Khazanah
Beranda » Berita » Bahjatul Wasail tentang Kematian dan Akhirat: Menyiapkan Diri dengan Iman yang Teguh

Bahjatul Wasail tentang Kematian dan Akhirat: Menyiapkan Diri dengan Iman yang Teguh

perjalanan ruh menuju akhirat dengan cahaya keimanan
meninggalkan dunia menuju kehidupan abadi, terinspirasi dari pesan Syekh Nawawi dalam Bahjatul Wasail.

Surau.co. Kematian adalah satu-satunya kepastian yang tak bisa dihindari manusia. Dalam Bahjatul Wasail, Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani tidak sekadar menjelaskan hakikat kematian sebagai akhir kehidupan dunia, tetapi juga sebagai gerbang menuju kehidupan yang lebih hakiki: akhirat. Pembahasan ini begitu relevan bagi kita yang hidup di tengah hiruk-pikuk dunia modern, di mana kesibukan sering membuat lupa akan tujuan akhir.

Iman yang teguh menjadi fondasi utama dalam menghadapi kematian dan kehidupan setelahnya. Syekh Nawawi menulis dengan kelembutan spiritual, mengingatkan setiap hati agar tidak tertipu oleh dunia yang fana, karena perjalanan sejati baru dimulai saat ruh meninggalkan jasad.

Mengingat Kematian di Tengah Kehidupan yang Sibuk

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sering terjebak dalam rutinitas tanpa akhir: bekerja, mencari rezeki, dan mengejar kenyamanan. Namun, Syekh Nawawi dalam Bahjatul Wasail menulis:

“تَذَكَّرِ الْمَوْتَ فِي كُلِّ يَوْمٍ، فَإِنَّهُ مَوْعِظَةٌ لِلْقُلُوبِ وَمُنَبِّهَةٌ لِلْغَافِلِينَ”
“Ingatlah kematian setiap hari, karena ia adalah nasihat bagi hati dan pengingat bagi orang-orang yang lalai.”
(Bahjatul Wasail, juz 1, hlm. 87)

Kalimat ini menggugah kesadaran, bahwa mengingat kematian bukan untuk menakut-nakuti diri, melainkan sebagai pengingat agar hidup lebih bermakna. Dengan mengingat kematian, manusia belajar menata prioritas: memperbaiki ibadah, menjaga hubungan, dan berbuat baik dengan tulus.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Fenomena hari ini menunjukkan betapa banyak orang takut berbicara tentang kematian. Padahal, bagi seorang mukmin, mengingat mati justru menjadi sumber ketenangan batin. Ia membuat seseorang lebih siap menghadapi kehidupan dunia dengan hati yang lapang.

Iman yang Teguh sebagai Bekal Menuju Akhirat

Syekh Nawawi menekankan pentingnya keimanan yang kokoh sebagai bekal menuju kehidupan akhirat. Dalam Bahjatul Wasail beliau menulis:

“الإِيمَانُ هُوَ الزَّادُ الْحَقِيقِيُّ لِلسَّفَرِ إِلَى الْآخِرَةِ، وَمَنْ فَقَدَهُ ضَلَّ الطَّرِيقَ وَهَلَكَ”
“Iman adalah bekal sejati dalam perjalanan menuju akhirat. Barang siapa kehilangan iman, maka ia tersesat dan binasa.”
(Bahjatul Wasail, juz 2, hlm. 134)

Pesan ini menegaskan bahwa iman bukan sekadar keyakinan dalam hati, melainkan energi yang menggerakkan amal. Tanpa iman yang kuat, manusia mudah tergoda oleh kenikmatan sesaat dan kehilangan arah hidup.

Iman yang teguh lahir dari ilmu dan pengalaman spiritual yang mendalam. Ia tumbuh melalui ibadah yang konsisten, dzikir yang khusyuk, serta kesadaran akan pengawasan Allah setiap saat.

Sikap yang Benar Terhadap Musibah

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ ثُمَّ إِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati, kemudian kepada Kami kamu akan dikembalikan.”
(QS. Al-‘Ankabut: 57)

Ayat ini menjadi dasar bahwa kematian bukan akhir, melainkan awal perjalanan abadi menuju Allah.

Amal Baik sebagai Warisan Abadi

Dalam Bahjatul Wasail, Syekh Nawawi menulis dengan sangat lembut tentang amal sebagai cahaya yang menyertai manusia setelah kematian:

“الأَعْمَالُ الصَّالِحَةُ نُورُ الْقَبْرِ وَرَفِيقُ الْمُؤْمِنِ فِي ظُلُمَاتِ الْآخِرَةِ”
“Amal saleh adalah cahaya kubur dan sahabat seorang mukmin di kegelapan akhirat.”
(Bahjatul Wasail, juz 3, hlm. 56)

Filosofi Bathok Bolu Isi Madu: Kemuliaan Hati di Balik Kesederhanaan

Kalimat ini memberi makna mendalam bahwa amal baik bukan hanya untuk dunia, tapi juga menjadi pelita dalam kehidupan setelah mati. Orang yang hidupnya penuh keikhlasan akan menuai ketenangan di alam kubur, sementara yang lalai akan menyesal ketika waktu sudah tak bisa diulang.

Dalam keseharian, kita bisa menanam amal baik dari hal-hal sederhana: membantu orang lain, berkata lembut, menjaga amanah, dan berzikir dalam kesendirian. Amal seperti ini menjadi bentuk nyata dari iman yang hidup.

Refleksi: Menyambut Kematian dengan Tenang

Kematian sejatinya bukan sesuatu yang menakutkan bagi orang beriman. Syekh Nawawi menggambarkan keadaan seorang mukmin menjelang ajalnya dengan sangat indah:

“يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُ عِنْدَ مَوْتِهِ لِأَنَّهُ يَرَى مَسَاكِنَهُ فِي الْجَنَّةِ، وَتَتَلَقَّاهُ الْمَلَائِكَةُ بِالسَّلَامِ”
“Orang beriman akan bergembira saat kematiannya karena ia melihat tempat tinggalnya di surga, dan para malaikat menyambutnya dengan salam.”
(Bahjatul Wasail, juz 4, hlm. 91)

Gambaran ini membawa ketenangan, seolah Syekh Nawawi ingin menegaskan bahwa kematian adalah pertemuan dengan cinta Ilahi. Bagi hati yang bersih, kematian bukanlah kehilangan, tetapi kepulangan.

Menyiapkan Diri dengan Kesadaran yang Hidup

Menyiapkan diri menghadapi kematian bukan berarti menjauh dari dunia, tetapi menjalaninya dengan kesadaran spiritual. Dunia tetap harus dijalani, tetapi dengan keseimbangan antara usaha dan ibadah.

Syekh Nawawi memberi pesan lembut agar manusia tidak berlebihan mencintai dunia:

“مَنْ أَحَبَّ الدُّنْيَا أَضَرَّ بِآخِرَتِهِ، وَمَنْ أَحَبَّ الْآخِرَةَ نَفَعَتْهُ الدُّنْيَا”
“Barang siapa mencintai dunia secara berlebihan, ia akan merusak akhiratnya. Namun, siapa yang mencintai akhirat, dunia akan bermanfaat baginya.”
(Bahjatul Wasail, juz 5, hlm. 42)

Maka, keseimbangan menjadi kunci. Kita tidak menolak dunia, tetapi menjadikannya jalan menuju Allah.

Penutup: Menghidupkan Iman di Tengah Kematian

Kematian mengajarkan kita arti hidup yang sesungguhnya. Bahjatul Wasail mengajak setiap jiwa untuk tidak takut mati, tetapi takut jika mati dalam keadaan lalai. Dengan iman yang teguh, amal yang tulus, dan hati yang selalu mengingat Allah, kematian menjadi pintu menuju kebahagiaan abadi.

Syekh Nawawi al-Bantani melalui karyanya yang penuh hikmah mengingatkan, bahwa perjalanan ruhani manusia bukan tentang seberapa lama ia hidup di dunia, tetapi seberapa dalam ia mengenal Tuhannya.

 

Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi bedoyo, Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement