Surau.co. Membahas biografi Imam an-Nawawi berarti memasuki jejak seorang ulama besar yang hidup sederhana, mengabdikan seluruh waktu untuk ilmu, dan menanamkan adab Al-Qur’an sebagai inti kehidupan. Kisah hidupnya bukan sekadar catatan sejarah, tetapi inspirasi bagi siapa pun yang ingin mendekati Al-Qur’an dengan hati bersih dan niat lurus. Dalam era yang serba cepat, mempelajari perjalanan seorang ulama zuhud seperti Imam an-Nawawi memberi napas baru bagi pencari ilmu.
Awal Kehidupan Seorang Ulama Besar
Abu Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi lahir pada 631 H di desa Nawa, Suriah. Sejak kecil, hatinya condong pada keseriusan dan ibadah. Banyak riwayat menggambarkan bahwa masa kanak-kanak an-Nawawi diisi dengan hafalan, mujahadah, dan kebiasaan membaca kitab ketika anak seusianya masih tenggelam dalam permainan. Kehidupan itu membentuk kepribadian yang kelak dikenang sebagai simbol ketekunan dan ketulusan.
Ketika menginjak remaja, semangat menuntut ilmu membawanya menuju Damaskus, pusat keilmuan terbesar di zamannya. Di kota itu, an-Nawawi tidak hanya bertemu guru-guru hebat, tetapi juga menemukan lingkungan yang menguatkan kezuhudannya. Para ulama di Damaskus memberi kesaksian tentang intensitas belajarnya, sampai-sampai seorang gurunya pernah menyatakan bahwa Imam an-Nawawi jarang tidur lebih dari beberapa jam dalam sehari karena selalu berada dalam lingkar majelis atau tenggelam dalam telaah kitab.
Ketekunan Ilmu dan Kepribadian Zuhud
Zuhud Imam an-Nawawi bukan sekadar gaya hidup minimalis; zuhud itu menjadi fondasi spiritual yang menggerakkan seluruh perjalanan ilmunya. Dirinya menolak fasilitas duniawi, memilih hidup sangat sederhana, dan tidak menerima hadiah apa pun dari pemerintah. Sikap itu bukan karena ketidaksopanan, tetapi bentuk ketegasan demi menghindari ketergelinciran hati.
Al-Qur’an mengingatkan tentang kemurnian niat dalam setiap amal:
﴿ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ ﴾
“Mereka tidak diperintah kecuali agar menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Ayat ini sangat relevan dengan prinsip hidup Imam an-Nawawi. Kemurnian niat menjadi pondasi segala gerakan, baik ketika mengkaji ilmu maupun ketika mengajarkannya. Setiap halaman yang dipelajari lahir dari kejujuran spiritual, bukan ambisi kedudukan. Zuhudnya tidak bersifat eskapis; kezuhudan itu justru memaksimalkan kontribusi keilmuan karena hatinya bebas dari distraksi dunia.
Para ulama menggambarkan seperti dalam ucapan:
“قال بعض العلماء: “العلم لا يعطيك بعضه حتى تعطيه كلك.”
“Ilmu tidak akan memberikan sebagian darinya hingga engkau memberikan seluruh dirimu kepadanya.”
Ungkapan itu selaras dengan perjalanan an-Nawawi: tubuhnya lelah, tetapi jiwanya kuat, dan semangatnya tidak pernah surut.
Relasi Imam an-Nawawi dengan Al-Qur’an
Kitab At-Tibyān lahir dari kegelisahan dan kecintaannya terhadap Al-Qur’an. An-Nawawi ingin agar pembaca Al-Qur’an, penghafal, dan pengajar dapat memahami adab yang benar sebelum menyentuh ayat suci. Baginya, Al-Qur’an bukan teks biasa; mushaf harus dihadapi dengan hati yang rapi, pikiran jernih, serta akhlak yang terjaga.
Dalam salah satu bagian penting, At-Tibyān menjelaskan makna adab lahir dan batin bagi para pengemban Al-Qur’an. An-Nawawi mengingatkan bahwa adab tidak hanya berkaitan dengan cara duduk atau etika majelis, tetapi juga kebersihan hati, niat, dan kesadaran bahwa Al-Qur’an adalah amanah. Ringkasnya, Al-Qur’an tidak boleh menjadi objek yang ditundukkan demi ambisi dunia, tetapi harus menjadi sumber perubahan spiritual.
Hal itu selaras dengan pesan Rasulullah ﷺ:
قال رسول الله ﷺ: “خَيرُكُم من تَعَلَّم القرآنَ وَعَلَّمَهُ”
“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)
Hadits ini sering dikutip Imam an-Nawawi sebagai fondasi adab. Belajar dan mengajar tidak boleh dilakukan demi status sosial, melainkan demi kebaikan diri dan masyarakat.
Produktivitas Ilmiah yang Menggetarkan Zaman
Kontribusi Imam an-Nawawi begitu besar sehingga sulit dihitung. Karya-karyanya meliputi hampir seluruh cabang keilmuan, termasuk hadits, fiqih, adab, hingga sejarah. Beberapa karyanya menjadi teks wajib dalam pendidikan Islam modern: Riyadhus Shalihin, Al-Majmu’, Al-Adzkar, dan Arba’in Nawawiyah.
Yang menarik, keluasan karya ini lahir dari hidup yang tidak sibuk dengan urusan dunia. An-Nawawi memaksimalkan waktu untuk menelaah, memahami, dan mengajarkan. Para sejarawan sepakat bahwa seluruh karya itu disusun dalam waktu yang relatif singkat dan dengan pengorbanan besar.
Semangat produktivitas ini dapat dipahami melalui pesan Al-Qur’an:
﴿ وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيم ﴾
“Di atas setiap orang yang berilmu terdapat Yang Maha Mengetahui.” (QS. Yusuf: 76)
Ayat ini menanamkan kerendahan hati. Semakin luas pengetahuan seseorang, semakin besar kesadarannya bahwa ilmu manusia hanyalah setetes dari lautan. Kesadaran itu hadir kuat dalam pribadi Imam an-Nawawi.
Prinsip Keilmuan: Tegas dalam Kebenaran
Salah satu karakter paling dikenal dari Imam an-Nawawi adalah ketegasannya. Dirinya berani menyampaikan kebenaran, bahkan kepada penguasa. Ketegasan itu lahir dari keberanian spiritual, bukan keberanian fisik. Ketika pemerintah meminta legitimasi atas tindakan yang dinilai tidak adil, an-Nawawi menyampaikan keberatannya secara langsung, dengan argumentasi yang berbasis agama.
Para ulama memberi komentar tentang ketegasan ulama:
قال العلماء: “من عرف الله هابَه، ومن هاب الله هابَه كل شيء.”
“Siapa yang mengenal Allah akan merasa takut kepada-Nya, dan siapa yang takut kepada Allah, segala sesuatu akan takut kepadanya.”
Ketegasan Imam an-Nawawi bukan keberanian personal, tetapi pantulan dari kedalaman hubungannya dengan Allah.
Imam an-Nawawi Sebagai Pengajar Adab
Dalam tradisi keilmuan Islam, adab selalu mendahului ilmu. Imam an-Nawawi menjadi contoh ulama yang menghidupkan tradisi itu. Dirinya mengajarkan adab bukan hanya melalui kata, tetapi melalui sikap dan keseharian. Murid-muridnya menyaksikan kesungguhan, kerendahan hati, dan penghormatan luar biasa kepada Al-Qur’an.
Dalam At-Tibyān, Imam an-Nawawi menegaskan pentingnya adab bagi penghafal Al-Qur’an, antara lain menjaga kebersihan hati, menjauhkan diri dari riya, dan membiasakan diri dengan akhlak mulia. Semua itu menjadi penanda betapa Al-Qur’an lebih dari sekadar teks; Al-Qur’an adalah cahaya yang membentuk karakter.
Rasulullah ﷺ menjelaskan keutamaan orang yang belajar dan menghadirkan adab dalam hidupnya:
قال رسول الله ﷺ: “إنَّ للهِ أهلين من الناس.” قيل: من هم؟ قال: “أهل القرآن، هم أهل الله وخاصته.”
“Allah memiliki keluarga di antara manusia.” Ditanyakan: “Siapakah mereka?” Beliau menjawab: “Para pengemban Al-Qur’an. Mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang khusus-Nya.” (HR. Ahmad)
Status mulia ini yang dijaga oleh Imam an-Nawawi sepanjang hidup.
Kewafatan dan Warisan Abadi
Imam an-Nawawi wafat pada usia yang relatif muda, 45 tahun. Namun umur yang pendek itu diisi dengan produktivitas, ketulusan, dan keteguhan yang membuat warisannya melampaui banyak ulama lain. Karya-karyanya masih dipelajari di pesantren, universitas, dan majelis ilmu seluruh dunia.
Warisan terbesar Imam an-Nawawi bukan hanya teks, melainkan teladan. Dirinya mengajarkan cara hidup bersama Al-Qur’an dengan penuh rasa hormat, kemurnian niat, dan kerendahan hati. Dalam zaman yang sering mengukur keberhasilan melalui materi, perjalanan seorang ulama zuhud ini menjadi koreksi batin bagi pencari ilmu.
Penutup
Biografi Imam an-Nawawi mengajarkan bahwa ilmu bukan sekadar aktivitas intelektual, tetapi perjalanan spiritual yang menuntut ketulusan. Dirinya meninggalkan teladan tentang bagaimana seorang muslim mendekati Al-Qur’an dengan adab, menjaga diri dari ambisi dunia, dan memurnikan niat agar setiap langkah mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam era modern, ketika banyak hal mendorong manusia untuk mengejar ketenaran, kekayaan, dan pengakuan, kisah Imam an-Nawawi mengingatkan bahwa keberkahan justru hadir dari hati yang sederhana. Semoga perjalanan hidupnya menjadi inspirasi, agar hubungan kita dengan Al-Qur’an tidak sekadar teknis, tetapi menyentuh inti spiritual.
*Gerwin Satria N
Pegiat literasi Iqro’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
