SURAU.CO – Dalam kehidupan modern yang penuh persaingan ini, mencari pekerjaan terkadang menjadi ujian tersendiri. Lapangan kerja yang terbatas, kebutuhan hidup yang terus mendesak, serta standar kualifikasi yang semakin tinggi, kerap membuat sebagian orang mengambil jalan pintas. Salah satunya adalah menyogok atau memberikan suap agar dapat lolos bekerja. Fenomena ini sayangnya semakin sering kita temukan pada berbagai sektor kehidupan—baik yang sifatnya formal maupun informal.
Namun, sebagai seorang Muslim, kita tidak boleh lupa bahwa Islam telah mengatur jalan hidup kita. Rezeki yang halal bukan hanya soal jumlahnya, tetapi juga cara memperolehnya. Karena itu, pembahasan mengenai hukum menyogok masuk kerja dan memakan gajinya tidak hanya penting dari sisi fikih, tetapi juga penting untuk menjaga keberkahan diri, keluarga, dan masyarakat.
Makna Suap (Riswah) dalam Syariat Islam
Dalam bahasa Arab, menyebut suap sebagai riswah, yang berarti “memberikan sesuatu dengan tujuan untuk mendapatkan sesuatu dengan cara yang batil”. Dalam konteks syariat, riswah meliputi segala bentuk pemberian yang memiliki tujuan:
- mendapatkan sesuatu yang bukan haknya,
- menyingkirkan hak orang lain,
- atau memuluskan urusan melalui jalan yang tidak benar.
Tujuan riswah biasanya adalah mempercepat sesuatu, mendapatkan asas manfaat yang tidak sewajarnya, atau memperoleh kedudukan yang tidak semestinya.
Ulama telah sepakat bahwa riswah merupakan dosa besar. Bahkan sebagian ulama menyebutnya sebagai akar dari banyak kezaliman, karena ia merusak prinsip keadilan dan amanah yang menjadi pilar utama dalam kehidupan manusia.
Dalil-dalil Tegas Larangan Suap
Larangan suap begitu tegas dalam ajaran Islam. Antara lain dalilnya adalah firman Allah berikut:
“Dan janganlah kamu memakan harta sebagian kamu dengan jalan yang batil…”
(QS. Al-Baqarah: 188)
Ayat ini melarang segala bentuk transaksi dan perolehan harta melalui cara yang tidak benar, termasuk suap.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
“Allah melaknat penyuap, yang disuap, dan perantara di antara keduanya.”
(HR. Ahmad dan Hakim)
Hadits ini sangat keras. Laknat berarti jauh dari rahmat Allah. Bila tiga pihak dterkena laknat:
- pemberi suap,
- penerima suap,
- dan perantara suap,
ini menunjukkan bahwa suap merupakan dosa besar yang sangat membahayakan agama dan keberkahan hidup seseorang.
Suap untuk Mendapatkan Jabatan yang Bukan Haknya
Jika seseorang memberikan uang kepada oknum tertentu agar ia diterima bekerja, padahal:
- ia tidak memenuhi syarat,
- atau ia hanya ingin mengalahkan pelamar lain,
- atau agar ia diterima tanpa prosedur resmi,
Maka ulama sepakat bahwa hukumnya haram. Bahkan ini termasuk bentuk kezaliman terhadap pelamar lain yang lebih layak dan bentuk penghianatan terhadap amanah jabatan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa yang mengangkat seseorang dalam sebuah posisi padahal ada yang lebih layak darinya, maka ia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum mukminin.”
(HR. Hakim)
Hadits ini menunjukkan bahwa tidak boleh memberikan jabatan atau posisi kepada seseorang hanya karena uang atau kedekatan. Jabatan adalah amanah, bukan barang dagangan.
Menyogok Karena Dipaksa atau Dizalimi
Ada kondisi lain yang sering dibahas ulama: bila seseorang dipaksa untuk membayar agar haknya diberikan, misalnya:
- ia sudah memenuhi kualifikasi,
- ia sudah lulus seleksi dengan sah,
- namun oknum meminta uang agar berkasnya diproses.
Dalam kondisi ini, sebagian ulama membolehkan pemberi suap, namun tetap mengharamkan penerima suap.
Namun, dalam konteks menyogok agar diterima kerja, hampir tidak ada alasan darurat. Karena seseorang belum memiliki hak atas pekerjaan itu sebelum lolos seleksi sah. Maka hukum umumnya menyogok untuk diterima kerja adalah perbuatan haram.
Bagaimana Status Gaji yang Diperoleh dari Hasil Suap?
Ini pertanyaan yang sering muncul:
“Kalau saya sudah terlanjur masuk dengan menyogok, apakah gaji saya halal?”
Jawabannya memerlukan rincian.
A. Jika Melakukan Pekerjaan yang Halal dan Ia Melaksanakan Tugasnya Dengan Baik
Ulama menjelaskan bahwa:
- gaji diberikan karena pekerjaan yang dilakukan,
- bukan karena cara masuk kerja.
Oleh karena itu, jika pekerjaannya halal dan ia bekerja sungguh-sungguh, maka gajinya halal, walaupun cara masuknya haram.
Namun, ia tetap wajib bertaubat karena melakukan dosa suap.
Gaji tersebut halal karena ia bekerja dan memberikan manfaat, bukan karena suap yang diberikan sebelumnya.
B. Jika Ia Tidak Kompeten atau Mengambil Jabatan yang Tidak Layak Baginya
Jika seseorang mendapatkan posisi melalui suap padahal ia tidak layak, tidak kompeten, dan menyebabkan kerugian bagi perusahaan atau masyarakat, maka:
- gajinya menjadi syubhat,
- dan sebagian ulama bahkan menilainya haram.
Karena ia menerima bayaran untuk pekerjaan yang tidak ia mampu kerjakan secara layak.
C. Apakah Gaji Hilang Keberkahannya?
Ya. Meski halal secara akad kerja, namun keberkahannya bisa berkurang atau bahkan hilang, karena seseorang memulai kariernya dengan jalan yang tidak Allah ridhai.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak akan memberi keberkahan pada harta yang haram.”
Maka, meski gaji halal dari sisi pekerjaan, namun suap sebagai cara masuk dapat menjadi sebab hilangnya ketenangan dan keberkahan.
Dosa Pihak-pihak yang Terlibat Dalam Suap
Tidak hanya pemberi suap, tetapi:
A. Penerima suap
Penerima suap memikul dosa besar, karena ia menjual amanah dan keadilan demi keuntungan pribadi.
B. Perantara suap
Mereka yang menjadi penghubung, calo, atau makelar juga termasuk dalam laknat hadits Rasulullah ﷺ.
Mereka menjadi penyebab terbukanya pintu kerusakan yang lebih besar. Bahkan terkadang perantara lebih besar dosanya karena ia mempengaruhi dua pihak sekaligus.
Dampak Negatif Menyogok Masuk Kerja
Praktik suap bukan hanya merusak dirinya sendiri, tetapi juga merusak tatanan masyarakat.
A. Merusak keadilan
Orang yang lebih layak tersingkir, hanya karena tidak memiliki uang untuk menyogok.
B. Menumbuhkan budaya korupsi
Siapa yang masuk dengan suap, biasanya akan merasa wajar melakukan suap lain di kemudian hari.
C. Menghilangkan keberkahan rezeki
Rezeki yang masuk melalui jalan salah, meski halal secara teknis, sangat mungkin hilang berkahnya.
D. Merusak instansi
Lembaga atau perusahaan akan berisi orang-orang yang tidak kompeten, sehingga kualitasnya menurun.
E. Menghancurkan mentalitas generasi
Generasi baru akan belajar bahwa “suap adalah solusi”, bukan kerja keras, bukan ketakwaan.
Bertaubat Jika Pernah Menyogok
Islam selalu membuka pintu taubat. Tidak ada dosa yang terlalu besar selama seseorang benar-benar ingin berubah.
Cara bertaubat dari suap:
1. Hentikan praktik suap
Tidak lagi mengulangi atau mengajarkan praktik tersebut.
2. Menyesali sepenuh hati
Mengakui bahwa perbuatan itu keliru dan melanggar syariat.
3. Memohon ampun kepada Allah
Perbanyak istighfar dan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah.
4. Jika memungkinkan, kembalikan uang suap
Jika tidak mungkin metemukan penerimanya, sedekahkan sebagai pembersih harta—bukan sebagai sedekah bernilai pahala.
5. Bekerja dengan sungguh-sungguh
Menebus kesalahan dengan totalitas dalam bekerja, menjaga amanah, dan memberi manfaat kepada masyarakat.
Rezeki Tidak Pernah Salah Alamat
Satu prinsip penting yang selalu Islam ajarkan adalah:
“Apa yang ditakdirkan untukmu tidak akan pernah meleset darimu, dan apa yang bukan milikmu tidak akan pernah engkau dapatkan.”
Rezeki di tangan Allah, bukan di tangan manusia. Tidak perlu mengambil jalan batil untuk mendapatkan sesuatu yang sudah Allah tuliskan atau sesuatu yang tidak Allah takdirkan untuk kita.
Jika seseorang mengambil jalan halal, mungkin hasilnya lebih lambat, namun pasti lebih berkah. Sebaliknya, meski suap bisa mempercepat sesuatu, tetapi yang ia dapatkan tidak akan pernah menjadi kebahagiaan sejati.
Semoga Allah memberi kita kekuatan untuk mencari rezeki dengan cara yang halal, menjaga keluarga kita dari makanan yang syubhat, serta memberi keberkahan pada harta dan kehidupan kita. Aamiin.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
