Ibadah
Beranda » Berita » Sahabat dalam Ketaatan: Permata yang Tidak Tergantikan

Sahabat dalam Ketaatan: Permata yang Tidak Tergantikan

Sahabat dalam Ketaatan: Permata yang Tidak Tergantikan
Sahabat dalam Ketaatan: Permata yang Tidak Tergantikan

 

SURAU.CO – Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm. Alhamdulillāh, segala puji bagi Allah yang telah menanamkan dalam hati hamba-hamba-Nya rasa cinta karena iman dan ukhuwah karena Islam.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, manusia paling setia terhadap sahabat-sahabatnya, hingga ukhuwah mereka menjadi contoh sepanjang zaman.

Sahabat yang Mengantar ke Surga

Imam Asy-Syafi‘i rahimahullāh pernah menuturkan kalimat yang indah dan dalam maknanya:

“Jika engkau punya teman yang selalu membantumu dalam rangka ketaatan kepada Allah, maka peganglah erat-erat dia, jangan pernah kau lepaskan, karena mencari teman baik itu susah, tetapi melepaskannya sangat mudah.”

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Kalimat ini bukan sekadar nasihat sosial. Ia adalah renungan tentang betapa berharganya seorang sahabat yang menuntun kita kepada Allah.
Di tengah dunia yang semakin individualistik, di mana banyak orang mencari teman demi kepentingan dunia, memiliki sahabat yang menuntun ke surga adalah karunia besar yang sering kali tidak disadari nilainya.

Sahabat seperti ini bukan hanya teman bicara, tapi penopang iman. Ia menegur dengan lembut ketika kita lalai, mengingatkan ketika kita salah, dan mendorong kita untuk terus mendekat kepada Allah.

Dalam Al-Qur’an, Allah menggambarkan hubungan semacam ini dengan sangat indah:

> “Teman-teman akrab pada hari itu (hari kiamat) saling bermusuhan, kecuali orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Az-Zukhruf: 67)

Ayat ini memberi isyarat bahwa semua hubungan duniawi akan putus di akhirat, kecuali persahabatan yang dibangun di atas takwa. Sahabat yang sejati adalah yang tidak hanya menemanimu dalam kesenangan, tapi juga menolongmu untuk tetap berada di jalan yang benar.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Makna Sahabat dalam Islam

Dalam pandangan Islam, sahabat bukan sekadar “teman nongkrong” atau “rekan kerja.” Sahabat sejati adalah bagian dari iman. Nabi ﷺ bersabda:

> “Seseorang itu tergantung agama teman dekatnya. Maka hendaklah salah seorang di antara kalian memperhatikan siapa yang dijadikannya teman dekat.”
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Hadits ini menegaskan bahwa sahabat dapat membentuk keyakinan dan karakter seseorang. Jika kita dekat dengan orang yang cinta Al-Qur’an, kita akan termotivasi untuk membacanya. Jika kita dekat dengan orang yang rajin ibadah, kita pun terdorong untuk meneladani semangatnya. Namun jika kita salah memilih teman, bisa jadi iman kita terkikis tanpa disadari.

Imam Al-Ghazali bahkan menulis dalam Ihya’ Ulumiddin, bahwa sahabat yang baik adalah “cermin bagi dirimu.” Jika engkau melihatnya, engkau ingat Allah. Jika engkau berbicara dengannya, engkau mendapat ilmu. Dan jika engkau bersamanya, engkau terdorong untuk beramal saleh.

Persahabatan Para Sahabat Nabi ﷺ

Contoh terbaik persahabatan dalam Islam adalah ukhuwah antara Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya.
Lihatlah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. — sahabat sejati yang tidak pernah meninggalkan Nabi bahkan di saat paling berbahaya, ketika mereka bersembunyi di gua Tsur. Dalam momen itu, Abu Bakar khawatir musuh akan menemukan mereka. Namun Rasulullah ﷺ menenangkan hatinya dengan kalimat abadi:

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

> “Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.”
(QS. At-Taubah: 40)

Inilah makna sahabat sejati — saling menguatkan dalam iman, bukan dalam kesenangan dunia.
Mereka tidak hanya bersama di medan perang, tapi juga bersama dalam dakwah, dalam ujian, dalam tangis, dan dalam doa.
Mereka mencintai bukan karena dunia, tapi karena Allah.

Begitu pula persahabatan antara Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarrah, antara Ali bin Abi Thalib dan Salman Al-Farisi, semuanya dibangun di atas keimanan yang kokoh.
Mereka saling menasihati, saling mendoakan, dan saling menutupi aib.

Persahabatan seperti inilah yang menjadi pondasi kejayaan Islam. Karena umat yang kuat bukan hanya dibangun dengan senjata dan ilmu, tapi juga dengan cinta yang tulus karena Allah.

Ketika Persahabatan Hilang Makna

Sayangnya, di zaman modern ini, banyak orang kehilangan makna sejati dari persahabatan.

Kita lebih mudah menemukan teman untuk bersenang-senang daripada teman untuk shalat berjamaah.
Lebih mudah menemukan teman untuk bergosip daripada untuk mengaji.
Lebih mudah berbagi tawa daripada berbagi air mata dalam doa.

Media sosial pun menjadikan pertemanan serba instan — ribuan “teman” bisa dimiliki dalam hitungan detik, namun tak satu pun hadir ketika hati terluka atau iman goyah.

Padahal sahabat sejati bukan sekadar hadir di layar ponsel, tetapi hadir di hati dan doa.
Ia tidak hanya menyapa dengan emoji, tetapi menegur ketika kita mulai jauh dari Allah.
Ia tidak hanya menemani dalam tawa, tetapi juga mengingatkan dalam tangis taubat.

Ciri Sahabat yang Baik

Imam Asy-Syafi‘i mengajarkan bahwa sahabat yang baik adalah yang membantumu dalam ketaatan kepada Allah. Artinya, ukuran utama bukan kesenangan, bukan kepentingan, melainkan ketaatan.

Berikut beberapa ciri sahabat sejati menurut ulama salaf:

  1. Ia mengingatkanmu kepada Allah ketika engkau lalai.
    Saat engkau terlalu sibuk dengan dunia, ia datang mengingatkan bahwa dunia hanyalah sementara.

  2. Ia menutupi aibmu, bukan menyebarkannya.
    Sahabat sejati tidak mempermalukan di depan orang lain, tapi menasihati dengan lembut di belakang layar.

  3. Ia gembira dengan kebaikanmu, sedih dengan kesalahanmu.
    Ia bukan iri ketika engkau mendapat nikmat, tapi justru bersyukur bersamamu.

  4. Ia mendukungmu dalam amal saleh.
    Baik itu dalam menuntut ilmu, berdakwah, berinfaq, atau menghadiri majelis ilmu.

  5. Ia tetap bersamamu dalam kesulitan.
    Karena cinta karena Allah tidak diukur dengan kenyamanan, tapi dengan kesetiaan.

Sahabat seperti ini adalah amanah dari Allah. Maka Imam Asy-Syafi‘i menegaskan: “Peganglah erat-erat dia, jangan pernah kau lepaskan.”
Sebab kehilangan sahabat semacam ini berarti kehilangan salah satu jalan menuju surga.

Ukhuwah yang Dilandasi Iman

Ukhuwah Islamiyah bukanlah sekadar hubungan emosional, tetapi juga spiritual.
Dalam ukhuwah, ada cinta karena Allah, ada tolong-menolong dalam kebaikan, dan ada saling doa dalam ketaatan.

Nabi ﷺ bersabda:

> “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah pada hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya, salah satunya adalah dua orang yang saling mencintai karena Allah; mereka bertemu dan berpisah karena-Nya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Cinta karena Allah tidak menuntut balasan, tidak didorong kepentingan, dan tidak terikat waktu. Ia kekal hingga ke surga.
Bahkan, di hari kiamat nanti, orang-orang yang saling mencintai karena Allah akan dipanggil dengan panggilan istimewa:

> “Di manakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Hari ini Aku akan menaungi mereka dengan naungan-Ku, pada hari yang tidak ada naungan selain naungan-Ku.”
(HR. Muslim)

Betapa agung kedudukan sahabat sejati di sisi Allah. Maka jangan pernah meremehkan makna sebuah persahabatan yang dibangun di atas keimanan dan keikhlasan.

Menjaga Sahabat, Menjaga Iman

Sahabat yang baik bukan hanya untuk ditemukan, tetapi juga untuk dijaga.
Menjaga persahabatan berarti menjaga adab: saling menasihati dengan bijak, saling memaafkan, dan tidak menuntut kesempurnaan.
Karena sejatinya, sahabat yang sempurna tidak ada, yang ada hanyalah sahabat yang saling menyempurnakan.

Jika engkau menemukan sahabat yang sabar dengan kekuranganmu, yang tetap mendoakanmu di kala jauh, dan tetap menasihatimu walau engkau marah — maka itu tanda Allah masih sayang kepadamu.

Jangan lepaskan dia hanya karena kesalahpahaman kecil.
Sebab mencari teman yang membawa kita menuju surga jauh lebih sulit daripada mencari ribuan teman dunia yang hanya membawa tawa sesaat.

Penutup

Imam Asy-Syafi‘i menutup nasihatnya dengan kalimat yang menohok hati:

“Mencari teman baik itu susah, tetapi melepaskannya sangat mudah.”

Ya, mudah sekali kehilangan sahabat, tapi sulit mencari yang baru dengan niat suci.
Karena itu, jika engkau punya sahabat yang membantumu dalam ketaatan, jagalah dia seperti menjaga imanmu.
Peluklah dengan doa, perkuat dengan silaturahmi, dan rawatlah dengan kasih sayang karena Allah.

Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang saling mencintai karena-Nya, saling mengingatkan dalam kebaikan, dan kelak dikumpulkan bersama di surga-Nya bersama Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya yang mulia.

“Sahabat sejati bukanlah yang menuntun ke arah dunia, tapi yang menuntun langkahmu menuju ridha Allah.” (Tengku Iskandar, M. Pd – Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement