SURAU.CO – Di tengah kehidupan yang serba cepat ini, banyak orang terjebak pada pikiran bahwa rezeki harus diraih dengan segera. Ketika proses terasa lambat, sebagian mulai tergoda untuk mengambil jalan pintas—meski itu haram, merugikan orang lain, atau melanggar batas-batas syariat.
Padahal, Islam mengajarkan bahwa yang terpenting bukan seberapa cepat rezeki datang, tetapi seberapa halal, berkah, dan diridhai Allah jalan yang ditempuh.
Seorang pedagang kecil yang sabar bekerja dari pagi hingga senja—menggambarkan nilai luhur itu. Tidak glamor, tidak viral, tidak terlihat istimewa. Namun justru di balik kesederhanaannya, tersimpan kemuliaan: keteguhan menjaga rezeki tetap halal.
Rezeki Halal Sudah Ditulis Untuk Setiap Hamba
Disebutkan perkataan Ibnu ‘Abbas rahimahullah:
“Seorang mukmin dan seorang fajir (yang gemar maksiat) sudah ditetapkan rezeki baginya dari yang halal.
Jika ia bersabar hingga rezeki itu diberi, niscaya Allah akan memberinya.
Namun jika ia tidak sabar lantas ia tempuh cara yang haram, niscaya Allah akan mengurangi jatah rezeki halal untuknya.”
Inilah prinsip yang sering dilupakan: rezeki tidak pernah tertukar.
Yang menjadi ujian bukan soal “adakah rezeki itu?”, melainkan “apakah kita sabar menunggunya datang dari pintu halal?”.
Jika seseorang bersabar, rezeki halalnya akan tiba tepat pada waktunya. Namun jika ia tergesa dan menempuh jalan haram, rezeki itu tidak hilang—hanya bergeser dari halal menjadi bencana, meski tampak menguntungkan di permukaan.
Sabar Adalah Bagian dari Ibadah
Sabar bukan berarti pasrah tanpa usaha. Dan Sabar dalam Islam itu:
Sabar dalam bekerja meski hasil belum terlihat.
>Sabar dalam menolak godaan jalan cepat yang salah.
>Sabar menjaga integritas saat orang lain memilih cara mudah.
Pedagang kecil yang bersih hatinya, meski untung sedikit, hakikatnya sedang mengumpulkan pahala besar. Setiap langkahnya menuju tempat usaha adalah ibadah. Setiap tetes keringatnya menjadi saksi keyakinan bahwa Allah cukup sebagai pemberi rezeki.
Rezeki Halal Lebih Berkah Daripada Rezeki Banyak
Banyak orang salah paham:
“Yang penting banyak.”
Padahal yang benar adalah:
“Yang penting halal dan berkah.”
Rezeki yang haram mungkin terlihat melimpah, tetapi membawa:
kegelisahan hati,
ketidaktenangan rumah tangga,
hilangnya doa-doa dari pengabulan,
hilangnya cahaya iman dari diri.
Sementara rezeki halal, meski sederhana, membuat hati lapang, rumah tangga tentram, dan hidup penuh keberkahan.
Allah Tidak Akan Menyia-nyiakan Hamba yang Menjaga Kehalalan
Siapa pun yang berusaha menjaga diri dari rezeki haram, Allah akan:
bukakan pintu-pintu rezeki dari arah tak disangka,
jadikan sedikit itu terasa cukup,
limpahkan keberkahan yang tidak terlihat oleh mata.
Karena itu Rasulullah ﷺ mengajarkan,
“Tinggalkan yang meragukanmu menuju yang tidak meragukanmu.”
Orang yang teguh di jalan halal, meski prosesnya panjang, kelak akan tersenyum di akhir perjalanan.
Jadilah Pejuang Rezeki Halal
Di tengah kondisi ekonomi yang menantang seperti saat ini, seruan untuk bersabar dalam mencari rezeki halal adalah pesan yang amat relevan.
Untuk seluruh para pedagang, pekerja kasar, pelaku UMKM, guru honorer, ojek online, petani, buruh harian—kalian semua sedang menjalani jihad kehidupan. Tidak ada pekerjaan hina selama halal. Tidak ada profesi rendah selama penuh kejujuran.
Kunci utamanya adalah sabar, jujur, dan yakin kepada Allah.
Penutup
Rezeki bukan hanya soal uang yang masuk ke kantong, tetapi tentang nilai dan keberkahan yang menyertainya.
Jalan halal mungkin terlihat panjang, tetapi di ujungnya ada ridha Allah yang tidak ternilai. Sementara jalan haram mungkin terlihat cepat, tetapi di akhirnya hanya ada penyesalan.
Semoga kita termasuk hamba-hamba yang bersabar dalam menjemput rezeki halal, dan Allah berkahi setiap usaha kita, sekecil apa pun bentuknya. (Tengku Iskandar, M. Pd – Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
