Sejarah Islam mencatat banyak kisah inspiratif tentang pengorbanan. Salah satu kisah paling monumental adalah perjuangan Imam Ahmad bin Hanbal. Sosok ini bukan sekadar ulama fikih biasa. Beliau berdiri kokoh layaknya gunung saat badai fitnah menerpa umat Islam. Kita mengenal peristiwa tersebut sebagai Mihnah. Ujian ini menguji keimanan dan keberanian para ulama pada masa Dinasti Abbasiyah.
Artikel ini akan mengupas kisah heroik Imam Ahmad. Kita akan mengambil pelajaran berharga tentang keteguhan prinsip. Beliau mengajarkan kita arti keberanian dalam mempertahankan kebenaran.
Mengenal Sosok Imam Ahmad bin Hanbal
Dunia Islam mengenal Imam Ahmad sebagai pendiri Mazhab Hanbali. Beliau lahir di Baghdad pada tahun 164 Hijriah. Sejak muda, Ahmad mendedikasikan hidupnya untuk ilmu. Beliau mengelilingi berbagai negeri untuk mencari hadits. Ribuan hadits beliau hafal di luar kepala. Kecintaan beliau pada sunnah Nabi membentuk karakter yang sangat kuat.
Masyarakat menghormati beliau karena kesederhanaannya. Beliau menolak hadiah dari penguasa demi menjaga independensi. Sifat zuhud ini menjadi pondasi penting saat beliau menghadapi ujian berat kelak. Ulama ini tidak takut miskin dan tidak silau akan harta.
Badai Fitnah Khalqul Quran
Ujian besar itu bermula dari sebuah pemikiran kontroversial. Kelompok Mu’tazilah memengaruhi Khalifah Al-Ma’mun. Mereka menyebarkan paham bahwa Al-Quran adalah makhluk (ciptaan), bukan Kalamullah (Firman Allah). Paham ini bertentangan dengan keyakinan mayoritas ulama Ahlus Sunnah.
Khalifah memaksa para ulama untuk mengakui doktrin tersebut. Penguasa mengancam siapa saja yang menolak. Banyak ulama terpaksa setuju karena takut siksaan. Sebagian lain memilih diam atau menggunakan tawriyah (kata bersayap) untuk selamat. Namun, Imam Ahmad memilih jalan berbeda. Beliau menolak tunduk pada kebatilan.
Keteguhan di Balik Jeruji Besi
Pasukan khalifah menangkap Imam Ahmad. Mereka menjebloskan beliau ke dalam penjara yang gelap dan pengap. Tangan dan kaki beliau terbelenggu rantai besi yang berat. Namun, penderitaan fisik tidak menggoyahkan hatinya. Beliau tetap lantang menyuarakan kebenaran.
Rezim berganti dari Al-Ma’mun ke Al-Mu’tasim, lalu ke Al-Wathiq. Siksaan terhadap Imam Ahmad justru semakin berat. Algojo mencambuk punggung beliau hingga kulitnya terkelupas. Darah mengalir membasahi tubuh sang Imam. Beliau sering pingsan karena rasa sakit yang tak tertahankan.
Meski demikian, Imam Ahmad tetap pada pendiriannya. Beliau berkata dengan tegas:
“Al-Quran adalah Kalamullah, bukan makhluk. Dan siapa yang mengatakan Al-Quran adalah makhluk, maka dia telah kafir.”
Kalimat ini menjadi benteng terakhir aqidah umat saat itu. Jika beliau menyerah, niscaya kesesatan akan merajalela selamanya.
Pelajaran Keberanian dari Sang Imam
Sikap Imam Ahmad memberikan pelajaran mahal bagi generasi setelahnya. Keberanian bukan berarti tidak memiliki rasa takut. Keberanian adalah tetap melangkah maju meski rasa takut menghantui. Beliau takut kepada Allah melebihi takutnya kepada cambuk penguasa.
Keteguhan beliau menyelamatkan kemurnian ajaran Islam. Akhirnya, masa kelam itu berakhir. Khalifah Al-Mutawakkil naik tahta dan menghapus kebijakan inkuisisi tersebut. Beliau memuliakan kembali Imam Ahmad. Umat Islam menyambut kemenangan ini dengan sukacita. Gelar Imam Ahlus Sunnah wal Jamaah pun tersemat abadi pada diri beliau.
Relevansi di Masa Kini
Kisah ini sangat relevan dengan kondisi zaman sekarang. Kita sering menghadapi tekanan untuk kompromi terhadap prinsip. Godaan harta dan jabatan seringkali melunturkan idealisme. Imam Ahmad bin Hanbal mengingatkan kita untuk tetap lurus.
Seorang muslim harus memegang teguh prinsip aqidah. Kita tidak boleh menggadaikan keyakinan demi keuntungan sesaat. Kebenaran akan selalu menang pada akhirnya, meski harus melalui jalan yang terjal.
Kutipan Emas Imam Ahmad
Kita perlu merenungkan nasihat-nasihat beliau. Berikut adalah salah satu kutipan beliau yang menggetarkan jiwa tentang pentingnya menjaga ilmu dan hati:
“Segala sesuatu ada benihnya, dan benih kekhufuran adalah fitnah.”
Beliau juga pernah berpesan tentang sikap terhadap dunia:
“Sedikit dari dunia ini sudah mencukupi, sedangkan banyaknya tidak akan pernah memuaskan.”
Kesimpulan
Perjuangan Imam Ahmad bin Hanbal adalah warisan berharga. Beliau membuktikan bahwa satu orang bisa mengubah sejarah dengan keteguhan. Kita wajib meneladani semangat beliau dalam menjaga kemurnian agama. Semoga Allah merahmati Imam Ahmad dan menempatkan beliau di surga-Nya yang tertinggi. Mari kita jaga aqidah ini dengan sekuat tenaga.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
