Kalam
Beranda » Berita » Meneladani Kesederhanaan Ulama Salafushalih: Cahaya di Tengah Kegelapan Materialisme

Meneladani Kesederhanaan Ulama Salafushalih: Cahaya di Tengah Kegelapan Materialisme

Kehidupan modern sering menjebak manusia dalam perlombaan harta. Kita sering mengukur kesuksesan dari kemewahan materi. Padahal, sejarah Islam mencatat standar berbeda. Generasi terbaik umat ini memberikan contoh nyata. Kesederhanaan Ulama Salafushalih adalah cermin jernih bagi kita. Mereka memandang dunia hanya sebagai sarana, bukan tujuan akhir.

Generasi Salaf memiliki harta, namun hati mereka merdeka. Mereka tidak membiarkan kecintaan dunia menguasai jiwa. Gaya hidup ini menjadi relevan di tengah badai hedonisme saat ini. Kita perlu menengok kembali jejak mereka. Kisah mereka menawarkan obat bagi hati yang gersang. Mari kita selami samudra hikmah kehidupan mereka.

Makna Zuhud yang Sebenarnya

Banyak orang salah memahami konsep zuhud. Mereka mengira zuhud berarti harus hidup miskin. Pandangan ini tentu kurang tepat. Ulama Salaf mengajarkan definisi yang lebih mendalam. Zuhud adalah memindahkan dunia dari hati ke tangan.

Seseorang boleh memiliki kekayaan melimpah. Namun, kekayaan itu tidak boleh melalaikan kewajiban kepada Allah. Kesederhanaan Ulama Salafushalih terletak pada sikap batin. Mereka siap melepas harta kapan saja demi agama. Harta hanyalah titipan sementara bagi mereka.

Seorang ulama besar, Imam Ahmad bin Hanbal, pernah berkata:

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

“Zuhud itu adalah pendek angan-angan dan tidak menggantungkan hati pada dunia.”

Kutipan ini menegaskan esensi kesederhanaan. Fokus utama mereka tetaplah kehidupan abadi di akhirat.

Potret Pemimpin yang Bersahaja

Kita bisa melihat contoh nyata dari Umar bin Khattab. Beliau memimpin wilayah Islam yang sangat luas. Kekuasaannya membentang menaklukkan dua imperium besar. Namun, beliau tetap tampil sangat sederhana. Baju beliau memiliki banyak tambalan.

Beliau menolak kemewahan istana. Umar memilih tidur di atas tikar kasar. Beliau khawatir kenikmatan dunia akan mengurangi jatahnya di akhirat. Rasa takut kepada Allah mengalahkan nafsu duniawi. Sikap ini membuat rakyat dan musuh segan kepadanya.

Kisah lain datang dari Umar bin Abdul Aziz. Beliau sering disebut sebagai Khulafaur Rasyidin kelima. Beliau sangat teliti memisahkan harta pribadi dan negara. Suatu malam, beliau mematikan lampu minyak istana. Alasannya sederhana namun menggetarkan hati. Beliau sedang membicarakan urusan pribadi dengan anaknya.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Beliau tidak mau menggunakan minyak negara untuk kepentingan pribadi. Kesederhanaan Ulama Salafushalih seperti ini sangat langka sekarang. Kejujuran dan kesederhanaan menjadi satu paket dalam kepemimpinan mereka.

Kedermawanan Para Ulama Ilmu

Kesederhanaan juga terpancar dari para pewaris nabi. Imam Asy-Syafi’i adalah contoh figur yang sangat dermawan. Beliau pernah mendapatkan hadiah uang sangat banyak. Namun, uang itu habis sebelum beliau sampai ke rumah. Beliau membagikannya kepada orang-orang miskin di jalan.

Beliau tidak menyimpan harta untuk menumpuk kekayaan. Ilmu membuatnya sadar akan hakikat rezeki. Abdullah bin Mubarak juga memiliki kisah serupa. Beliau adalah saudagar kaya raya sekaligus ulama hadis. Keuntungannya setiap tahun beliau gunakan untuk membiayai haji orang lain.

Beliau juga sering melunasi utang orang-orang yang kesulitan. Beliau makan makanan sederhana meski mampu membeli makanan mewah. Harta baginya adalah alat untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ini adalah bentuk nyata kesederhanaan Ulama Salafushalih.

Relevansi di Era Modern

Zaman sekarang menuntut kita untuk tampil mewah. Media sosial memperparah budaya pamer harta. Kita sering merasa kurang karena melihat milik orang lain. Sikap qanaah atau merasa cukup mulai hilang. Padahal, ketenangan jiwa bermula dari rasa syukur.

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Kita perlu menerapkan prinsip hidup Salafushalih. Mulailah dengan membedakan keinginan dan kebutuhan. Belilah barang karena fungsi, bukan gengsi. Kita harus mengendalikan hawa nafsu belanja.

Terapkan pola hidup hemat dan bersahaja. Sisihkan kelebihan harta untuk membantu sesama. Sedekah tidak akan membuat kita miskin. Justru, berbagi akan mendatangkan keberkahan berlipat ganda. Hati akan menjadi lebih tenang dan damai.

Membangun Keluarga yang Sederhana

Pendidikan kesederhanaan harus mulai dari rumah. Orang tua wajib mengenalkan figur Salaf kepada anak-anak. Ceritakan kisah inspiratif para sahabat nabi. Ajarkan anak untuk tidak mencintai barang bermerek secara berlebihan.

Tanamkan nilai bahwa kemuliaan ada pada takwa. Baju mahal bisa rusak, namun akhlak mulia akan abadi. Ajak keluarga untuk rutin menyantuni anak yatim. Kegiatan ini akan melembutkan hati yang keras.

Kita sedang membangun fondasi karakter generasi penerus. Kesederhanaan Ulama Salafushalih adalah kurikulum terbaik. Jangan biarkan anak-anak tumbuh menjadi hamba materi. Jadikan mereka hamba Allah yang taat dan bersahaja.

Penutup: Kembali ke Jalan Keselamatan

Meneladani orang saleh adalah jalan menuju kebaikan. Kita mungkin tidak bisa meniru mereka seratus persen. Namun, kita bisa mengambil semangat dan prinsipnya. Usaha meniru orang mulia adalah sebuah kemuliaan.

Dunia ini hanyalah jembatan penyeberangan. Jangan membangun istana megah di atas jembatan. Bangunlah istana abadi di kampung akhirat. Mari kita jadikan kesederhanaan sebagai gaya hidup baru. Semoga Allah membimbing kita menapaki jejak para Salafushalih.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement