Surau.co. Di tengah kehidupan modern yang bergerak sangat cepat, manusia sering terjebak dalam rutinitas individualistik yang melemahkan hubungan sosial. Banyak orang merasa semakin sibuk, tetapi justru semakin jauh dari lingkaran keluarga, tetangga, dan sahabat. Pada kondisi seperti ini, konsep silaturrahim dan ukhuwah menjadi kunci untuk merajut kembali solidaritas sosial yang mulai rapuh. Kitab Al-Mawā‘iẓ al-‘Ushfuriyyah karya Syaikh Muhammad bin Abdurrahman al-‘Ushfūrī memberikan penjelasan yang sangat relevan terkait pentingnya membangun ikatan kasih sayang antarsesama.
Artikel ini mengajak pembaca menelusuri makna sosial, spiritual, dan moral dari silaturrahim dan ukhuwah dengan bahasa akademik yang ringan. Pembahasan disertai ayat Al-Qur’an, hadits Nabi, serta hikmah para ulama untuk memperjelas pesan bahwa hubungan sosial yang sehat bukan hanya kebutuhan sosial, tetapi juga bagian dari ibadah.
Silaturrahim: Jembatan Kasih Sayang yang Menyambung Keberkahan
Silaturrahim memiliki posisi sangat penting dalam ajaran Islam. Tradisi ini bukan hanya aktivitas sosial, tetapi juga bentuk ketaatan kepada Allah. Dalam Al-‘Ushfuriyyah, Syaikh al-‘Ushfūrī memberikan penegasan:
صِلَةُ الرَّحِمِ تُطِيلُ الْعُمُرَ وَتُكَثِّرُ الرِّزْقَ وَتَدْفَعُ الْبَلَاءَ
“Silaturrahim memanjangkan umur, melapangkan rezeki, dan menolak bala.”
Dengan kalimat yang padat, Syaikh al-‘Ushfūrī mengajak manusia untuk memperkuat hubungan sosial karena hubungan tersebut membawa pengaruh nyata bagi keberkahan hidup. Silaturrahim menciptakan jaringan dukungan emosional yang sangat dibutuhkan manusia dalam perjalanan hidup.
Al-Qur’an memberikan perhatian sangat jelas mengenai pentingnya menyambung hubungan kekeluargaan. Dalam Q.S. An-Nisa’ [4]: 1, Allah berfirman:
وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ
“Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kalian saling meminta, dan peliharalah hubungan kekeluargaan.”
Ayat ini menyandingkan takwa dengan menjaga hubungan keluarga, menunjukkan betapa pentingnya tradisi silaturrahim dalam membangun masyarakat harmonis.
Hadits Nabi juga menguatkan hal tersebut. Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
(“Siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah menyambung hubungan kekeluargaan.”) — HR. Bukhari-Muslim.
Silaturrahim bukan hanya kunjungan formal. Silaturrahim mencakup menjaga komunikasi, menghormati kerabat, membantu saat mereka membutuhkan, serta menciptakan hubungan penuh kasih sayang. Tradisi ini tidak harus dilakukan dengan ritual rumit; cukup dengan sikap peduli, perhatian kecil, atau kunjungan ringan yang menghidupkan kembali relasi sosial.
Ukhuwah Islamiyah: Pondasi Solidaritas dalam Kehidupan Bermasyarakat
Jika silaturrahim berkaitan dengan hubungan keluarga, maka ukhuwah memiliki jangkauan yang lebih luas. Ukhuwah Islamiyah meliputi persaudaraan keimanan yang melintasi suku, bahasa, maupun status sosial. Dalam masyarakat yang kian beragam, ukhuwah menjadi modal penting untuk membangun kerukunan sosial.
Dalam Al-‘Ushfuriyyah, Syaikh al-‘Ushfūrī memberi pesan mendalam:
الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
“Seorang mukmin bagi mukmin lainnya laksana bangunan yang sebagian menguatkan sebagian lainnya.”
Pesan ini memberi gambaran bahwa masyarakat ideal adalah masyarakat yang saling menopang, bukan saling menjatuhkan. Sebuah bangunan tidak akan berdiri kuat jika salah satu tiangnya rapuh. Begitu pula masyarakat tidak akan sejahtera jika hubungan sosial di dalamnya retak dan dipenuhi prasangka.
Hadits Nabi menegaskan makna ukhuwah:
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidak beriman seseorang di antara kalian hingga menyukai bagi saudaranya apa yang disukai bagi dirinya sendiri.” — HR. Bukhari.
Hadits ini tidak hanya berbicara tentang akhlak, tetapi juga kepekaan sosial. Dengan ukhuwah, seseorang dapat merasakan penderitaan orang lain, merayakan kebahagiaan mereka, serta ikut memperbaiki kehidupan bersama.
Para ulama turut memberikan gambaran mendalam. Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin menyampaikan:
حَقُّ الْأُخُوَّةِ أَنْ تَضَعَ حَاجَتَهُ فَوْقَ حَاجَتِكَ
“Hak ukhuwah adalah menempatkan kebutuhan saudaramu di atas kebutuhan dirimu.”
Ungkapan tersebut memuat pesan bahwa ukhuwah bukan sekadar hubungan emosional, tetapi komitmen konkret untuk membantu dan mendukung.
Silaturrahim dan Ukhuwah sebagai Modal Solidaritas Sosial
Dalam konteks sosial modern, silaturrahim dan ukhuwah memiliki peran strategis dalam menjaga keutuhan masyarakat. Keduanya bukan sekadar praktik tradisional, tetapi instrumen sosial yang membangun kepercayaan, menguatkan jaringan sosial, serta mencegah konflik.
Syaikh al-‘Ushfūrī memberikan gambaran:
مَنْ لَا يَرْحَمُ النَّاسَ لَا يَرْحَمُهُ اللَّهُ
“Siapa yang tidak mengasihi manusia, maka Allah tidak mengasihinya.”
Ungkapan ini menekankan pentingnya kasih sayang sosial. Dalam realitas sehari-hari, solidaritas sosial sangat dipengaruhi oleh kemampuan masyarakat untuk membangun hubungan penuh pengertian. Dengan silaturrahim, hubungan keluarga terjaga. Dengan ukhuwah, hubungan antaranggota masyarakat saling menguatkan. Bila dua nilai ini bergerak bersama, solidaritas sosial menjadi lebih kokoh.
Di era digital, silaturrahim bisa dilakukan melalui berbagai sarana komunikasi. Namun, hakikat silaturrahim tetap sama: menghadirkan kehangatan dalam hubungan. Sementara itu, ukhuwah menuntut kesediaan berbagi empati, mendukung, dan membantu tanpa memandang perbedaan.
Kedua nilai ini terbukti efektif dalam menghadapi dinamika sosial kontemporer. Ketika sebuah keluarga mengalami kesulitan, jejaring sosial yang kuat membantu mereka bangkit. Ketika masyarakat menghadapi bencana atau tantangan ekonomi, ukhuwah memungkinkan mereka saling meringankan beban.
Solidaritas sosial adalah benteng penting dalam membangun masyarakat yang damai. Dengan mempraktekkan dua nilai ini, masyarakat dapat menguatkan energi kolektif yang dibutuhkan untuk menghadapi berbagai tantangan zaman.
Dampak Spiritual dan Psikologis dari Silaturrahim dan Ukhuwah
Selain manfaat sosial, silaturrahim dan ukhuwah memberikan dampak spiritual dan psikologis yang luar biasa. Tradisi silaturrahim mengurangi rasa kesepian dan meningkatkan kebahagiaan emosional. Banyak penelitian modern menunjukkan bahwa hubungan sosial yang hangat mampu meningkatkan kesehatan mental dan memperpanjang umur.
Dalam perspektif spiritual, silaturrahim membuka pintu rahmat Allah. Ketika seseorang berusaha menyambung hubungan, hatinya terlatih untuk merasakan empati. Empati inilah yang menghaluskan jiwa dan menjadikan seseorang lebih peka terhadap perintah Allah.
Ukhuwah juga memiliki dampak signifikan bagi ketenangan batin. Dengan ukhuwah, seseorang tidak merasa hidup sendirian. Dukungan moral dan emosional dari saudara seiman membantu mengurangi kecemasan serta meningkatkan optimisme.
Syaikh al-‘Ushfūrī dalam Al-‘Ushfuriyyah menyampaikan:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْجُوَ فَلْيُحِبَّ لِلنَّاسِ الْخَيْرَ
“Siapa yang ingin selamat, hendaklah mencintai kebaikan bagi manusia.”
Pesan ini menunjukkan bahwa kebahagiaan sejati lahir dari kemampuan mencintai sesama. Dengan silaturrahim dan ukhuwah, manusia merasakan kebahagiaan dalam memberi dan menerima.
Menghidupkan Kembali Tradisi Silaturrahim dan Ukhuwah di Era Modern
Tantangan modern mengharuskan manusia menata kembali cara membangun hubungan sosial. Banyak orang merasa terlalu sibuk untuk bersilaturrahim. Banyak yang merasa pertemanan semakin dangkal. Untuk menghidupkan kembali dua nilai ini, diperlukan langkah konkret yang konsisten.
Pertama, seseorang dapat memulai dengan membuka kembali komunikasi dengan keluarga dan teman. Pesan singkat atau panggilan kecil dapat membuka pintu hubungan yang lama tertutup.
Kedua, seseorang dapat aktif hadir dalam kegiatan sosial dan keagamaan di lingkungan sekitar. Aktivitas seperti gotong royong, pengajian, atau kegiatan sosial lainnya menjadi ladang luas untuk menumbuhkan ukhuwah.
Ketiga, seseorang perlu membiasakan akhlak positif seperti salam, senyum, dan memberi bantuan. Nabi Muhammad ﷺ menyebutkan:
لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا
“Jangan meremehkan kebaikan sekecil apa pun.”
Dengan langkah-langkah kecil, masyarakat dapat kembali merajut jaringan sosial yang kuat.
Penutup
Silaturrahim dan ukhuwah merupakan dua permata ajaran Islam yang mampu menumbuhkan kasih sayang, solidaritas, dan harmoni sosial. Ketika manusia merawat hubungan, keberkahan hidup muncul. Ketika masyarakat menjaga ukhuwah, kehidupan menjadi lebih damai.
Semoga nilai-nilai mulia ini terus hidup di tengah kehidupan modern. Dengan silaturrahim, hati terikat. Dengan ukhuwah, jiwa terangkat. Dan dengan keduanya, manusia berjalan bersama menuju keridaan Allah yang abadi.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
