Dunia Islam mengenal banyak tokoh besar dengan karya abadi. Salah satu bintang paling terang adalah Imam Nawawi. Beliau merupakan ulama besar yang mewariskan banyak kitab bermanfaat. Nama lengkap beliau adalah Yahya bin Syaraf an-Nawawi. Umat Muslim di seluruh dunia pasti mengenal karya monumentalnya. Imam Nawawi penulis Riyadhus Shalihin ini mendedikasikan seluruh hidupnya untuk ilmu.
Kita bisa menemukan kitab Riyadhus Shalihin di hampir setiap masjid. Kitab ini menjadi rujukan utama dalam pembinaan karakter umat. Imam Nawawi menyusunnya dengan sangat sistematis. Beliau mengumpulkan hadits-hadits shahih pilihan. Tujuannya adalah membimbing pembaca menuju akhlak mulia. Kesederhanaan dan keikhlasan beliau membuat karyanya menembus zaman.
Masa Kecil dan Semangat Menuntut Ilmu
Yahya kecil lahir di desa Nawa, Suriah Selatan. Ayahnya mendidiknya dengan cinta akan Al-Quran sejak dini. Beliau sudah hafal Al-Quran sebelum menginjak usia baligh. Kecerdasan beliau sudah terlihat sangat menonjol sejak masa kanak-kanak. Teman sebayanya bermain, namun Yahya lebih suka membaca Al-Quran.
Sang ayah melihat potensi besar pada putranya. Beliau kemudian mengirim Yahya ke Damaskus pada usia 18 tahun. Damaskus saat itu menjadi pusat ilmu pengetahuan. Imam Nawawi belajar di Madrasah Al-Rawahiyah. Beliau menuntut ilmu dengan semangat yang membara.
Para sejarawan mencatat dedikasi beliau yang luar biasa. Imam Nawawi menghadiri dua belas pelajaran dalam sehari. Beliau mempelajari syarah, tashih, dan berbagai disiplin ilmu lainnya. Waktu tidurnya sangat sedikit. Beliau sering tertidur dalam posisi duduk saat membaca buku.
Beliau pernah berkata tentang kecintaannya pada ilmu:
“Dan aku menulis segala yang berhubungan dengannya, baik penjelasan kalimat yang sulit maupun kejelasan arti.”
Karya Agung yang Memberi Cahaya
Produktivitas Imam Nawawi penulis Riyadhus Shalihin sangatlah mencengangkan. Beliau wafat di usia yang relatif muda, sekitar 45 tahun. Namun, karya tulisnya setara dengan kerja keras ratusan tahun. Allah memberkahi waktu dan umurnya.
Selain Riyadhus Shalihin, beliau menulis Al-Arba’in An-Nawawiyah. Kitab ini berisi 42 hadits pokok ajaran Islam. Beliau juga menyusun Al-Minhaj, syarah terbaik untuk Shahih Muslim. Para ulama fiqh juga merujuk pada kitab Al-Majmu’. Kitab tersebut menjadi referensi utama dalam Mazhab Syafi’i.
Gaya bahasa Imam Nawawi sangat lugas dan jelas. Beliau mampu menyederhanakan masalah yang rumit. Hal ini membuat bukunya mudah dipahami oleh orang awam. Kesuksesan karya beliau bersumber dari niat yang tulus. Beliau menulis semata-mata mengharap ridha Allah SWT.
Keteladanan Zuhud dan Keberanian
Kehidupan pribadi Imam Nawawi sangatlah sederhana. Beliau menjalani hidup zuhud dan menjauhi kemewahan dunia. Beliau menolak pemberian hadiah dari penguasa yang tidak jelas sumbernya. Makanannya sangat sedikit dan pakaiannya sangat sederhana. Beliau lebih memilih membeli buku daripada memikirkan penampilan.
Imam Nawawi juga terkenal sangat berani. Beliau tidak takut menegur penguasa yang berbuat zalim. Beliau pernah mengirim surat teguran keras kepada Sultan Baibars. Sultan saat itu hendak mengambil harta rakyat secara paksa. Imam Nawawi menentang kebijakan tersebut dengan tegas.
Sultan sempat marah dan ingin menghukumnya. Namun, wibawa sang Imam membuat nyali Sultan ciut. Beliau tidak memiliki harta atau keluarga yang bisa diancam. Beliau hanya takut kepada Allah semata. Keberanian ini menjadi teladan bagi ulama setelahnya.
Tentang keberanian menasihati pemimpin, beliau memegang prinsip:
“Memerintahkan kebaikan dan melarang kemungkaran adalah poros yang memutarkan Islam.”
Warisan Abadi untuk Umat
Imam Nawawi tidak meninggalkan keturunan biologis. Beliau memilih membujang dan mewakafkan diri untuk ilmu. Namun, murid-murid dan kitab-kitabnya adalah anak-anak rohaninya. Mereka terus mendoakan dan menyebarkan ilmunya hingga kini.
Setiap majelis taklim sering membacakan hadits dari bukunya. Nama beliau selalu disebut dengan doa rahimahullah (semoga Allah merahmatinya). Ini adalah bukti penerimaan Allah atas amalnya. Keikhlasan membuat namanya harum sepanjang masa.
Kita perlu meneladani semangat beliau. Beliau menghargai waktu sekecil apapun. Beliau tidak membiarkan satu detik pun berlalu tanpa manfaat. Ketaatan dan kesungguhannya adalah inspirasi bagi generasi milenial.
Mempelajari biografi Imam Nawawi penulis Riyadhus Shalihin membangkitkan semangat jiwa. Kita belajar bahwa hidup mulia bukan tentang harta. Hidup mulia adalah tentang seberapa besar manfaat kita bagi orang lain. Imam Nawawi telah membuktikan hal tersebut.
Beliau wafat di Nawa, tanah kelahirannya. Umat Islam kehilangan sosok guru besar. Namun, warisan ilmunya tetap hidup di hati kaum muslimin. Mari kita terus mengkaji karya-karya beliau. Semoga kita bisa mengikuti jejak kesalehan Imam Nawawi.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
