Surau.co. Dalam Bahjatul Wasail, Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani menegaskan bahwa kehidupan manusia selalu bergerak di antara nikmat dan ujian. Karena itu, syukur dan sabar memegang peranan besar dalam menjaga kejernihan batin. Dua nilai ini tidak hanya berfungsi sebagai pedoman moral, tetapi juga menjadi jalan terang menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Syukur tumbuh dari kesadaran bahwa setiap karunia datang dari Allah. Sebaliknya, sabar muncul sebagai kekuatan hati saat cobaan menghampiri. Keduanya, jika hadir secara seimbang, mampu mengangkat manusia menuju derajat ridha Ilahi. Namun tanpa salah satunya, hidup mudah kehilangan arah.
Syekh Nawawi menulis:
“من لم يشكر النعمة فقد عرضها للزوال، ومن لم يصبر على البلاء فقد ضيع أجره وجميل حاله.”
“Siapa yang tidak bersyukur atas nikmat berarti menyiapkan nikmat itu untuk hilang. Dan siapa yang tidak sabar atas ujian berarti menyia-nyiakan pahala serta keindahan keadaannya.”
Melalui pesan ini, Syekh Nawawi ingin mengingatkan bahwa kebahagiaan tidak lahir dari hidup tanpa cobaan, melainkan dari kemampuan menjaga hati dalam setiap keadaan.
Fenomena Sehari-hari: Ketika Nikmat Melalaikan dan Ujian Menggelisahkan
Di zaman serba cepat seperti sekarang, banyak orang menikmati kelancaran pekerjaan tanpa menghadirkan syukur. Sebaliknya, mereka mudah gelisah ketika mengalami sedikit hambatan. Akibatnya, hati bergerak tanpa arah dan pikiran kehilangan fokus spiritual. Fenomena ini menunjukkan betapa manusia membutuhkan bimbingan nilai-nilai Bahjatul Wasail agar tidak terseret arus modernitas.
Syekh Nawawi menambahkan nasihat berikut:
“السعيد من رضي بقضاء الله…”
“Orang bahagia ialah yang ridha terhadap ketetapan Allah dalam suka maupun duka.”
Kemudian, melalui pesan tersebut, beliau mengajak kita untuk melihat setiap peristiwa sebagai bagian dari rencana Ilahi. Meskipun demikian, latihan batin tetap diperlukan agar seseorang mampu menatap nikmat tanpa kesombongan dan menghadapi ujian tanpa putus asa.
Makna Syukur Menurut Syekh Nawawi
Syekh Nawawi memerinci syukur melalui tiga unsur penting: hati, lisan, dan anggota tubuh. Menurut beliau:
“الشكر يكون بالقلب واللسان والجوارح…”
Dengan penjelasan ini, syukur tidak berhenti pada ucapan semata. Sebaliknya, syukur berkembang menjadi cara hidup. Selain itu, syukur juga menuntun seseorang untuk menjaga amanah, menghargai waktu, serta menahan diri dari tuntutan berlebihan. Dalam kehidupan modern, bentuk syukur tampak melalui kerja berniat baik, berbagi rezeki, dan menjaga kepercayaan.
Sabar: Keteguhan Hati di Tengah Gelombang Ujian
Jika syukur menyertai masa senang, maka sabar menguatkan masa sulit. Dalam Bahjatul Wasail, sabar digambarkan sebagai benteng yang menjaga hati dari kegoncangan.
“الصبر مفتاح الفرج، ومن صبر ظفر…”
Melalui pesan ini, Syekh Nawawi menjelaskan bahwa sabar selalu berkaitan dengan kemenangan batin. Selain itu, sabar tidak menghalangi seseorang untuk berusaha; justru sabar mengajarkan konsistensi di tengah tekanan. Di era modern, sikap ini terlihat dalam ketenangan saat disalahpahami, ketangguhan saat hasil tak kunjung datang, serta kemampuan mengendalikan emosi demi menjaga hubungan baik.
Syukur dan Sabar: Dua Sayap Menuju Ridha Allah
Keseimbangan antara syukur dan sabar memberikan ruang bagi lahirnya kedamaian sejati. Syukur menjaga seseorang dari kufur nikmat; sebaliknya, sabar menghindarkannya dari keputusasaan. Syekh Nawawi menegaskan:
“الإيمان نصفان: نصف شكر ونصف صبر…”
Melalui pernyataan tersebut, beliau ingin mengingatkan bahwa iman tidak akan utuh tanpa kedua nilai ini. Selain itu, keseimbangan keduanya melahirkan pandangan batin yang jernih. Pada akhirnya, manusia yang mampu menjaga dua sayap itu akan terbang menuju ridha Allah dengan hati ringan dan langkah mantap.
Refleksi Kehidupan: Bertumbuh Melalui Syukur dan Sabar
Dalam keseharian, kita sering berhadapan dengan situasi kecil tetapi bermakna—kehilangan barang, kritik yang menyakitkan, atau keberhasilan yang berpotensi menumbuhkan kesombongan. Setiap momen itu sebenarnya membuka ruang bagi latihan syukur dan sabar. Kemudian, melalui zikir, tafakur, dan muhasabah, latihan tersebut bertumbuh menjadi kedewasaan spiritual.
Ketenangan sejati tidak lahir dari hilangnya masalah. Sebaliknya, ketenangan muncul ketika seseorang mampu melihat tangan Allah di balik setiap kejadian. Pada titik itulah hidup terasa lebih ringan serta kaya makna.
Penutup: Menapaki Jalan Bahagia Dunia Akhirat
Melalui Bahjatul Wasail, Syekh Nawawi mengajak setiap hamba untuk menjadikan syukur dan sabar sebagai seni hidup. Keduanya membuat manusia kuat menghadapi badai, tetapi tetap rendah hati saat berada di puncak keberhasilan. Karena itu, siapa pun yang menempuh dua jalan ini akan menemukan ketenangan, kebijaksanaan, dan cinta Ilahi.
Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo, Ponorogo
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
