Dunia Islam berutang budi besar pada sosok ulama satu ini. Kita mengenalnya sebagai penjaga kemurnian sabda Nabi Muhammad SAW. Namanya adalah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim. Umat Muslim lebih akrab menyapanya dengan sebutan Imam Bukhari. Beliau mendedikasikan seluruh napas kehidupannya untuk ilmu hadis. Semangat belajarnya tak pernah padam sedikit pun. Artikel ini akan mengulas Biografi Imam Bukhari secara mendalam. Kita akan menelusuri perjalanan hidup sang Amirul Mukminin fil Hadith.
Masa Kecil dan Keajaiban Ilahi
Imam Bukhari lahir di kota Bukhara, Uzbekistan. Beliau lahir pada hari Jumat, 13 Syawal 194 Hijriah. Takdir Allah menggariskan beliau menjadi yatim sejak kecil. Ayahnya wafat saat beliau masih kanak-kanak. Sang ibu kemudian mengambil alih peran pengasuhan sepenuhnya. Ibu Imam Bukhari mendidik putranya dengan penuh kasih sayang dan perhatian.
Sebuah ujian berat menimpa masa kecilnya. Bukhari kecil kehilangan penglihatan matanya. Kondisi ini tentu membuat ibunya sangat bersedih. Namun, sang ibu tidak pernah putus asa. Ia terus berdoa kepada Allah siang dan malam. Ia memohon kesembuhan bagi mata putranya.
Allah SWT menjawab doa tulus tersebut. Imam Bukhari kembali mendapatkan penglihatannya secara ajaib. Peristiwa ini menjadi titik awal kebangkitan intelektualnya. Ia segera memanfaatkan matanya untuk membaca dan menghafal. Kecerdasannya bersinar sangat terang. Ia mampu menghafal ribuan hadis di usia belia. Ia bahkan hafal karya-karya ulama besar di kotanya.
Rihlah Ilmiah Menembus Batas Negeri
Semangat menuntut ilmu mendorongnya meninggalkan kampung halaman. Usia 16 tahun menjadi awal pengembaraan panjangnya. Ia berangkat menunaikan ibadah haji bersama ibu dan kakaknya. Setelah berhaji, ia memilih menetap di Mekkah. Ia ingin menimba ilmu dari ulama-ulama tanah suci.
Imam Bukhari tidak berhenti di Mekkah saja. Ia mengunjungi berbagai pusat peradaban Islam. Madinah, Syam, Mesir, Aljazair, Basrah, Kufah, dan Baghdad menjadi tujuannya. Ia menemui ribuan guru terbaik di zamannya. Ia mencatat setiap butir ilmu dari mereka.
Ketekunannya dalam mencatat sungguh luar biasa. Ia pernah bangun berkali-kali dalam satu malam. Ia menyalakan lampu untuk menulis atau merevisi catatan. Ia melakukan hal ini secara konsisten selama bertahun-tahun. Baginya, ilmu adalah harta yang paling berharga.
Lahirnya Mahakarya Sahih Al-Bukhari
Sejarah mencatat momen penting dalam penyusunan kitab Sahih Al-Bukhari. Inspirasi besar datang dari gurunya, Ishaq bin Rahwayh. Sang guru melontarkan sebuah harapan di hadapan murid-muridnya.
Kutipan perkataan gurunya adalah:
“Andai kalian menyusun kitab yang hanya memuat hadis-hadis sahih dari Rasulullah SAW.”
Kalimat ini menghunjam kuat di hati Imam Bukhari. Ia segera bertekad mewujudkan harapan gurunya itu. Ia memulai proyek raksasa penyaringan hadis. Ia menyeleksi ratusan ribu hadis yang ia hafal.
Proses seleksi ini berlangsung sangat ketat. Imam Bukhari tidak sembarangan memasukkan hadis. Ia menerapkan standar kejujuran perawi yang sangat tinggi. Ia menolak riwayat dari orang yang pernah berbohong. Bahkan, ia menolak perawi yang menipu hewan ternak.
Imam Bukhari juga melakukan ritual khusus. Ia selalu mandi dan salat sunah dua rakaat sebelum menulis. Ia melakukan istikharah untuk setiap satu hadis. Ia ingin memastikan kebenaran hadis tersebut secara lahir dan batin. Proses penyusunan kitab ini memakan waktu 16 tahun. Ia mengerjakannya dengan penuh kehati-hatian dan ketakwaan.
Ujian Hafalan di Baghdad
Reputasi Biografi Imam Bukhari semakin harum di kalangan ulama. Namun, ujian sering datang menghampiri orang hebat. Ulama Baghdad pernah menguji hafalan sang Imam. Mereka menyiapkan sepuluh orang penguji. Setiap orang membawa sepuluh hadis yang telah mereka acak. Mereka menukar isi hadis (matan) dengan jalur periwayatan (sanad) yang lain.
Imam Bukhari mendengarkan pertanyaan mereka dengan tenang. Awalnya, ia menjawab tidak tahu pada setiap hadis acak tersebut. Orang awam mungkin mengira beliau bodoh. Namun, para ulama paham maksud sang Imam.
Setelah semua pertanyaan selesai, Imam Bukhari mulai berbicara. Ia mengulang kembali keseratus hadis yang salah itu. Kemudian, ia membetulkan pasangannya satu per satu. Ia mengembalikan setiap matan ke sanad yang seharusnya. Ingatannya bekerja setajam pedang. Semua orang yang hadir berdecak kagum. Mereka mengakui kehebatan memori dan kecerdasannya seketika itu juga.
Warisan Keilmuan Sepanjang Hayat
Kitab Sahih Al-Bukhari kini menjadi rujukan utama umat Islam. Ulama sepakat menempatkannya sebagai kitab paling sahih setelah Al-Quran. Karya ini menjadi bukti dedikasi seumur hidup. Imam Bukhari telah menjaga kemurnian ajaran Nabi Muhammad SAW.
Beliau wafat pada malam Idul Fitri tahun 256 Hijriah. Allah memanggilnya pulang di usia 62 tahun kurang. Ia dimakamkan di Khartank, sebuah desa dekat Samarkand. Ribuan orang mengantar jenazahnya dengan duka mendalam.
Meski jasadnya telah tiada, namanya tetap abadi. Para penuntut ilmu terus menyebut namanya dalam setiap majelis. Kita masih merasakan manfaat karyanya hingga detik ini. Biografi Imam Bukhari mengajarkan kita arti kesungguhan. Beliau membuktikan bahwa ketulusan akan menghasilkan karya yang abadi. Warisan keilmuannya akan terus mengalirkan pahala hingga akhir zaman. Kita patut meneladani semangat juang sang penjaga hadis ini.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
