Syaikh Ahmad al-Marzuqī: Ulama dari Tanah Suci

Keterangan mengenai kehidupan Syaikh Ahmad al-Marzuqī banyak ditemukan dalam karya-karya biografi ulama Makkah. Latar belakang keluarganya dikenal sebagai keluarga yang menjaga agama dan ilmu. Para ulama menggambarkan beliau sebagai seorang faqih mazhab Mālikī yang menguasai berbagai disiplin keilmuan, terutama ilmu tauhid, fikih, dan ilmu-ilmu alat. Semangat menuntut ilmu yang muncul sejak usia muda mendorongnya untuk mendalami berbagai cabang keilmuan secara intensif.

Para sejarawan menyebutkan bahwa perjalanan intelektual Syaikh Ahmad al-Marzuqī berlangsung di lingkungan Masjidil Haram, sebuah pusat keilmuan yang melahirkan banyak ulama besar. Majelis-majelis ilmu di Masjidil Haram memberinya kesempatan luas untuk mempelajari karya para pendahulu, berinteraksi dengan ulama jazirah, dan memperkuat kecintaan terhadap ilmu tauhid. Dari sinilah muncul ketegasan sikap keagamaannya yang kelak

Guru-Guru dan Jejak Keilmuan

Perjalanan intelektual Syaikh Ahmad al-Marzuqī dibimbing oleh para ulama besar yang berpengaruh dalam tradisi Ahlusunnah. Salah satu guru yang sering disebut adalah seorang pakar ilmu qiraat dan tauhid yang membimbingnya dalam mendalami akidah dasar. Lingkungan Makkah yang kosmopolit mempertemukannya dengan ulama dari berbagai negeri, sehingga kajian yang ditempuhnya memiliki keluasan perspektif dan ketelitian yang kuat.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Kedekatannya dengan para ulama Makkah terlihat dari pengakuan mereka terhadap kualitas hafalan dan keteguhan akidahnya. Banyak murid menyaksikan bahwa beliau memiliki ketekunan luar biasa dalam mengulang pelajaran, membetulkan hafalan, dan memperdalam hafalan syair-syair tauhid. Tradisi talaqqi yang kuat semakin memantapkan ketajaman pemikiran keagamaannya, sehingga setiap gagasannya mencerminkan kedalaman pemahaman terhadap nash dan pendapat ulama terdahulu.

Kezuhudan dan Akhlak dalam Berilmu

Salah satu keutamaan yang sering disebutkan dalam biografi Syaikh Ahmad al-Marzuqī adalah kezuhudan. Para ulama menggambarkannya sebagai sosok yang memilih hidup sederhana, menjauh dari hiruk pikuk dunia, dan menjaga hati agar selalu terikat dengan Allah. Prinsip kezuhudan ini selaras dengan tuntunan Al-Qur’an:

﴿ تِلْكَ الدَّارُ الْآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الْأَرْضِ وَلَا فَسَادًا ﴾
“Itulah negeri akhirat yang diberikan kepada orang-orang yang tidak menginginkan kesombongan di bumi dan tidak membuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 83)

Ayat tersebut menjadi dasar moral bagi banyak ulama, termasuk Syaikh Ahmad al-Marzuqī, untuk menjaga kemurnian niat ketika mengajar dan menuntut ilmu. Dalam penjelasan tentang pentingnya ilmu tauhid, beliau mengutip nasihat para ulama terdahulu yang berbunyi:

« لَا يَصِحُّ الْعَمَلُ إِلَّا بِالنِّيَّةِ وَلَا تَصِحُّ النِّيَّةُ إِلَّا بِالْإِخْلَاصِ »
“Amal tidak sah kecuali dengan niat, dan niat tidak sah kecuali dengan keikhlasan.”

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Kezuhudan tersebut tercermin dalam cara beliau mengajar murid-muridnya tanpa pamrih. Majelis ilmu yang dibangunnya tidak pernah terhenti kecuali karena urusan ibadah. Banyak murid mengisahkan bagaimana kehadirannya memberikan ketenangan dan ketajaman spiritual.

Lahirnya Karya Monumental: ‘Aqīdatu al-‘Awām

Karya ‘Aqīdatu al-‘Awām lahir dari kebutuhan umat untuk mempelajari tauhid dengan cara yang mudah, singkat, namun tetap kokoh. Syaikh Ahmad al-Marzuqī membuat susunan syair yang terdiri dari bait-bait ringkas agar para penimba ilmu mampu menghafalnya dengan cepat. Setiap bait menyampaikan prinsip keimanan dasar seperti keesaan Allah, sifat wajib bagi para nabi, dan kewajiban beriman kepada malaikat serta kitab-kitab Allah.

Pada bagian awal naskah ‘Aqīdatu al-‘Awām, tercantum kalimat:

« فَابْدَأْ بِذِكْرِ اللَّهِ مُصَلِّيًا عَلَى النَّبِيِّ المُصْطَفَى »
“Mulailah dengan menyebut nama Allah dan bersalawat kepada Nabi yang terpilih.”

Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa akidah bukan hanya pembahasan intelektual, tetapi juga jalan spiritual yang menghubungkan hati dengan Allah dan Rasul-Nya. Dengan gaya bahasa syair, pesan tauhid yang rumit menjadi sederhana dan mudah diingat, terutama oleh para pelajar pemula.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Kontribusi Syaikh Ahmad al-Marzuqī bagi Pendidikan Islam

Pengaruh Syaikh Ahmad al-Marzuqī tidak hanya berasal dari karya ‘Aqīdatu al-‘Awām, tetapi juga dari ketekunan mengajar dalam lingkungan Masjidil Haram. Para murid datang dari berbagai negeri, membawa pulang ajaran beliau, dan menyebarkan pemahaman akidah Ahlusunnah dengan metode yang lembut dan mudah dipahami. Pengajarannya menjadi bagian penting dari jaringan keilmuan Makkah yang menjangkau Nusantara, Asia Selatan, Afrika Utara, dan wilayah-wilayah Islam lainnya.

Sejarawan menyebutkan bahwa metode beliau mengutamakan hafalan disertai penjelasan rasional. Murid-murid tidak hanya mengenal bait-bait syair, tetapi juga memahami landasan tekstual dari Al-Qur’an dan hadits. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi ﷺ:

« خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ »
“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)

Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa pengajaran akidah dan Al-Qur’an merupakan puncak kemuliaan bagi para ulama. Syaikh Ahmad al-Marzuqī menjadikan pengajaran tersebut sebagai misi hidup hingga akhir usia.

Pengaruh ‘Aqīdatu al-‘Awām di Dunia Islam

Kitab ‘Aqīdatu al-‘Awām menjadi salah satu karya paling terkenal dalam dunia pesantren dan madrasah tradisional. Banyak ulama Nusantara memberikan syarah terhadap karya ini, karena melihat kelugasan bahasanya dan ketajaman makna yang terkandung di dalamnya. Di antara syarah yang terkenal adalah penjelasan ulama Makkah:

« هذا النَّظْمُ مِنْ أَحْسَنِ مَا أُلِّفَ فِي تَعْلِيمِ أُصُولِ الْعَقِيدَةِ لِلعَامَّةِ وَالصِّبْيَانِ »
“Syair ini termasuk karya terbaik untuk mengajarkan dasar-dasar akidah kepada masyarakat umum dan anak-anak.”

Karya tersebut selalu dipilih karena mampu menjembatani umat untuk memahami tauhid secara sistematis. Para guru menggunakannya sebagai pegangan ketika mengajarkan rukun iman, sifat-sifat Allah, dan prinsip kenabian secara terstruktur.

Warisan Spiritual dan Intelektual

Hidup Syaikh Ahmad al-Marzuqī menjadi teladan bagi umat Islam dalam hal ketekunan ibadah, kedalaman ilmu, dan kelurusan akidah. Warisan intelektualnya tidak hanya tercermin dari bait-bait syair, tetapi juga dalam etos belajar yang menghargai adab, kesopanan, dan keikhlasan. Prinsip tersebut menjadi sangat relevan di zaman modern, ketika arus informasi sering kali menenggelamkan ketenangan batin.

Pelajaran terbesar dari kehidupan beliau adalah bahwa ilmu tidak akan memberikan cahaya jika tidak diiringi ketulusan dan keteguhan iman. Bagi para penuntut ilmu, keteladanan Syaikh Ahmad al-Marzuqī mengajarkan pentingnya menjaga tujuan belajar: mendekat kepada Allah dan memperbaiki diri.

Penutup

Kisah kehidupan Syaikh Ahmad al-Marzuqī al-Mālikī menghadirkan keindahan perjalanan seorang ulama yang setia pada tauhid dan ilmu. Dari lorong-lorong Makkah hingga ruang-ruang belajar di berbagai negeri Islam, warisan beliau terus hidup melalui bait-bait ‘Aqīdatu al-‘Awām. Keteladanan itu menyentuh hati, mengingatkan bahwa jalan menuju Allah selalu terbuka bagi siapa saja yang memadukan ilmu, keikhlasan, dan amal saleh.

Di tengah kesibukan dunia yang semakin padat, perjalanan hidup ulama ini memberikan ruang bagi setiap Muslim untuk merenung. Cahaya ilmu yang diwariskan dari Makkah terus menuntun langkah umat agar semakin dekat kepada Allah, sebagaimana pesan luhur dalam Al-Qur’an:

﴿ وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا ﴾
“Dan katakanlah: Wahai Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu.” (QS. Thaha: 114)

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement