Indonesia memiliki sejarah panjang dalam melahirkan tokoh-tokoh besar. Salah satu sosok karismatik itu adalah Syekh Yusuf Al-Makassari. Beliau bukan sekadar ulama yang mendalami ilmu agama. Syekh Yusuf juga seorang pejuang tangguh yang gigih melawan kolonialisme. Namanya harum tidak hanya di Nusantara, tetapi juga di Afrika Selatan.
Sejarah mencatat beliau sebagai pahlawan di dua negara. Pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional. Sementara itu, masyarakat Afrika Selatan menghormatinya sebagai pendiri komunitas Islam di Cape Town. Perjalanan hidupnya mengajarkan kita tentang keteguhan iman dan semangat kemerdekaan yang tidak pernah padam.
Jejak Awal Sang Penuntut Ilmu
Syekh Yusuf lahir di Gowa, Sulawesi Selatan, pada 3 Juli 1626. Nama lengkapnya adalah Tuanta Salamaka ri Gowa. Sejak kecil, beliau menunjukkan kecerdasan luar biasa dalam mempelajari Islam. Beliau berguru kepada ulama-ulama besar di Sulawesi. Dahaga akan ilmu mendorongnya merantau jauh.
Beliau meninggalkan tanah air untuk memperdalam agama di Timur Tengah. Syekh Yusuf mempelajari berbagai disiplin ilmu di Yaman, Mekkah, dan Madinah. Proses ini membentuk karakternya menjadi ulama yang berwawasan luas. Beliau juga mendalami ilmu tasawuf yang menekankan pada kesucian jiwa. Bekal spiritual inilah yang nanti memperkuat mentalnya saat memimpin perlawanan melawan penjajah.
Perjuangan Melawan VOC di Banten
Setelah bertahun-tahun menuntut ilmu, Syekh Yusuf kembali ke Nusantara. Namun, beliau tidak langsung pulang ke Gowa karena situasi politik yang tidak kondusif. Beliau memilih berlabuh di Banten. Di sana, Syekh Yusuf menjalin persahabatan erat dengan Sultan Ageng Tirtayasa.
Sultan Ageng Tirtayasa mengangkatnya sebagai mufti kerajaan sekaligus penasihat militer. Kolaborasi dua tokoh ini sangat merepotkan VOC. Belanda menganggap Syekh Yusuf sebagai ancaman serius. Beliau mampu membakar semangat rakyat untuk menolak monopoli dagang VOC. Strategi gerilya yang beliau terapkan membuat pasukan Belanda kewalahan.
Pasukan VOC harus mengerahkan kekuatan besar untuk meredam perlawanan Banten. Belanda akhirnya berhasil menangkap Syekh Yusuf pada tahun 1683. Penangkapan ini terjadi setelah kondisi fisik beliau melemah akibat bergerilya di hutan dalam waktu lama. Namun, penjara tidak mematikan semangat juangnya.
Pengasingan: Dari Sri Lanka hingga Afrika Selatan
Belanda mengasingkan Syekh Yusuf ke Ceylon (sekarang Sri Lanka) pada tahun 1684. VOC berharap pengaruhnya akan hilang jika jauh dari Nusantara. Perhitungan Belanda ternyata salah besar. Syekh Yusuf tetap menjalin komunikasi dengan para pengikutnya di tanah air melalui jamaah haji yang singgah.
Belanda merasa cemas dengan koneksi tersebut. Mereka memutuskan memindahkan Syekh Yusuf ke tempat yang lebih jauh lagi. Pada tahun 1693, Belanda membawanya ke Cape Town, Afrika Selatan. Lokasi ini sangat terisolasi dan jauh dari jalur pelayaran Nusantara.
Di Afrika Selatan, Syekh Yusuf justru menemukan ladang dakwah baru. Beliau membangun komunitas Muslim di tempat pengasingan. Beliau mengajarkan Islam kepada para budak dan penduduk lokal yang tertindas. Ajarannya memberikan harapan dan kekuatan mental bagi mereka untuk bertahan hidup. Nelson Mandela, mantan Presiden Afrika Selatan, pernah memberikan pengakuan tinggi terhadap peran beliau.
“Salah seorang putra Afrika terbaik, pejuang teladan, yang berjuang membela kebenaran.”
Kutipan tersebut menegaskan betapa besar pengaruh Syekh Yusuf di mata dunia internasional. Beliau wafat di Cape Town pada 23 Mei 1699.
Warisan Semangat yang Abadi
Makam Syekh Yusuf di Faure, Cape Town, kini menjadi situs ziarah penting. Ribuan orang mengunjunginya setiap tahun. Hal ini membuktikan bahwa jasanya melampaui batas geografis dan waktu. Semangat perlawanannya terhadap penindasan menjadi inspirasi universal.
Beliau mengajarkan bahwa perjuangan tidak hanya melalui senjata. Pendidikan dan pembangunan karakter juga merupakan bentuk perlawanan yang efektif. Syekh Yusuf Al-Makassari membuktikan bahwa seorang ulama wajib peduli pada nasib bangsanya. Iman dan cinta tanah air adalah dua hal yang tidak bisa terpisahkan.
Generasi muda Indonesia harus meneladani sikap pantang menyerah beliau. Kita harus mengisi kemerdekaan ini dengan prestasi dan kontribusi nyata. Syekh Yusuf telah mewariskan api semangat yang harus terus kita jaga. Namanya akan selalu abadi sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
