Dunia Islam mencatat tinta emas sejarah melalui sosok agung ini. Kita mengenalnya dengan nama Ibnu Taimiyah. Gelar Syaikhul Islam melekat erat pada dirinya. Dia bukan sekadar ulama yang duduk manis di perpustakaan. Sosok ini memadukan ketajaman pena dan kekuatan pedang. Sejarah mengenangnya sebagai pembaharu yang tegas. Dia juga seorang mujahid yang berani di medan laga. Pengaruh pemikirannya terus bergema hingga detik ini. Mari kita selami perjalanan hidupnya yang penuh gejolak namun inspiratif.
Masa Kecil dan Ketajaman Intelektual
Taimiyah lahir di Harran pada tahun 1263 Masehi. Dia tumbuh dalam lingkungan keluarga yang mencintai ilmu. Ayahnya mendidik Taimiyah dengan disiplin tinggi sejak dini. Keluarga ini kemudian pindah ke Damaskus demi keamanan. Ancaman serangan bangsa Mongol memaksa mereka berhijrah.
Kecerdasannya tampak menonjol sejak usia belia. Dia menghafal Al-Quran sebelum usia baligh. Berbagai cabang ilmu agama dia lahap dengan cepat. Dia menguasai tafsir, hadis, dan fikih secara mendalam. Bahkan, ilmu matematika dan filsafat pun dia pelajari. Tujuannya jelas untuk membantah argumen para filsuf yang menyimpang. Para ulama senior di Damaskus mengakui kehebatannya. Dia mulai memberikan fatwa pada usia yang sangat muda.
Sang Mujahid di Medan Perang
Ibnu Taimiyah membuktikan bahwa ulama harus peduli pada umat. Dia tidak bersembunyi saat bahaya datang. Pasukan Mongol kembali mengancam wilayah Syam. Dia turun langsung menggalang persatuan umat Islam. Keberaniannya membakar semangat para tentara Mamluk.
Dia hadir langsung di garis depan Pertempuran Shaqhab. Peristiwa ini terjadi pada bulan Ramadan tahun 702 Hijriah. Dia mengeluarkan fatwa penting saat itu. Pasukan muslim boleh membatalkan puasa demi kekuatan fisik perang. Fatwa ini menjadi pendorong moral yang luar biasa. Kemenangan akhirnya berpihak pada kaum muslimin. Sosoknya menjadi simbol perlawanan terhadap penjajah. Dia mengajarkan bahwa iman membutuhkan aksi nyata.
Pembaharu yang Mengundang Kontroversi
Jalan kebenaran seringkali penuh duri. Ibnu Taimiyah memilih jalan sunyi ini dengan teguh. Dia melihat banyak penyimpangan akidah di masyarakat. Praktik bid’ah dan khurafat merajalela di mana-mana. Dia mengkritik keras pemujaan terhadap kuburan wali. Dia juga menentang taklid buta terhadap mazhab tertentu.
Sikap tegas ini memancing amarah banyak pihak. Kelompok sufi ekstrem dan ahli kalam merasa terganggu. Mereka mengadukan Ibnu Taimiyah kepada penguasa. Tuduhan sesat seringkali mampir ke alamatnya. Akibatnya, dia harus keluar masuk penjara berkali-kali. Benteng Damaskus dan penjara Kairo menjadi saksi bisu penderitaannya.
Namun, penjara tidak mampu memenjarakan pikirannya. Dia justru semakin produktif menulis di balik jeruji besi. Karya monumentalnya, Majmu’ Fatawa, lahir dari ketekunannya. Dia menulis ribuan lembar naskah tanpa lelah. Murid-murid setianya menyelundupkan tulisan tersebut keluar penjara. Salah satu murid utamanya adalah Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Mereka berdua menyebarkan paham kembali ke Al-Quran dan Sunnah.
Hikmah dan Ketulusan Hati
Ketegasan Ibnu Taimiyah berbanding lurus dengan kelembutan hatinya. Dia memiliki jiwa pemaaf yang luar biasa. Suatu ketika, penguasa baru menawarkan pembalasan dendam. Penguasa ingin menghukum ulama yang memfitnah Taimiyah. Namun, Ibnu Taimiyah menolak tawaran menggiurkan tersebut.
Dia justru memaafkan mereka semua dengan tulus. Dia menganggap mereka sebagai saudara sesama muslim. Sikap ini menunjukkan kemuliaan akhlak sang ulama. Dia membedakan antara kebencian pribadi dan prinsip agama. Dia marah hanya karena Allah, bukan karena ego.
Berikut adalah kutipan abadi darinya yang menggambarkan keteguhan jiwa:
“Apa yang dapat dilakukan musuh-musuhku terhadapku? Surga dan tamanku ada di dadaku, kemanapun aku pergi dia bersamaku dan tidak berpisah denganku. Sesungguhnya penjaraku adalah kholwat (menyendiri untuk ibadah), kematianku adalah syahadah (mati syahid) dan pengusiranku dari negeriku adalah tamasya.”
Kata-kata ini menjadi penghibur bagi banyak pejuang kebenaran. Dia mengajarkan bahwa kebahagiaan bersumber dari hati yang beriman. Faktor eksternal tidak akan mampu merusak ketenangan jiwa mukmin.
Relevansi Pemikiran di Masa Kini
Warisan intelektual Ibnu Taimiyah tetap hidup subur. Gerakan pemurnian Islam banyak merujuk pada karya-karyanya. Dia menekankan pentingnya dalil wahyu di atas logika murni. Pendekatannya menawarkan solusi atas kejumudan berpikir umat. Dia mengajak kita berpikir kritis namun tetap berpegang pada dalil.
Kita bisa mengambil banyak pelajaran dari hidupnya. Keberanian menyuarakan kebenaran adalah poin utama. Ketulusan dalam berjuang juga menjadi teladan penting. Dia tidak mencari jabatan atau harta duniawi. Seluruh hidupnya dia wakafkan untuk kejayaan Islam.
Kontroversi mungkin akan selalu mengiringi namanya. Namun, kontribusi besarnya tak bisa kita nafikan. Dia adalah bintang terang di langit sejarah Islam. Semangat pembaharuan yang dia bawa terus menyala. Mari kita teladani semangat juang dan keikhlasannya. Ibnu Taimiyah mengajarkan kita menjadi muslim yang kuat dan berilmu.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
