Surau.co. Dalam kehidupan modern, manusia dihadapkan pada badai yang tidak pernah berhenti: tuntutan pekerjaan, tekanan sosial, kecemasan ekonomi, rasa lelah psikis, sampai gelombang informasi yang mengaburkan kejernihan hati. Kondisi ini membuat banyak orang merasa kehilangan pegangan. Dalam pergulatan seperti itu, konsep menggenggam taqwa menjadi kebutuhan mendasar. Kitab al-Mawā‘iẓ al-‘Ushfuriyyah karya Syaikh Muhammad bin Abdurrahman al-‘Ushfūrī memberikan perspektif yang menyegarkan tentang kekuatan iman sebagai penopang hidup. Taqwa bukan lagi sekadar konsep ritual, tetapi fondasi batin yang menjaga manusia dari kegoyahan.
Pembahasan tentang taqwa memiliki tempat utama dalam ajaran Islam. Al-Qur’an berulang kali menegaskan bahwa keteguhan spiritual bukan sekadar pilihan, melainkan pondasi utama. Taqwa menjadi perisai yang membuat manusia tetap berdiri ketika kekhawatiran mencoba menjatuhkan. Tulisan ini mengurai makna menggenggam taqwa di tengah badai dunia, dengan mengacu pada hikmah-hikmah Syaikh al-‘Ushfūrī dan pandangan ulama salaf.
Taqwa Sebagai Penuntun di Tengah Kegelisahan
Al-Qur’an membuka pembahasan tentang taqwa dengan menempatkannya sebagai kunci hidayah. Allah berfirman:
﴿ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ﴾
“Kitab ini tidak ada keraguan di dalamnya; petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 2)
Ayat ini menunjukkan bahwa hati yang bertaqwa lebih mudah menerima petunjuk. Dalam konteks kehidupan modern, petunjuk ini bermakna kemampuan membedakan yang benar dari yang salah, yang penting dari yang sia-sia, dan yang mendekatkan diri kepada Allah dari yang menjauhkan. Taqwa tidak hanya mengarahkan seseorang saat beribadah, tetapi juga saat menentukan keputusan hidup.
Taqwa menjadi penuntun ketika pikiran terhimpit kecemasan. Ketika seseorang berada dalam tekanan, keputusan yang diambil sering kali dipengaruhi oleh ketakutan. Namun, hati yang bertaqwa akan menemukan ketenangan karena menyerahkan hasil kepada Allah. Taqwa membuat langkah hidup lebih terarah, sekaligus menghilangkan beban yang tidak perlu.
Makna Taqwa Menurut Syaikh Al-‘Ushfūrī
Syaikh al-‘Ushfūrī dalam al-Mawā‘iẓ al-‘Ushfuriyyah menghadirkan gambaran mendalam tentang taqwa. Dalam satu hikmah disebutkan:
«التَّقْوَى نُورُ الْقَلْبِ وَقُوَّةُ الرُّوحِ، وَلَا يَثْبُتُ الْعَبْدُ فِي الْفِتَنِ إِلَّا بِهَا»
“Taqwa adalah cahaya hati dan kekuatan jiwa; tidak ada seorang hamba yang mampu bertahan dari fitnah kecuali dengan taqwa.”
Ungkapan ini menegaskan bahwa badai dunia tidak hanya berupa peristiwa luar, tetapi juga gejolak batin. Ketika pikiran dipenuhi kekhawatiran, jiwa akan lemah. Cahaya taqwa bekerja dengan cara menyinari kegelapan itu. Manusia yang memiliki taqwa tidak mudah terombang-ambing oleh keadaan, karena hatinya selalu terhubung dengan Allah.
Dalam hikmah lain, Syaikh al-‘Ushfūrī mengingatkan:
«مَنْ جَعَلَ تَقْوَى اللَّهِ مِصْبَاحَ طَرِيقِهِ لَمْ يَضِلَّ فِي الظُّلُمَاتِ»
“Barangsiapa menjadikan taqwa sebagai pelita jalannya, tidak akan tersesat dalam kegelapan.”
Keterangan ini semakin memperjelas bahwa taqwa bukan konsep abstrak. Taqwa adalah pelita yang mengarahkan langkah. Pelita itu memberi ketenangan bahkan ketika keadaan sekitar membingungkan.
Taqwa Menumbuhkan Keberanian Batin
Dalam kehidupan yang penuh dinamika, keberanian menjadi salah satu kebutuhan pokok. Keberanian yang dimaksud bukan keberanian tanpa pertimbangan, tetapi keberanian yang muncul dari keyakinan bahwa Allah selalu bersama hamba-Nya. Nabi Muhammad bersabda:
«اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ»
“Bertaqwalah kepada Allah di mana pun engkau berada.”
Hadis ini menunjukkan bahwa taqwa menjadi sumber keberanian. Seorang yang bertaqwa tidak takut menghadapi perubahan. Ia tidak gentar menghadapi kesulitan karena menyadari bahwa Allah melihat setiap langkah. Keyakinan ini menjadi modal kekuatan ketika dunia tampak menekan.
Para ulama salaf juga memberikan gambaran serupa. Sahl at-Tustari mengatakan:
«التَّقْوَى هِيَ أَنْ تَجِدَ قَلْبَكَ مَعَ اللَّهِ فِي كُلِّ حَالٍ»
“Taqwa adalah ketika seseorang mendapati hatinya selalu bersama Allah dalam setiap keadaan.”
Dengan demikian, keberanian batin tumbuh dari kedekatan spiritual. Ketika hati bersama Allah, segala kesulitan terasa lebih ringan.
Ketenangan Sebagai Buah Taqwa
Salah satu karunia terbesar dari taqwa adalah ketenangan. Banyak orang mencari ketenangan dalam materi, hiburan, atau pencapaian, tetapi ketenangan sejati lahir dari keyakinan. Allah berfirman:
﴿وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ﴾
“Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, Allah akan memberikan jalan keluar baginya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (QS. At-Talaq: 2–3)
Ayat ini mengajarkan bahwa ketenangan bukan hasil dari keadaan luar yang ideal, tetapi dari keyakinan bahwa Allah memberikan jalan keluar. Bahkan ketika situasi terlihat buntu, hati tetap tenang karena yakin pada janji-Nya. Inilah makna menggenggam taqwa di tengah badai dunia.
Syaikh al-‘Ushfūrī juga menegaskan hal ini dalam salah satu hikmahnya:
«مَنْ أَصْلَحَ سِرَّهُ بِالتَّقْوَى أَصْلَحَ اللَّهُ حَالَهُ فِي الْعَلَنِ»
“Barangsiapa memperbaiki batinnya dengan taqwa, Allah akan memperbaiki keadaannya secara lahir.”
Taqwa bekerja dari dalam menuju luar. Ketika batin kuat, keadaan luar menjadi lebih tertata.
Menghadapi Badai Informasi dengan Keteguhan Spiritualitas
Di era digital, badai kehidupan tidak selalu datang dalam bentuk musibah fisik. Informasi yang berlebihan sering kali melemahkan ketenangan. Ketika manusia terus-menerus terpapar perbandingan, opini, dan berita buruk, hati menjadi letih. Dalam situasi seperti ini, taqwa menjadi filter spiritual. Taqwa membantu manusia memilih apa yang perlu dipikirkan dan apa yang harus diabaikan.
Syaikh al-‘Ushfūrī memberikan nasihat:
«إِذَا غَفَلَ الْقَلْبُ كَثُرَتْ هُمُومُهُ، وَإِذَا ذَكَرَ اللَّهَ سَكَنَتْ نُفُوسُهُ»
“Jika hati lalai, kegelisahan akan bertambah; jika hati mengingat Allah, jiwa menjadi tenang.”
Pesan ini sangat relevan bagi generasi masa kini. Banyak orang mencari ketenangan melalui aktivitas yang justru menambah kecemasan. Taqwa tidak hanya mengarahkan manusia untuk mengingat Allah, tetapi juga menata ulang cara seseorang menggunakan waktu dan energinya. Ketika hati tersambung kepada-Nya, badai informasi tidak lagi meruntuhkan ketenangan.
Taqwa dan Kejernihan Memilih Prioritas Hidup
Dalam kehidupan yang serba cepat, kemampuan menetapkan prioritas menjadi kunci keberhasilan. Namun, banyak orang terjebak oleh kesibukan yang tidak membawa manfaat jangka panjang. Taqwa membantu manusia menyusun ulang prioritas hidup. Dengan taqwa, seseorang mengutamakan yang penting daripada yang mendesak.
Para ulama salaf sering menekankan aspek ini. Dalam satu ungkapan disebutkan:
«مَا فَازَ مَنْ فَاتَهُ التَّقْوَى، وَلَا خَابَ مَنْ جَعَلَهَا تَاجَ رَأْسِهِ»
“Tidak akan beruntung orang yang kehilangan taqwa, dan tidak akan merugi orang yang menjadikannya mahkota di kepalanya.”
Ungkapan ini menggambarkan bahwa taqwa menjadi standar prioritas. Seseorang yang meletakkan taqwa sebagai mahkota akan menjalani hidup dengan arah yang jelas. Keputusan-keputusan penting akan lebih mudah diambil karena lahir dari kejernihan batin, bukan tekanan luar.
Menggenggam Taqwa di Tengah Badai Dunia: Jalan Menuju Perlindungan Ilahi
Badai kehidupan tidak selalu bisa dihindari. Namun, manusia memiliki kendali atas bagaimana menghadapi badai itu. Taqwa memberikan kekuatan yang membuat seseorang tetap kokoh. Allah berjanji memberikan perlindungan khusus bagi orang-orang bertaqwa. Dalam sebuah hadis qudsi disebutkan:
«وَلا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ»
“Hamba-Ku terus mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah sampai Aku mencintainya.”
Kedekatan seperti ini memberi rasa aman yang tidak tergoyahkan. Ketika manusia dicintai Allah, badai sebesar apa pun tidak akan mengguncang pondasi batin. Taqwa membangun kedekatan itu melalui konsistensi zikir, ibadah, akhlak, dan pengendalian diri.
Penutup
Menggenggam taqwa di tengah badai dunia tidak berarti menghindari kehidupan. Manusia tetap beraktivitas, bekerja, bermasyarakat, dan membangun masa depan. Namun, taqwa menjadi nahkoda yang mengarahkan langkah agar tidak terseret arus. Cahaya iman menuntun manusia menapaki kehidupan dengan ketenangan, keberanian, dan kejernihan.
Pada akhirnya, badai dunia bukan musuh. Badai justru menguatkan manusia yang menggenggam taqwa. Ketika iman menyala, hati akan tetap tenang meski dunia berguncang. Dari sinilah perjalanan spiritual menemukan bentuknya: kuat, tenang, dan selalu kembali kepada Allah.
*Gerwin Satria N
Pegiat literasi Iqro’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
