Beranda » Berita » Menyelami Samudera Cinta Jalaluddin Rumi: Kearifan Sufi Sepanjang Masa

Menyelami Samudera Cinta Jalaluddin Rumi: Kearifan Sufi Sepanjang Masa

Dunia mengenal sosok Maulana Jalaluddin Rumi sebagai mercusuar cahaya spiritual yang tak pernah padam meski zaman terus berganti. Jutaan manusia dari berbagai latar belakang budaya dan agama membaca puisi-puisinya dengan penuh kekaguman. Sang penyair sufi ini berhasil menembus batas-batas teologis yang kaku melalui bahasa cinta yang universal. Ia mewariskan harta karun kebijaksanaan yang terus relevan bagi para pencari kebenaran hingga detik ini.

Lahir di Balkh pada tahun 1207, Rumi tumbuh dalam lingkungan keluarga yang sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan agama. Ayahnya merupakan seorang ulama besar yang memberikan fondasi kuat bagi perkembangan intelektual sang putra. Namun, sejarah mencatat bahwa Rumi tidak hanya berhenti sebagai seorang akademisi atau ahli hukum Islam semata. Ia bertransformasi menjadi seorang mistikus yang mabuk akan cinta Ilahi.

Pertemuan yang Mengubah Segalanya

Titik balik kehidupan Rumi terjadi ketika ia bertemu dengan sosok misterius bernama Shams Tabrizi. Pertemuan ini mengguncang kemapanan jiwa Rumi dan membakar habis kesombongan intelektual yang mungkin masih tersisa. Shams memperkenalkan Rumi pada dimensi cinta yang melampaui akal logika manusia biasa. Sejak saat itu, Rumi menuangkan gejolak jiwanya ke dalam ribuan bait puisi yang memukau.

Hubungan guru dan murid ini mengajarkan kita bahwa ilmu pengetahuan saja tidak cukup untuk mencapai kesempurnaan batin. Manusia memerlukan cinta untuk mendobrak dinding ego yang seringkali menghalangi cahaya kebenaran. Rumi mengajak kita untuk melihat Tuhan bukan dengan rasa takut, melainkan dengan kerinduan yang mendalam layaknya seorang kekasih yang merindukan pasangannya.

Salah satu kutipan terkenalnya berbunyi:
“Di mana pun kamu berada, jadilah nyawa dari tempat itu.”

Fenomena Flexing Sedekah di Medsos: Antara Riya dan Syiar Dakwah

Kalimat sederhana ini mengandung pesan mendalam agar kita selalu memberikan dampak positif dan kehidupan bagi lingkungan sekitar.

Samudera Cinta dalam Karya Matsnavi

Karya agung Rumi, Matsnavi, sering disebut sebagai “Al-Quran dalam bahasa Persia” karena kedalaman maknanya. Dalam buku ini, Rumi menggunakan berbagai metafora, fabel, dan kisah sehari-hari untuk menjelaskan konsep-konsep spiritual yang rumit. Ia tidak berceramah dengan nada menggurui, tetapi bercerita layaknya seorang sahabat yang sedang berbagi rahasia kehidupan.

Rumi menekankan bahwa sumber penderitaan manusia berasal dari keterikatan kita pada dunia materi yang fana. Kita sering lupa bahwa rumah kita yang sesungguhnya adalah di sisi Sang Pencipta. Melalui puisi-puisinya, Rumi mengajak jiwa-jiwa yang tersesat untuk kembali pulang. Ia menawarkan jalan cinta sebagai rute tercepat dan paling indah menuju Tuhan.

Simaklah kutipan abadi Rumi berikut ini:
“Lukamu adalah tempat di mana cahaya memasukimu.”

Pesan ini mengajarkan kita untuk memeluk rasa sakit dan penderitaan sebagai bagian dari proses pendewasaan spiritual.

Meredam Polarisasi Bangsa Melalui Esensi Bab “Mendamaikan Manusia”

Relevansi Pesan Rumi di Era Modern

Masyarakat modern saat ini sering merasa hampa di tengah kemajuan teknologi yang sangat pesat. Kita memiliki segalanya secara materi, namun seringkali merasa miskin secara rohani. Depresi, kecemasan, dan perasaan terasing menjadi wabah yang menjangkiti banyak orang di kota-kota besar. Di sinilah kearifan sufi Jalaluddin Rumi hadir sebagai penawar yang menyejukkan.

Ajaran Rumi tentang toleransi dan cinta kasih melampaui sekat-sekat perbedaan yang sering memicu konflik di dunia saat ini. Ia tidak memandang label agama, ras, atau status sosial seseorang. Bagi Rumi, setiap manusia membawa percikan cahaya Ilahi yang harus kita hormati. Pandangan inklusif ini sangat kita butuhkan untuk membangun perdamaian dunia yang berkelanjutan.

Rumi mengingatkan kita untuk berhenti mencari kepuasan di luar diri sendiri. Kebahagiaan sejati dan kedamaian abadi tersimpan rapi di dalam hati sanubari kita masing-masing. Kita hanya perlu diam sejenak, merenung, dan mendengarkan suara hati untuk menemukannya.

Ia pernah berkata:
“Kemarin saya pintar, jadi saya ingin mengubah dunia. Hari ini saya bijaksana, jadi saya mengubah diri saya sendiri.”

Warisan yang Sepanjang Hayat

Kematian Rumi pada tahun 1273 tidak menghentikan aliran kebijaksanaannya. Para pengikutnya mendirikan Tarekat Mevlevi yang terkenal dengan tarian Whirling Dervishes (Tarian Berputar). Tarian ini menyimbolkan perputaran alam semesta dan perjalanan jiwa menuju Tuhan melalui cinta. Hingga kini, makamnya di Konya, Turki, menjadi destinasi ziarah bagi jutaan orang yang ingin memberikan penghormatan.

Riyadus Shalihin: Antidot Ampuh Mengobati Fenomena Sick Society di Era Modern

Membaca karya Jalaluddin Rumi berarti melakukan perjalanan ke dalam diri sendiri. Ia memaksa kita untuk jujur menghadapi kelemahan diri dan mendorong kita untuk terus bertumbuh menjadi manusia yang lebih baik. Pesan-pesan spiritualnya akan terus bergema sepanjang hayat, memandu siapa saja yang bersedia membuka hati.

Mari kita akhiri perenungan ini dengan sebuah undangan terbuka dari Sang Maulana:
“Datanglah, datanglah, siapa pun engkau, datanglah! Kafir, penyembah berhala, atau penyembah api, datanglah! Tempat kami bukanlah tempat putus asa. Bahkan jika engkau telah melanggar sumpahmu seratus kali, datanglah!”

Rumi mengajarkan bahwa pintu ampunan dan cinta Tuhan selalu terbuka lebar bagi hamba-Nya yang ingin kembali. Inilah inti dari kearifan sufi yang menenangkan jiwa.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement