Khazanah
Beranda » Berita » Akhlak Sosial dalam Islam: Keadilan, Empati, dan Amanah Menurut Syaikh Al-‘Ushfūrī

Akhlak Sosial dalam Islam: Keadilan, Empati, dan Amanah Menurut Syaikh Al-‘Ushfūrī

Ilustrasi pilar akhlak sosial Islam: keadilan, empati, dan amanah.
seorang Muslim berdiri di tengah tiga pancaran cahaya yang masing-masing diberi simbol keadilan (timbangan), empati (dua tangan saling menggenggam), dan amanah (kunci atau gulungan amanah).

Surau.co. Akhlak sosial dalam Islam selalu menjadi pondasi bagi terciptanya masyarakat yang damai dan beradab. Dalam berbagai literatur klasik, para ulama menekankan pentingnya akhlak sosial sebagai wujud kesempurnaan iman seseorang. Kitab Al-Mawā‘iẓ al-‘Ushfuriyyah karya Syaikh Muhammad bin Abdurrahman al-‘Ushfūrī termasuk karya yang memberikan perhatian besar pada akhlak, terutama nilai keadilan, empati, dan amanah sebagai pilar hubungan antarmanusia. Artikel ini menguraikan ketiga nilai tersebut dengan pendekatan akademik populer, bahasa yang ringan, dan alur naratif, sehingga mudah dipahami serta relevan bagi pembaca modern.

Keadilan sebagai Fondasi Etika Sosial

Keadilan menjadi pilar utama dalam akhlak sosial. Islam menjadikan keadilan sebagai prinsip yang mengatur relasi manusia agar tidak terjadi penindasan, penyalahgunaan kekuasaan, ataupun perlakuan diskriminatif. Al-Qur’an memberikan perintah yang sangat eksplisit mengenai keadilan:

﴿ إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُ بِٱلۡعَدۡلِ وَٱلۡإِحۡسَٰنِ ﴾
“Sesungguhnya Allah memerintahkan keadilan dan kebaikan.” (QS. An-Naḥl: 90)

Ayat tersebut menunjukkan bahwa keadilan bukan hanya tuntutan sosial, tetapi juga kewajiban spiritual. Ketika seseorang menegakkan keadilan, orang tersebut sesungguhnya sedang melaksanakan perintah Allah secara langsung. Sikap ini memperlihatkan bahwa akhlak sosial dalam Islam tidak berdiri sendiri, melainkan terhubung dengan akhlak kepada Allah.

Syaikh Al-‘Ushfūrī dalam Al-‘Ushfuriyyah memberikan nasihat yang sangat kuat tentang pentingnya berlaku adil:

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

“العَدْلُ قَوَاعِدُ الدُّوَلِ، وَمَنْ عَدَلَ دَامَ مُلْكُهُ.”
“Keadilan menjadi tiang berdirinya suatu negeri, dan siapa yang benar-benar berlaku adil, kekuasaannya akan langgeng.”

Nasihat tersebut bukan hanya berbicara tentang pemimpin negara, tetapi juga tentang keadilan dalam lingkup kecil seperti keluarga, komunitas, dan relasi sosial. Nilai akhlak sosial dalam Islam tampak jelas ketika seseorang menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, memberikan hak kepada setiap orang, serta menahan diri dari sikap zalim.

Selain itu, Imam Ibn al-Qayyim memberikan penjelasan yang menegaskan pentingnya keadilan:

“إِنَّ ٱللَّهَ يَقُومُ بِالدَّوۡلَةِ ٱلۡعَادِلَةِ وَإِن كَانَتۡ كَافِرَةً، وَلَا يَقُومُ بِٱلۡجَائِرَةِ وَإِن كَانَتۡ مُسۡلِمَةً.”
“Allah menegakkan sebuah negeri yang adil meskipun penduduknya kafir, dan tidak menegakkan negeri yang zalim meskipun penduduknya Muslim.”

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa keadilan bersifat universal. Akhlak sosial tidak mengenal batas agama karena berlaku adil merupakan nilai kemanusiaan yang dijunjung seluruh peradaban.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Empati: Menyatukan Hati dalam Kepedulian

Selain keadilan, akhlak sosial dalam Islam sangat mengutamakan empati. Empati menjadi energi moral yang membuat hubungan antarindividu berlangsung hangat dan manusiawi. Tanpa empati, masyarakat akan mudah terpecah, saling curiga, dan kehilangan solidaritas.

Nabi Muhammad memberi penegasan mengenai pentingnya empati melalui sabdanya:

“لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّىٰ يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ.”
“Seseorang belum sempurna imannya sampai dia mencintai saudaranya sebagaimana dirinya mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari)

Hadits tersebut memperlihatkan bahwa empati bukan sekadar kebaikan moral, tetapi indikator iman. Kecintaan terhadap orang lain yang diwujudkan dalam perhatian, solidaritas, dan dukungan, merupakan bentuk ibadah sosial yang sangat mulia.

Syaikh al-‘Ushfūrī dalam Al-‘Ushfuriyyah memberi nasihat:

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

“الرَّحْمَةُ تُلَيِّنُ القُلُوبَ، وَمَنْ لَمْ يَرْحَمْ لَا يُرْحَمْ.”
“Kasih sayang melembutkan hati, dan siapa yang tidak menyayangi tidak akan disayangi.”

Nasihat ini mengajak pembaca membangun empati dalam setiap interaksi. Dengan mempraktikkan kasih sayang, seseorang tidak hanya menciptakan hubungan yang baik, tetapi juga menjaga kelembutan batinnya. Orang yang membiasakan diri berempati akan jauh dari sifat keras hati dan arogan.

Imam al-Ghazali juga memberikan gambaran indah mengenai empati:

“الْمَرْءُ مَعَ النَّاسِ بِقَلْبِهِ قَبْلَ جَسَدِهِ.”
“Seseorang bersama orang lain lebih dahulu dengan hatinya sebelum tubuhnya.”

Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa akhlak sosial bukan hanya tentang tindakan nyata, tetapi juga kehadiran hati yang tulus. Ketika seseorang berusaha memahami rasa sakit dan kegembiraan orang lain, hubungan sosial menjadi lebih manusiawi.

Amanah: Menjaga Kepercayaan sebagai Karakter Beradab

Amanah merupakan nilai akhlak sosial yang sangat ditekankan dalam Islam. Ia tidak sekadar menyangkut titipan harta atau tanggung jawab organisasi, tetapi mencakup janji, kerahasiaan, dan integritas pribadi. Ketika seseorang mampu menjaga amanah, masyarakat akan merasa aman dan saling percaya.

Allah berfirman:

﴿ إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤدُّواْ ٱلۡأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهۡلِهَا ﴾
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah kepada pemiliknya.” (QS. An-Nisā’: 58)

Ayat ini menjelaskan bahwa amanah merupakan perintah langsung dari Allah. Nilai tersebut menjadi pondasi penting dalam membangun masyarakat yang adil dan dipercaya. Ketika amanah dijaga, kehidupan sosial berlangsung dengan tertib dan harmonis.

Syaikh al-‘Ushfūrī memberikan peringatan tegas:

“الخِيَانَةُ تُفْسِدُ الوُدَّ، وَالأَمَانَةُ تَجْلِبُ الثِّقَةَ.”
“Pengkhianatan merusak persahabatan, sedangkan amanah mendatangkan kepercayaan.”

Nasihat tersebut menekankan bahwa amanah adalah fondasi hubungan sosial. Hilangnya amanah berarti hilangnya kepercayaan, dan ketika kepercayaan hilang, masyarakat bergerak menuju kehancuran moral.

Imam Ibn Rajab al-Hanbali memberikan penguatan:

“الأَمَانَةُ دِينٌ، فَمَنْ ضَيَّعَهَا فَقَدْ نَقَضَ عَهْدَهُ مَعَ اللهِ.”
“Amanah adalah agama. Siapa yang mengabaikannya berarti merusak perjanjiannya dengan Allah.”

Ungkapan ini memberikan dimensi spiritual yang lebih dalam. Menjaga amanah bukan hanya menjaga nama baik di hadapan manusia, tetapi juga menjaga hubungan dengan Allah.

Integrasi Tiga Nilai: Jalan Menuju Masyarakat Berkarakter

Keadilan, empati, dan amanah bukan tiga hal yang berdiri sendiri. Ketiganya membentuk kesatuan akhlak sosial yang kokoh dalam Islam. Keadilan melahirkan rasa aman, empati melahirkan rasa peduli, dan amanah melahirkan rasa percaya. Ketika ketiganya hadir dalam diri seseorang, karakter sosial yang beradab akan terbentuk secara alami.

Syaikh al-‘Ushfūrī menekankan integrasi tersebut melalui ungkapannya:

“مَنْ جَمَعَ العَدْلَ وَالرَّحْمَةَ وَالأَمَانَةَ زَانَتْهُ السَّمَاءُ قَبْلَ الأَرْضِ.”
“Siapa yang menghimpun keadilan, kasih sayang, dan amanah, orang tersebut dihiasi oleh langit sebelum bumi.”

Ungkapan itu memperlihatkan kemuliaan karakter seseorang yang mempraktikkan tiga nilai tersebut. Akhlak sosial dalam Islam tidak hanya menata kehidupan dunia, tetapi juga memuliakan seseorang di hadapan Allah.

Dengan terus mempraktikkan keadilan, empati, dan amanah dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat akan bergerak menuju kondisi yang lebih harmonis. Ketiga nilai tersebut menjadi pedoman untuk menavigasi dunia modern yang penuh kompetisi dan ketegangan sosial.

Penutup

Akhlak sosial dalam Islam mengajarkan bahwa kemuliaan seseorang tidak diukur dari hartanya, kedudukannya, ataupun prestise sosialnya. Kemuliaan hadir ketika seseorang mampu berlaku adil, berempati, dan menjaga amanah. Tiga nilai tersebut lahir dari hati yang bening, pikiran yang jernih, dan jiwa yang lapang.

Ketika keadilan menjadi prinsip hidup, empati menjadi bahasa hati, dan amanah menjadi pegangan moral, manusia berjalan di atas jalan sunyi menuju kemuliaan ilahi. Setiap langkah terasa lebih ringan, dan setiap perjumpaan menjadi anugerah. Semoga setiap pembaca mampu menghadirkan tiga nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, sehingga masyarakat dapat berdiri kokoh dengan akhlak yang bercahaya.

 

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement