Sosok
Beranda » Berita » Asma binti Abu Bakar: Ulama Perempuan Pemberani dan Teladan Iman

Asma binti Abu Bakar: Ulama Perempuan Pemberani dan Teladan Iman

Sejarah Islam menyimpan banyak nama perempuan hebat. Salah satu sosok paling bersinar adalah Asma binti Abu Bakar. Beliau bukan sekadar anak dari seorang khalifah. Asma memiliki kepribadian yang sangat kuat. Beliau adalah simbol keberanian dan kecerdasan. Umat Islam mengenalnya sebagai ulama perempuan yang tangguh. Kisah hidupnya menawarkan pelajaran berharga bagi kita semua. Kita akan menyelami perjalanan hidup sang mujahidah ini.

Sang Pemilik Dua Ikat Pinggang

Asma tumbuh dalam lingkungan penuh keimanan. Ayahnya adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Saudarinya adalah Ummul Mukminin Aisyah. Kedekatan ini membentuk karakter Asma sejak dini. Peristiwa hijrah menjadi bukti awal keberaniannya. Rasulullah SAW dan Abu Bakar bersembunyi di Gua Tsur. Kaum Quraisy memburu mereka dengan ganas. Situasi saat itu sangat mencekam. Namun, Asma mengambil peran berbahaya.

Ia bertugas mengantar bekal makanan ke gua tersebut. Asma muda menempuh perjalanan yang sulit. Ia mendaki bukit tandus seorang diri. Ia melakukan ini saat sedang hamil tua. Saat hendak mengikat bekal, ia tidak menemukan tali. Asma kemudian membelah ikat pinggangnya menjadi dua. Satu bagian untuk mengikat makanan. Satu bagian lagi ia gunakan untuk dirinya sendiri.

Rasulullah SAW melihat pengorbanan tulus ini. Beliau kemudian mendoakan Asma. Nabi memberinya julukan Dzatun Nithaqain. Artinya adalah Sang Pemilik Dua Ikat Pinggang. Gelar ini menjadi kebanggaan abadi baginya. Allah menjanjikan surga atas keberanian tersebut.

Ketabahan dalam Rumah Tangga

Asma kemudian menikah dengan Zubair bin Awwam. Zubair adalah sahabat nabi yang mulia. Namun, kehidupan awal mereka sangat sederhana. Zubair tidak memiliki harta berlimpah. Ia hanya memiliki seekor kuda. Asma menjalani peran istri dengan sabar. Ia mengurus rumah dan merawat kuda suaminya.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Asma bahkan harus memikul biji kurma di atas kepalanya. Ia berjalan jauh dari kebun menuju rumah. Kehidupan keras tidak melunturkan imannya. Ia tidak pernah mengeluh kepada siapa pun. Ayahnya kemudian mengirimkan pembantu untuknya. Asma merasa sangat bersyukur atas bantuan itu. Ia mengatakan bahwa bantuan itu bagaikan membebaskannya dari perbudakan.

Kondisi ekonomi mereka perlahan membaik. Allah melimpahkan rezeki kepada keluarga ini. Namun, kekayaan tidak mengubah sifat Asma. Ia tetap hidup sederhana dan dermawan. Ia selalu menasihati anak-anaknya untuk bersedekah. Asma mengajarkan bahwa harta tidak boleh ditumpuk. Harta harus mengalir kepada yang membutuhkan.

Ulama Perempuan yang Cerdas

Asma binti Abu Bakar bukan hanya seorang ibu rumah tangga. Beliau adalah seorang intelektual pada zamannya. Ia meriwayatkan banyak hadis dari Rasulullah SAW. Para perawi hadis banyak mengambil ilmu darinya. Kecerdasannya diakui oleh banyak sahabat. Ia memahami tafsir mimpi dan hukum Islam.

Putranya, Abdullah bin Zubair, juga mewarisi kecerdasannya. Asma mendidik anak-anaknya dengan ilmu agama yang kuat. Ia menjadi rujukan bagi kaum wanita Madinah. Mereka bertanya tentang berbagai persoalan agama kepadanya. Asma menjawab dengan landasan ilmu yang kokoh. Ini membuktikan posisi penting perempuan dalam pendidikan Islam.

Keberanian Menghadapi Hajjaj bin Yusuf

Ujian terberat Asma datang pada masa tuanya. Saat itu usianya sudah mencapai 100 tahun. Matanya telah buta karena usia. Putranya, Abdullah bin Zubair, berselisih dengan Hajjaj bin Yusuf. Hajjaj adalah penguasa zalim dari Bani Umayah. Abdullah akhirnya gugur dalam pertempuran.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Hajjaj memperlakukan jasad Abdullah dengan keji. Ia menyalib tubuh Abdullah di hadapan publik. Hajjaj ingin meruntuhkan mental Asma. Ia mendatangi Asma dengan sombong. Hajjaj bertanya bagaimana ia memperlakukan anaknya. Namun, jawaban Asma sangat mengejutkan.

Asma tidak menunjukkan rasa takut sedikit pun. Ia justru menegur Hajjaj dengan keras. Ia menyampaikan sebuah hadis nabi yang menohok.

Asma berkata dengan lantang, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya di Tsaqif ada pendusta dan pembinasa…”

Asma menegaskan bahwa Hajjaj adalah sang pembinasa tersebut. Keberanian ini membuat Hajjaj terdiam. Seorang nenek tua buta mampu membungkam tiran yang kejam. Ini adalah bukti kekuatan iman yang luar biasa. Asma tidak takut kepada manusia. Ia hanya takut kepada Allah SWT.

Warisan Keteguhan Iman

Asma wafat beberapa hari setelah kematian putranya. Ia pergi dengan membawa kehormatan yang utuh. Kisahnya abadi dalam lembaran sejarah. Asma mengajarkan arti keteguhan yang sesungguhnya. Ia setia kepada kebenaran dalam kondisi apa pun.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Ia mengajarkan bahwa wanita bisa menjadi pilar kekuatan. Wanita bisa menjadi ulama yang cerdas. Wanita juga bisa menjadi pejuang yang berani. Kemewahan dunia tidak boleh melalaikan kita. Kesulitan hidup tidak boleh melemahkan kita.

Asma binti Abu Bakar adalah teladan sempurna. Generasi muslimah masa kini perlu meneladaninya. Kita membutuhkan semangat Dzatun Nithaqain dalam menghadapi tantangan zaman. Semoga Allah merahmati Asma dan keluarganya. Keteguhan imannya akan selalu menjadi cahaya inspirasi.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement